25. Bunga-Bunga Bermekaran

Mulai dari awal
                                    

"Aw," pekik Prima mengangkat kepalanya dan menoleh. "Apa sih? Ganggu aja."

"Gabut gue, Pim," jawab Esa mengangkat kaki Prima lantas duduk di sofa, membiarkan kaki gadis itu berada di pahanya.

"Pijetin, Sa, sekalian," kata Prima tak tahu diri, membalik posisinya jadi duduk berselonjor di sana.

Esa tak banyak protes langsung melakukan apa yang Prima minta.

Rumah sepi karena pada kuliah. Hanya ada Prima yang hari ini libur serta Esa dan Haris yang kelas sore.

"Lo sama Haris kepilih buat konferensi mahasiswa nasional ya?" tanya Esa memecahkan keheningan yang terbangun.

"Iya njir. Males banget astagaaa, jauh banget ke Lombok," gerutu Prima memainkan kukunya.

"Enak bego! Bisa sekalian liburan."

"Nggak ada kata liburan selama gue sama Haris. Emosi jiwa gue tuh kalau sama dia! Kenapa juga harus gue sama Haris yang kepilih? Mbak Dara harusnya bisa tuh, dia kan belum semester tujuh dan dia juga lebih kritis orangnya, public speaking-nya bagus lagi."

"Mbak Dara nggak mau. Katanya pas hari H acara itu ada doa seribu harian ayahnya, lagian kalau nggak salah itu barengan sama KKN."

Prima membulatkan mulutnya sambil mengangguk. "Partner gue aja deh yang diganti. Kak Rama kek, atau siapa gitu yang lebih meyakinkan."

Esa menoleh pada gadis itu dengan sebelah alis terangkat. "Emang kenapa sih kalau lo sama Haris?"

"Gue orangnya begini Haris orangnya begitu, selain gue takut emosi jiwa gara-gara dia, gue juga takut bakal malu-maluin kampus."

"Ya lo cari caralah gimana biar lo nggak sampai malu-maluin."

"Itu dia yang belum gue temuin caranya."

"Damai dulu sama Haris."

Prima membuang napas panjang menandakan dia enggan untuk melakukan saran Esa. Sebetulnya dia tidak pernah memiliki masalah khusus dengan Haris, hanya saja kelakuan cowok itu yang kadang membuatnya kesal. Seperti meninggalkan rendaman cucian selama berhari-hari sampai baunya mirip bangkai beberapa waktu lalu.

"Sa, lo kelas jam berapa hari ini?" tanya Prima, sekelebat ide baru saja lewat di otaknya.

"Jam empat, kenapa?" jawab dan tanya Esa.

"Nyalon mau nggak? Perawatan rambut gitu. Rambut lo juga udah mulai nggak jelas bentuknya."

"Males ah, buang-buang duit."

"Gue yang traktir! Mumpung gue punya voucher diskonnya Johnny Andrean."

Esa tidak langsung menjawab, pemuda itu berpikir beberapa saat. "Yaudah deh ayo. Gue ganti baju dulu."

"Gue mandi dulu!" Prima langsung turun dan berlari menuju kamarnya di lantai dua.

Lumayan, perawatan rambut gratis.

**

Kadang yang namanya rencana itu tidak berjalan mulus. Salah satu contohnya adalah Netfilm yang maunya filming tiap hari Sabtu dan Minggu untuk project 1To10 nyatanya harus merubah jadwal. Alasannya mereka sebentar lagi mau UTS dan ingin bisa belajar dengan sedikit tenang karena pekerjaan yang tersisa tidak banyak.

Lisa sebagai orang yang berhak membuat jadwal filming mengusulkan pada teman-temannya untuk mencuri waktu di sela-sela kuliah untuk bekerja. Demi kesejahteraan mereka bersama dan tentunya agar tidak mengurangi waktu belajar mereka menjelang ujian.

Dan di sinilah mereka sekarang. Di salah satu kafe yang sepi pengunjung. Mereka sengaja pilih kafe yang sepi agar tidak mengganggu kenyamanan banyak orang.

Perfect HousematesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang