"Nemenin Felix nunggu tes buat pertukaran, tapi ternyata ada ceweknya."

Mika mengerutkan keningnya mendengar itu. "Bule bukan?"

"Bukan, tapi mukanya mirip banget sama Felix. Kayak Felix pakai wig," jawab Esa mengingat kembali wajah perempuan yang ditemuinya beberapa menit yang lalu.

"Felix tuh gitu. Nggak pernah cerita ke gue, tau tau ceweknya banyak aja!" gerutu Mika sebal.

"Emang elo emaknya pakai apa-apa cerita ke elo," balas Esa yang langsung emndapatkan dengkusan dari Mika. "Gue nggak tau jelas itu tadi pacarnya atau bukan tapi yang jelas si Felix kelihatan naksir."

Mika mengangguk. Sampai rumah nanti dia akan membuka sesi interogasi dengan Felix. Curang banget kalau cowok itu nggak pernah cerita tentang dirinya sendiri. Mika dan Prima sangat aktif bercerita tentang apapun itu pada Felix, tapi kalau dipikir lagi ternyata Felix tidak melakukan hal yang sama.

"Lo berdua mau kemana?" tanya Esa sadar kalau dua temannya ini pasti punya tujuan ada di sini.

"Naikin proposal ke rektor," jawab Mika.

Esa menaikkan sebelah alis memandangi dua temannya bergantian. "Berdua? Lo berdua kayaknya nggak terlibat organisasi bareng."

"Gue minta ditemenin, kan dia kenal sama orang-orang rektorat, biar dipermudah gitu urusannya," ujar Mika meletakkan tangannya di pundak Aji sambil tersenyum manja ke pemuda itu.

Aji sudah menahan mual melihat Mika jadi sok imut begini.

Esa memandang makin aneh pada gadis itu.

"Ikut deh, kelas gue batal," putus Esa.

"Terus lo ngapain di sini?" tanya Mika.

"Mau kuliah tapi kelasnya dibatalin."

"Maksud gue di gedung rektorat."

"Dibilangin habis nemenin Felix!" Esa geregetan sendiri pada gadis ini. Sepertinya apa yang dia katakan tadi tidak didengar.

Mika memutar bola matanya jengah. "Terus kenapa nggak langsung pulang pas Felix udah ada temennya?

"Oooh ngadem aja sih sama numpang wifi, paketan gue abis."

Ketiganya kini jalan berdampingan menuju ruang rektor. Mika jalan di antara dua lelaki hingga membuatnya sesekali jadi perhatian mahasiswa yang ada di sana. Seorang gadis dengan dua pemuda manis, tentu saja akan menjadi perhatian. Mika sering terjebak dalam keadaan seperti ini saat jalan dengan dua saudaranya.

"Gue serius," kata Esa tiba-tiba dengan suara kecil seolah tidak ingin Aji mendengarnya.

"Ha?" Mika mengernyit menoleh pada cowok itu.

"Tentang Bang Dimas, dia udah punya pacar."

"Selama gue belum lihat pakai mata gue sendiri dia gandeng cewek, gue akan anggap dia jomblo."

"Yaudah terserah."

**

Mereka bertiga sudah berdiri di depan ruangan Pak Edi, tapi beliau tidak ada di ruangannya. Jadi mereka pergi ke ruangan Pak Jo, salah satu staff yang bekerja di bawah rektor secara langsung.

"Pak, Pak Edi-nya ada?" tanya Mika setelah dipersilakan masuk ruangan.

"Ada, tapi masih makan di kantin bawah. Mau apa? Ngasih undangan bisa kasih ke bagian humas."

"Mau naikin proposal, Pak."

"Jurusan?"

"Komunikasi."

"Tunggu dulu aja di sini. Mau naikin proposal buat kegiatan apa? Minta tanda tangan apa proposal pengajuan dana?" tanya Pak Jo berentet menutup buku terakhir yang perlu diisi lalu meletakkannya di tumpukan sebelah kanan meja.

Perfect HousematesWhere stories live. Discover now