DUA PULUH TIGA

152 20 0
                                    

Vote dulu sebelum baca.

Vote dulu sebelum baca

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

***

"Kalo ke Jakarta telepon gue. Terus nginep di rumah gue aja jangan di hotel. Ok?

Dinda mengangguk sebagai jawaban kemudian memeluk Asha semakin erat. "Lo juga. Kalo ke Lampung harus nginep di rumah gue."

"Pasti"

"Lo enggak undang gue, Din." Suara Akbar yang sedang merekam momen perpisahan dua sahabat terdengar dari balik layar ponsel.

"Enggak," jawab Dinda.

"Yaaah padahal gue mau ngajak ortu sekalian buat ngelamar lo, Din."

Jawaban Akbar menghancurkan suasana sedih di antara mereka. Mau tidak mau Asha dan Dinda tertawa dengan mata mereka yang memerah. Akbar semakin gencar memberikan sinyal cinta ke Dinda, tapi sayang Dinda masih belum sadar sehingga dia hanya menanggapi seadanya.

Saat ini Asha, Dinda, Akbar berada Bandara Juanda. Sejak tadi Asha dan Dinda terus berpelukan, terlihat sekali tidak rela untuk berpisah. Asha akan menghabiskan akhir pekan di Surabaya seperti biasa, tapi kali ini Tedi tidak menjempunya. Asha sengaja ikut travel dari Pare ke bandara supaya bisa lebih lama bersama Dinda.

Asha dan Dinda kemudian mengepos momen terakhir mereka ke media sosial masing-masing. "Kakak gue udah di depan, gue pamit sekarang." Sekali lagi Asha memeluk erat Dinda untuk terakhir kali. Jika sesuai waktu yang disepakati seharusnya Tedi sudah tiba di parkiran.

"Din, gue boleh peluk Akbar atau enggak? Dia shabat gue juga," kata Asha ketika memeluk Dinda.

Dinda tidak menjawab, tapi mencubit pinggang Asha pelan karena kesal. Sejak di travel yang membawa mereka ke Bandara Juanda mereka berdua tidak berhenti menggodanya. Kemudian Asha melepaskan pelukannya setelah Akbar berulang kali memberikan kode meminta Asha segera menyingkir.

"Gue tunggu undangan nikah kalian berdua." Asha berbisik di telinga Akbar.

"Iya."

"Pokoknya kita harus meet up. Safe flight," pesan Asha sambil berjalan mundur kemudian berbalik. Ingin sekali Asha memeluk Dinda sekali lagi, tapi dia memikirkan Akbar. Pasti dia juga ingin say goodbye dengan Dinda. Lumayan, kan, berduaan dengan pujaan hati sambil menunggu waktu check in. Yaaa siapa tahu sepuluh menit kemudian Dinda berteriak di telepon. "GUE DITEMBAK AKBAR."

"Iya," jawab mereka bersamaan dengan keras.

Semoga kita bisa jadi sahabat selamanya, Din, ucap Asha dalam hati penuh harap. Dinda memberikan kesejukan dalam diri Asha ketika dia merasa haus akan sahabat. Bukan Dinda saja, Asha juga berharap persahabatan dia, Puri dan Sinta juga langgeng.

Celia pergi lalu Asha mendapatkan tiga sahabat baru di tempat yang tidak diharapkan. Tapi Celia adalah sahabat pertamanya sejak SMA. Tentu Asha tidak ingin kehilangan dia meskipun memiliki sahabat baru. Celia menempati posisi cukup penting di hatinya. Untuk Asha Celia bukan sekedar teman, tapi keluarga.

Trouble in Paredise [Completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat