[16]

15.3K 2.8K 467
                                    

Sekurang-kurangnya selama sepuluh detik Kim Seok-Jin menatap Yeji dengan pandangan sulit ditafsirkan.

Sementara Yeji duduk tak nyaman di sofa yang bersebrangan dengan laki-laki itu. Ia menatap ke lututnya meskipun kepalanya masih sepenuhnya lurus. Ada seberkas kegugupan yang berkelibatan di matanya.

Ditatap oleh senior idola benar-benar menimbulkan situasi canggung. Apalagi Seokjin telah menerima kebohongan dipertemuan pertama mereka.

Benar-benar memalukan.

Seokjin tersenyum kecil. "Jadi ini Miss Tteok, BJ yang katanya tidak terkenal itu?"

Satunya-satunya yang paling Yeji sesali adalah mulut sialannya bersama dustanya beberapa waktu lalu.

"Maafkan aku," sahut Yeji sepelan mungkin, mengubur rasa malu.

Seokjin tertawa. "Permintaan maaf ditolak. Aku akan berpura-pura melupakan apa yang kemarin kau katakan. Jadi kau tidak perlu repot-repot meminta maaf, Nona Ylien."

Bola mata Yeji membesar. "Darimana sunbae tahu nama itu?"

"Saat kemarin kau meninggalkan agensi aku mencari tahu segalanya. Rupanya kau merahasiakan identitasmu."

Cara Seokjin menatapnya membuat Yeji tambah malu. Perutnya terasa melilit.

"Jangan cemas. Rahasiamu aman," kata Seokjin dengan tatapan teduh. "Aku sangat terpercaya ditempat ini." Lelaki itu mengedip jenaka.

Yeji tidak tahu apa arti kedipan tadi. Apakah itu merupakan kedutan atau cuma kedipan main-main.

Mesin pendingin di ruangan ini berfungsi sebagai mana mestinya. Sinar matahari seolah mendrobrak paksa di balik kaca jendela yang langsung berhadapan dengan jalan besar di bawah sana.

Bulan Juli tidak pernah sebegini panasnya. Lebih panas lagi karena Yeji bersama seorang idola dari kalangan penggemar tertentu. Seokjin punya rating mukbang yang tidak diragukan, lantas apa yang membuatnya menderita di hari yang lembab dan terik ini?

Sementara itu Seokjin sedang menarik segel kaleng lalu menyodorkan ke hadapan Yeji. "Minumlah dulu. Cuaca di luar sangat gerah. Aku tahu kau kehausan."

"Terima kasih." Yeji mengangguk sungkan sebelum mengambil kaleng soda itu dan memalingkan wajahnya ke samping saat minum.

"Kapan tepatnya?" tanya Seokjin.

Otomatis Yeji menoleh ke arah lelaki itu. "Ya?"

"Kapan kita bisa berkolaborasi? Aku sudah tidak sabar. Ternyata kau cukup terkenal. Aku pernah melihat tayanganmu. Sempat aku penasaran dengan wajahmu dan rasa penasaranku terbayar hari ini—ah! Maksudku, hari di mana kita bertemu pertama kali."

Yeji tersenyum. Dalam hati ia menyumpah. Bodoh sekali, kini bukan hanya kakaknya dan kedua temannya yang tahu rahasianya. Lama-lama dikhawatirkan semakin banyak orang tahu identitasnya.

"Jadi kau sudah pasti menerima tawaranku, kan?"

Yeji mengerjapkan matanya bimbang. "Itu... apa tidak masalah?"

"Anggap saja ini sebagai ajang promosi dan membantu perusahaan mempertimbangkanmu."

Yeji tertawa pendek. "Ah, kalau begitu aku bisa melakukannya." Kali ini ia menjawab lebih santai, mungkin karena tenggorokannya baru terselamatkan dari kondisi kering kerontang.

"Sebelum hubungan kerja sama kita berlanjut ada yang ingin kutanyakan padamu. Dari mana kau berpikir mendapatkan nama Ylien?"

Butuh waktu lama bagi Yeji memikirkan jawaban itu. Ia merasa kesulitan menjelaskannya. "B-begitulah. Y, aku mengambil penggalan nama depanku ketika ditulis dalam alfabet. Sedangkan Lien..." yang satu ini ia agak ragu. Sejenak ia menggigit bibir bawahnya. "Dari selebaran kupon toko ayam yang kutemukan saat SMP dulu. Tokonya sudah bangkrut, oleh sebab itu aku berpikir harus makan ayam yang banyak supaya tidak banyak toko lain yang bangkrut."

StreamingWhere stories live. Discover now