46. Koma

781 40 1
                                    

Happy reading
Sorry for typo

*

*

*

*

Chacha mengerjapkan matanya. Pandangannya menatap sekeliling, saat tahu ia masih di rumah sakit, pikirannya langsung tertuju pada Nathan. Saat ingin menuruni brankar pintu ruangan terbuka, Dava muncul dengan nampan yang berisi makanan.

"Lo masih perlu istirahat Cha." Dava menaruh nampan itu tepat dipangkuan Chacha dan menyuruhnya makan. Namun Chacha menggeleng disertai dengan tangisan.

"Hiksss...... Gue pengen ketemu Nathan. Anterin gue ke ruangan Nathan." mohon Chacha.

"Cha dengerin gue," laki-laki itu memegang pundak Chacha. "Lo harus makan. Tubuh lo butuh energi. Jika lo sakit lo nggak bisa ketemu Nathan. Please setidaknya pikirin perasaan Nathan saat tahu lo sakit karenanya. Jangan buat dia merasa bersalah Cha." dengan pasrah gadis itu mengangguk dan meraih sendok untuk makan. Dava benar Nathan akan kecewa saat liat ia sakit karena begitu mengkhawatirkannya. Dan ia tak mau hal itu terjadi. Dengan susah payah ia menelan nasi yang ia kunyah dalam mulutnya. Bagaimana mungkin ia makan dengan tenang sedangkan hati dan pikirannya terus tertuju pada Nathan. Apakah ia baik-baik saja. Ia juga ingin menanyakan tentang penyakit Nathan. Chacha tahu Nathan menyembunyikan sesuatu darinya.

"Va... Nathan baik-baik aja kan? Nathan cuman kecapean kan? Dia tidak punya penyakit serius kan?" Chacha menanyakan itu secara bertubi-tubi. Namun yang didapatnya Dava malah mengambil nampan dari pangkuan Chacha dan meletakkannya di atas nakas rumah sakit.

"Dava please jawab pertanyaan gue?" Chacha meraih tangan Dava menggenggamnya penuh harap. Tangan Dava yang bebas terangkat dan mengusap rambut Chacha. Ia sudah menganggap gadis dihadapannya sebagai adiknya. Ia berharap mereka berdua bisa bersama sampai rambut mereka memutih. "Gue nggak berhak jawab pertanyaan lo Cha. Biar Nathan yang jelasin semuanya." Chacha mengangguk dengan pelan. Dan menghapus kasar air matanya.

"Anterin aku ke ruangan Nathan ya." Dava membantu Chacha untuk menuju ruangan dimana Nathan berada.

Setelah empat jam, dokter baru keluar dari ruangan icu. Dokter juga menyarankan hanya satu orang yang bisa masuk itupun harus mencuci tangan dulu untuk mencegah penularan bakteri dan memakai pakaian yang disiapkan oleh perawat.

Chacha memasuki ruangan Nathan. Yang pertama kali Chacha lihat adalah tubuh Nathan yang dipenuhi berbagai macam alat medis rumah sakit yang tertempel ditubuhnya. Ini yang kedua kalinya ia melihat orang yang begitu ia sayangi terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Hal itu tambah membuat Chacha tak bisa menahan isak tangisnya.

Sebelum masuk ke ruangan Nathan, Chacha menemui mommy Nathan. Ia ingin tahu sebenarnya Nathan sakit apa. Dan saat mengetahuinya, jawaban dari mommy bagaikan bom atom yang meledak. Lututnya seperti jelly, tubuhnya langsung meluruh ke lantai rumah sakit. Bagaimana bisa hal seserius ini ia baru mengetahuinya. Pacar macam apa dirinya, sehingga tak tahu bahwa orang yang ia begitu sayangi sedang berjuang melawan penyakitnya.

Dengan langkah pelan Chacha menghampiri brankar Nathan dan duduk di samping brankar Nathan sambil memegang tangannya yang bebas dari infus. Hanya suara mesin monitor dan isak tangis yang mengisi kesunyian ruangan itu.

"Hiks....... By bangun. Katanya kamu mau ngajakin aku jalan, ayooo cepetan bangun. Aku ngambek lo kalau kamu bangunnya lama."

NATHANIEL (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang