[20]

14.1K 2.5K 453
                                    

          "Kehadiranmu adalah sebuah kesalahan."

          Kelak anak itu harus tahu bahwa terkadang ada manusia yang tidak diharapkan pasti muncul, namun ada pula beberapa manusia lain yang sangat diharapkannya tidak akan pernah hadir.

          Sekarang, rasa sakit itu membuatnya terkurung pada gelombang kepedihan yang tiada ujung dan selalu membayangi di balik matanya.

          Dia ingat betapa menyesakkannya hari itu.

          Salju turun pada hari di mana wanita itu mulai mengambil langkah menjauh darinya. Sementara tidak ada yang bisa dilakukannya sebagai anak berusia enam tahun ketika melihat sosok itu semakin menghilang dari pandangan. Menyisakan seberkas rasa sakit yang menggamit hatinya.

          Pedih dan luka sesuatu yang tidak bisa anak itu bedakan pada rentang usianya kala itu.

          Ia hanya bisa menangis sesunggukan sambil menggosok-gosokkan tangannya ke mata agar tangisnya terhenti.

          Ia ingin berlari masuk dan mengabari berita ini pada ayahnya, tetapi tidak ada waktu, atau mungkin sudah terlambat.

          Seharusnya menangis pun hanya buang-buang waktu.

          Dia adalah anak laki-laki yang kuat dan bisa menjadi sosok pelindung. Tidak seharusnya menangis di depan wanita yang dia sayangi.

          Dia adalah anak laki-laki, jadi tidak boleh cengeng.

          Anak lelaki itu merangsek maju, menjerit-jerit, berupaya belasan kali serta memohon, memegangi baju si wanita agar jangan menjauh darinya. Agar jangan pergi meninggalkannya.

          Setelah mereka menghabiskan paruh waktu dalam sehari untuk bersenang-senang, mencoba berbagai wahana bermain, dan membeli puluhan mainan, tiba-tiba saja wanita itu mengatakan harus pergi dan tak bisa kembali.

          Pagi yang penuh harapan akhirnya lekas beralih pada sore yang gaduh oleh suara tangisnya, suara derap langkah terburu-buru di atas salju, dan suara pukulan jantungnya.

          Dia tidak cukup paham untuk mengerti seluruh perkataan orang dewasa. Tetapi satu yang paling ia pahami, wanita itu akan pergi dalam waktu yang panjang.

          Dari kejauhan, anak itu melihat sebuah mobil yang menunggu. Wanita itu masuk ke dalamnya dan tak pernah menoleh ke belakang.

          Setelah kepergian wanita itu, anak laki-laki itu mulai menyadari, seharusnya dia lebih pemberani dan mengejar wanita itu sampai lelah.

          Tetapi...,

          Jeon Jungkook pada saat itu hanyalah anak-anak.

          Anak-anak yang belum mengerti dunia dan tidak berdaya.

***

          Jungkook terperanjat dari tidurnya. Matanya terbuka lebar merasakan kejut yang luar biasa mengganggu. Napasnya memburu seperti habis berlari maraton. Ketakutan akan sesuatu tampak pada raut wajah dan diperparah keringat yang mengucur meski pendingin dinyalakan.

          Begitu menyadari bahwa Jungkook berada di kamarnya sendiri, napasnya berangsur-angsur pulih. Kakinya yang beku terasa seperti terpendam dalam salju. Hawa dingin yang terasa di sekujur kulitnya menjadi bagian paling menakutkan. Mendorongnya kembali pada jurang kehancuran batin.

          Kemudian Jungkook menunduk seraya mengusap mukanya yang basah. Tidak tahu apakah yang disekanya hanyalah air keringat atau ada campuran air mata di sana.

StreamingWhere stories live. Discover now