40. Sebuah harapan

567 39 0
                                    

Happy reading
Sorry for typo

*

*

*

*

Nathan berjalan di koridor rumah sakit, melewati ruangan demi ruangan sampai ia berdiri di depan ruangan yang akan ia masuki.

Begitu pintu terbuka, seorang gadis menyambutnya dengan senyuman. Dengan tidak bersemangat ia memasuki ruangan itu dan langsung duduk di atas brankar.

"Mommy mana?" tanya Chelsea, ia duduk di samping Nathan mengenggam tangan laki-laki itu.

"Nanti nyusul." lirih Nathan. Chelsea mengangguk mengerti, ia tahu perasaan Nathan.

Tak lama dokter Ryan masuk dan menghampiri mereka.

"Gimana Nath sudah siap?" Nathan mengangguk kemudian mulai melepaskan baju yang melekat di badannya. Setelah itu Chelsea memasangkan alat elektroda pada dada dan perutnya. Elektroda ini berfungsi untuk mengukur aktivitas listrik jantung dan mengirimkan hasilnya ke monitor EKG yang sudah terpasang. Setelah selesai dengan beberapa pemeriksaan. Dokter Ryan menyuruh Nathan untuk menaiki treadmill dan mulai berlari.

Nathan hanya diam, ia hanya fokus dengan kegiatannya namun tak lama rasa pusing mulai ia rasakan. Ia mencengkeram dada kirinya saat merasakan nyeri di dadanya begitu kerasa. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, napasnya sudah tak beraturan.

"Arkhh." Nathan menggeram tertahan, sautan dari Chelsea dan dokter Ryan sudah tak ia dengar setelah itu kesadarannya mulai hilang.

*********

Nathan memandang langit-langit rumah sakit, ia menghela napas lelah. Berbagai alat medis menempel di bagian dadanya.

Chelsea menatap sendu alat monitor jantung yang tepat berada di samping Nathan dan beralih menatap Nathan. "Tenanglah Nath, aku akan berusaha semaksimal mungkin."

"Berhentilah berbicara seperti itu Chelsea. Aku tahu umurku sudah tak lama lagi kan?"

Chelsea berusaha untuk tersenyum menenangkan Nathan yang sedang kalut. "Tidak, itu tak mungkin terjadi. Percayalah Nath, aku, mommy dan daddy sedang berusaha mencari pendonor buat kamu. Bahkan jika perlu aku akan mencarinya secara ilegal. Jadi please berhentilah berbicara seperti itu." gadis itu menghampiri Nathan dan mengusap rambut laki-laki itu.

"Tidak ada yang tidak mungkin Chelsea. Bisakah aku tahu sisa umurku." Nathan menatap Chelsea dengan senyum mengatakan bahwa ia baik-baik saja. "Please!!"

Chelsea mengangkat kepalanya agar air mata yang sejak tadi ia tahan tidak turun. "Dua bulan." ucap Chelsea dengan suara yang menahan tangis. "Itu hanya perkiraan, kami bukan Tuhan jadi kamu----"

"Aku percaya tapi cuman lima puluh persen. Aku masih bisa berharap sama Tuhan lima puluh persen lagi kan?" Chelsea mengangguk pelan.

"Aku keluar dulu. Beristirahatlah." Chelsea keluar dari ruangan Nathan. Dirinya sudah tak bisa menahan tangisnya.

Nathan menoleh dan mendapati Dokter Ryan beserta dua orang suster. Dokter Ryan tersenyum menghampiri Nathan, "semangat bro, jangan lesuh gini dong" ucap Dokter Ryan sambil melepaskan alat medis yang ada ditubuh Nathan dibantu dengan dua orang suster.

Nathan hanya terkekeh mendengar ucapan dokter Ryan. Laki-laki itu menatap suster yang ingin melepaskan alat medis didadanya. Senyum suster itu tak pernah luntur, Nathan bisa melihat bahwa suster itu tertarik padanya, terbukti bahwa ia yang paling semangat mengambil alat medis didadanya. "Jangan naksir ya sus, saya sudah punya pacar." Nathan terkekeh melihat wajah suster itu memerah.

NATHANIEL (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang