48 - Untukmu, Empunya Bahagia

148 32 31
                                    

Ost. for this chapter:
Soyou - Good To Be With You

🔸🔸

Sebuah ruangan berukuran tidak begitu besar, justru cenderung sempit, dipenuhi dengan beberapa lemari kaca. Sekat dalam kayu putih yang menjulang tinggi itu cukup banyak, memisahkan isi yang satu dengan lainnya. Gadis yang belum lama sampai tanpa disadari memulas senyum tipis di sela kesedihan yang menjalar.

Netra Hyora terpusat pada sebuah guci kecil berwarna putih. Ada nama seseorang yang terukir di bagian depannya, lengkap dengan tanggal kelahiran dan wafat. Ketika ia benar-benar mengungkapkan permohonan dengan tulus, Tuhan pasti akan menjawab. Tiga hari setelah perayaan atas pencapaian tertingginya dalam hidup, doa Hyora menjadi nyata. Myunghee dan Eunso kembali. Namun, sepertinya ia kurang memperjelas permohonan tentang Jihyuk karena mereka tidak kembali bersama lelaki itu.

Gadis bermantel hitam tersebut menyelisik benda lain yang ikut tersimpan di sana. Satu pigura kecil berhasil mencuri perhatian. Keempat manusia yang berdiri dan saling memberi rangkulan terlihat sangat bahagia. Siapa yang melihat potret tersebut layaknya ikut merasa senang akan keluarga kecil yang harmonis. Sayangnya, itu tidak berlaku untuk Hyora. Semakin manik cokelat tua itu menyelami foto, semakin hatinya merasa teriris.

Hari itu tidak ada pengunjung lain, pun seseorang yang mengantar Hyora hanya menunggu di luar ruangan. Keadaan sungguh mendukung untuknya berbicara lebih banyak tanpa khawatir mengganggu orang lain. Menyampaikan segala yang belum sempat terucap lantaran waktu sudah terlalu lama memisahkan keduanya.

"Paman, kau masih ingat aku?" tanya gadis itu seraya menundukkan kepala.

Lee Jaesung. Pria yang Hyora tahu sangat berarti bagi kekasihnya. Tidak ada yang menyangka jika pertemuan mereka akan terjadi seperti ini. Meski hubungan Jaesung dan Hyora tidak terlalu akrab dibandingkan anggota keluarga lain, tapi gadis itu sangat menghargai Jaesung.

"Aku bahkan belum mengucapkan selamat atas kesuksesan Paman, tapi kau lebih dulu pergi," sesalnya.

Hyora memandangi vas bunga berukuran kecil yang sejak tadi masih ada di genggaman. Ia membuka lemari kaca di hadapan kemudian meletakkan benda tersebut tepat di sebelah pigura.

"Paman ... terima kasih karena telah menjadi ayah yang terbaik untuk Kak Jihyuk, tapi anak itu memang sangat keras kepala, bukan?" Terdengar kekehan kecil tersemat di sela kalimatnya. "Tapi sifatnya itu ternyata membawa hasil baik di antara aku dan Kak Jihyuk."

"Biar aku sampaikan rahasia ini dengan Paman," ujar Hyora dengan nada pelan, sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku sedang berpacaran dengan Kak Jihyuk. Setelah bertahun-tahun akhirnya aku bisa melepas kecemasan karena Kak Jihyuk terus meyakinkanku. Sayangnya, sekarang rasa takut dalam diriku perlahan muncul kembali. Apa memang benar jika bahagia tidak ada yang abadi?"

Gadis itu menutup kembali kaca yang masih terbuka. Sengaja menghentikan kalimatnya atau ia bisa saja menangis di sana. Hyora berulang kali menghela dan mengembuskan napas dalam-dalam, upaya untuk menenangkan diri.

"Aku juga sangat terkejut mendengar kabar bahwa Paman jatuh sakit, tapi ternyata Tuhan jauh lebih sayang dengan Paman. Semoga Paman selalu bahagia, ya."

Dengan pulasan senyum, kalimat tersebut menjadi akhir dari cerita Hyora. Gadis itu merendahkan tubuh untuk meraih tas yang sengaja diletakkan di bagian bawah. Ketika kakinya baru mencapai langkah kedua, ia terhenti. Seakan belum ingin pergi, sesuatu yang mengganjal di hatinya menahan gerakan kaki.

Belum berjalan terlalu jauh, netranya mengerling. Kembali menatap pigura, tepatnya ke arah Jihyuk. "Apa aku diizinkan mengucap satu permintaan pada Paman? Tolong jaga Kak Jihyuk di mana pun dia berada."

FORELSKET - New Version ✔Where stories live. Discover now