Seperti ada revolver yang menyerang dadanya bertubi-tubi. Walau sebentar, Jungkook tidak bisa mengistirahatkan jantungnya. "Nanti kuobati sendiri."

Yeji sontak tertawa merasa terhibur. "Mana bisa diobati sendiri. Pikirmu kau Luffy?"

Jungkook memang bukan Luffy dari tokoh One Piece. Mengobati punggung sendiri rasanya terdengar lebih mustahil daripada jadian dengan Song Yeji. Tetapi buka baju di depan Song Yeji terdengar tiga ribu kali lipat tidak masuk akal.

Lebih tidak masuk akal lagi karena dua minggu ini hanya dihabiskan dengan berbaring, tidak olahraga, dan terus minum kopi. Sekarang sulit membayangkan bagaimana bentuk badannya saat ini. Biasanya Jungkook akan menjaga berat badan meski tanpa bantuan alat, tetapi karena sempat patah hati, ia jadi malas melakukan banyak gerakan.

Yeji mengambil tempat di sebelahnya, membuat Jungkook serta merta beringsut menjauh.

"Buka bajumu."

"Tidak, Yeji. T-tunggu, aku bisa jelaskan." Jungkook mencengkeram kausnya, menggeleng-geleng. Dadanya naik-turun seperti melintasi gunung curam dengan sepatu roda. "A-aku tidak mau."

"Lepas bajumu, Jeon. Sekarang."

Jungkook tetap menggeleng dan beringsut ke ujung sofa. Ia merasa konyol tapi juga tidak bisa menepis pikiran gila.

Sementara di depannya Yeji bertolak pinggang. "Kenapa? Kau merasa rugi kalau kulihat badanmu?"

Jungkook menggeleng. Tindakan canggung Jungkook seperti pemalu, dan wajahnya menjadi pucat pasi. Tetapi hal itu malah membuat Yeji tertawa terpingkal-pingkal. "Ternyata masih ada pria sepertimu. Baiklah, aku akan menutup mata."

Yeji memejamkan matanya dengan rapat. "Aku akan menutup mata begini." Kemudian mengintip Jungkook menggunakan sebelah matanya. "Bagaimana?"

Perkataan yang terdengar cukup menyakinkan itu membuat Jungkook pelan-pelan percaya. Ditelannya ludah lantas melepas jaketnya. Ia berbalik dan mengangkat kausnya ke atas.

"Jangan canggung begitu. Aku merasa seperti sedang memperkosa perawan."

Cukup dengan perkataan itu pipi Jungkook dibuat panas. Ketika seluruh pakaian atasnya telah tanggal, Yeji memekik kaget. "Ini parah sekali."

"Sangat parah?"

Yeji bergumam lirih dan tercengang. Melihat bekas memar seruas lima jari dan kulit mencarik nyaris berdarah membuat Yeji seolah bisa merasakan seberapa besar rasa sakit yang ditanggung pria ini. "Sebaiknya kita kompres dulu."

Gadis itu beranjak dari tempatnya, menyiapkan es yang dimasukkan dalam kantong dan kembali lagi.

"Separah itu?"

"Luar biasa parah. Punggungmu bagus, omong-omong."

"Kau sudah janji tutup mata, Song Yeji."

"Aku tidak bilang janji. Diam saja. Biar kuobati."

Setelah beberapa lama menempelkan kantong es, ia mengambil krim bromelain dari kotak obat. Saat jemari Yeji berganti mengoleskan krim di kulitnya, Jungkook meringis tapi juga terenyak di kursi. Kepalanya tertunduk bagai orang yang benar-benar hancur lebur. Dulu gadis ini pernah meraba bagian depan tubuhnya, kini giliran punggungnya. Besok apa lagi?

Jungkook sudah tidak mampu berpikir jernih.

"Temanmu ternyata cukup gila." Jungkook berbicara di antara keheningan.

Yeji cuma mendengus dan tersenyum.

"Kau tidak mau mengumpat?" tanya Jungkook.

Yeji mendecih tak peduli. "Untuk apa? Dia juga sudah pergi."

StreamingWhere stories live. Discover now