"Cha kok lo diam lagi sih" memang sedari tadi Nathan mengajaknya berbicara namun ia tidak mendengar suara gadi dihadapannya.

"Kak kita pulang yuk" ajak Chacha. Bisa mati konyol dirinya berduaan dengan Nathan.

"Nggak sebelum lo jawab pertanyaan gue" Chacha menatap Nathan dengan memelas. Nathan berusaha untuk tidak tersenyum, ia sangat gemas melihat Chacha.

"Emang pertanyaan kakak apa?"

Nathan berdecak, ia tak suka bila Chacha memanggilnya kakak. "Jangan panggil gue kakak." Chacha hanya mengangguk mengerti.

"Lo kenapa? Sejak pagi lo kebanyakan diam. Jangan bikin gue khawatir, please" Chacha kembali menundukkan kepalanya, ia gugup saat Nathan menatapnya dengan khawatir.

"Liat gue Cha" Nathan meraih dagu Chacha agar gadis itu menatapnya.

"Jangan kek gini. Kakak buat jantung Chacha berdetak lebih kencang." mata Chacha mulai berkaca-kaca. Ia terlalu gugup sekarang. Nathan tersenyum mendengar ucapan yang keluar dari bibir Chacha.

"Jadi ini yang buat lo banyak diam tadi pagi?" Chacha mengangguk. "Iya, Chacha bingung kenapa setiap dekat kak--- lo, jantung Chacha selalu berdetak kencang" Chacha mengusap air mata yang entah sejak kapan mengalir. Nathan membawa Chacha ke pelukannya. Ia juga mengusap air yang mengalir di pipi gadis di pelukannya.

"Gue juga gitu kok Cha. Jantung gue juga selalu berdetak kencang kalo berada di dekat lo" sampai-sampai gue sulit ngebedain antara penyakit gue yang kambuh atau perasaan gue ke lo.

"Beneran?" Chacha mendongak dan melihat Nathan mengangguk. Ternyata bukan cuman dirinya ternyata Nathan juga merasakan hal sama. Itu berarti Nathan juga mempunyai perasaan yang sama dengannya. Semoga!!!

Nathan melirik ke arah jamnya, ternyata sudah satu jam mereka di rooftop. Dengan terpaksa ia melepas pelukannya dan mengajak Chacha pulang karena sebentar lagi langit akan berubah jadi gelap.

***********

Kamar Nathan sudah seperti kapal pecah. Seprai dan selimut sudah tak berada di tempat biasanya. Bungkus chiki yang berserakan di lantai serta kaleng soda yang juga tergeletak di lantai. Siapa lagi kalo bukan ulah sahabatnya.

Saat weekend mereka menghabiskan waktu di kamar Nathan dengan bermain playstation atau sekedar main game di ponsel mereka.

"Lo nggak bisa menang lawan gue Key." kekeh Azka. Key menatap Azka kesal dan melempar stick playstation ke sembarang arah. Tentunya hal itu mendapat tatapan tajam dari sang empunya stick.

"Woi itu gue beli pake duit bukan pake daun. Rusak ganti tiga kali lipat" celetuk Nathan.

"Dihh gue lemparnya juga pelan." cibir Key sambil memajukan bibirnya seperti bebek.

"Tuh mulut nggak usah di maju-majuin. Yang ada gue makin jijik ngeliat lo. Kayak banci di lampu merah tau nggak." karena gemas Dava ngelempar bantal ke arah Key dan tepat sasaran mengenai wajah Key. Key menatap kesal ke arah teman-temannya yang sedang tertawa di atas penderitaannya.

"Ngajak gelut lo" Key menghampiri Dava untuk membalas dendam. Davin yang terganggu karena kasur yang ia tempati terguncang akhirnya memilih untuk pergi ke balkon dengan membawa sebuah gitar. Nathan pun mengikuti Davin. Pusing ia melihat para sahabatnya sedang gelut.

Saat mereka tiba di balkon, Chacha dan kedua sahabatnya juga sedang berada di balkon. Chacha tersenyum senang saat melihat Nathan yang sedang berada di balkon. Tadinya mereka pengen ke rumah Nathan buat minta mangga. Pohon mangga di samping rumah Nathan berbuah lebat, sangat enak jika di bikin rujak.

NATHANIEL (COMPLETED)Where stories live. Discover now