DUA PULUH LIMA

161 18 0
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Sejak mengenal Asha, Lukman memiliki kebiasaan baru yaitu mengecek status keluarga dan teman di aplikasi WA. Dulu dia tidak pernah melakukan hal itu karena menurut Lukman tidak ada gunanya, tapi sejak mendengar penjelasan Asha pikirannya berubah. Satu minggu yang lalu Asha mengatakan, "Liat status sama kayak kita ngecek kondisi mereka, Luke. Ada sebagian orang yang enggak cerita kalo lagi sedih, tapi malah nge-share quotes yang menggambarkan kondisi mereka. Status WA atau Instagram sekarang udah kayak buku harian."

"Tapi lebay menurut gue. Enggak menyelesaikan masalah juga tuh status yang ada tambah runyam. Kebanyakan pamer juga."

"Ya lo liatnya dari sisi jeleknya terus. Coba liat dari sisi yang baik. Enggak semua orang nulis atau posting foto tujuannya buat pamer. Kalo ada yang iri karena postingan lo yaaa itu sih hatinya yang sakit. Siapa tahu mereka emang lagi bahagia dan cuma pengen nge-share doang tanpa embel-embel pamer."

"Tapi kebanyakan pamer doang, Sha."

"Iya sih, karena itu kalo mau posting ada etikanya juga. Dipikir dulu, kalo postingan itu bikin banyak orang sakit hati ya enggak usah. Posting yang biasa aja."

"Kalo tiap minggu posting lagi di salon atau ngemal, menurut lo pamer juga atau biasa aja."

Asha memalingkan wajah dari sate kambing super nikmat ke wajah Lukman. Dia heran dengan ucapan Lukman. Yang tadi itu pertanyaan atau sindiran untuknya? Asha akui dia memang ke salon hampir tiap minggu. Tolong diingat ya, hampir. Dalam satu bulan dua sampai tiga kali gadis itu ke salon dan dia memang sering memposting kegiatannya di salon.

Lukman menyadari perubahan di wajah Asha. Dia pasti menyadari sindiran Lukman untuknya. Entah kenapa tiba-tiba saja Lukman ingin menguji kesabaran Asha. Apakah Asha akan merasa tersinggung atau biasa saja?

"Biasa aja buat gue karena gue emang enggak ada niat pamer. Lagi pula dari postingan gue itu secara enggak langsung gue bantu mereka promosi. Yang punya salon pasti seneng, kan?" Asha berhenti sejenak untuk menyeruput jus jeruknya.

"Dan sebagian besar keluarga gue tuh males coba tempat baru, Luke. Mereka lebih sering pergi ke salon langganan atau yang udah direkomen sama keluarga atau temen."

Lukman tidak menanggapi malah sibuk mengunyah sate kambingnya yang baru selesai dipanggang. Untung Asha tidak kesal dengan sindirannya padahal Lukman sempat harap-harap cemas. Takut kenikmatan sate kabingnya berkurang karena Asha yang mengoceh di sebelahnya.

"Lo pasti jarang nyalon makanya sinis gitu. Kalo tahu nikmatnya gue yakin lo pasti ketagihan."

"Jadi lo bangga dengan kebiasaan lo yang suka buang-buang duit tiap minggu dengan alasan merekomendasikan salon ke keluarga lo."

"Gue enggak bisa salahin lo kalo punya pikiran gitu, tapi gue mikirnya beda. Kalo gue mikirnya apapun yang gue lakukan sekarang pasti ada manfaatnya. Sering keluar masuk salon siapa tahu gue punya salon sendiri tiga tahun lagi. Riset gue udah cukup. Dan dengan maraknya industri K-Pop banyak orang sadar penampilan itu penting. Pengen kayak idola mereka. Yang ke salon sekarang bukan cewek doang, tapi cowok juga kalo lo mau tahu."

Trouble in Paredise [Completed)Where stories live. Discover now