31 - Sadar yang Mengetuk

90 36 20
                                    

Sudah lima menit lalu keduanya tiba di sebuah kafe dekat kediaman Hyora. Suasana di sekitar cukup ramai, tapi dua manusia yang memilih untuk fokus pada minuman masing-masing tetap diam. Satu di antaranya sibuk mengaduk minuman cokelat, sedang lainnya hanya menghangatkan jemari pada sisi gelas.

Hyora menyudahi gerakan tangannya kemudian mendecak. Netranya menjeling, mengawasi Wooyeon yang sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari gelas di hadapan. Gadis itu lantas menyatukan jemari, menggerakkan jari-jarinya itu dengan asal kemudian menoleh ke arah samping.

"Jadi, aku harus menyisihkan waktuku hanya untuk melihatmu terdiam seperti ini?" tanya Hyora kemudian mengembalikan pandangan ke depan.

Lelaki yang diajaknya bicara itu membenarkan posisi duduk dan tidak lama menyodorkan beberapa kertas. Benda yang diberikan oleh Hajoon, tapi sama sekali tidak pernah disentuh oleh Wooyeon.

"Seharusnya ucapan rindu yang ingin kau dengar itu bisa ditemukan di dalam sini. Mungkin tidak hanya itu, berbagai ucapan maaf juga pasti memenuhi lembaran kertasnya."

Penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Wooyeon, Hyora membuka satu per satu surat yang masih tertutup rapat. Matanya bergerak cepat membaca kalimat yang dituliskan, sedang Wooyeon terus berbicaraㅡtidak peduli apa Hyora mendengarkannya atau tidak.

"Ayah bilang surat itu selalu dikembalikan oleh petugas pos. Ketika mendengar pengakuan Ayah, aku jadi mengerti perasaannya. Seperti merasa tidak ada kesempatan untuknya memperbaiki hubungan dengan kalian dan akhirnya berpasrah pada keadaan."

Gerakan mata Hyora terhenti. Meski surat tersebut masih ada di genggaman tangannya, tapi fokusnya teralih untuk mendengarkan penjelasan Wooyeon. Hyora ingin sekali mengetahui kabar sang ayah usai memutuskan untuk meninggalkan rumah.

"Sepertinya belum terlambat jika aku memberi tahu hal ini padamu. Aku tidak pernah bermaksud untuk menjauhkanmu dari Ayah dan justru sebaliknya. Kau tahu fakta bahwa menemukanmu butuh waktu selama berbulan-bulan? Begitu mendapat informasi tentang keberadaanmu, aku langsung datang dan memberikan petunjuk yang mungkin tidak kau sadari."

Hyora menggerakkan jemarinya kembali, gadis itu memilih untuk menunduk. "Kenapa kau mau mencariku sampai begitu lama?"

Wooyeon tertawa hambar. Sudah ia duga kalau gadis itu akan melontarkan pertanyaan. "Untuk mencuri perhatian Ayah? Terdengar sangat egois, tapi yang ada di pikiranku hanya itu. Sederhana saja, mencari dan mendapatkan orang yang Ayah rindukan kemudian mempertemukan mereka dan Ayah akan bangga padaku."

Raut wajah gadis di depannya masih menunjukkan banyak tanda tanya.

"Perkenalan tanpa identitas, balon merah di taman, dan tteokbokki. Kau ingat semuanya?"

"Kau tahu tentang itu juga?" Kertas yang awalnya berada di tangan segera diletakkan di atas meja. Jemari Hyora ditautkannya satu sama lain dan dijadikan penopang dagu. Ia siap mendengarkan lebih banyak lagi dari mulut Wooyeon.

"Tentu karena aku yang melakukannya."

Satu kalimat singkat dari laki-laki itu sontak membuat Hyora menurunkan tangannya. Menatap dengan pandangan tidak percaya. Namun, selang beberapa detik, ia tertawa sembari menggeleng. "Jangan berbohong! Kau bahkan belum cukup lama mengenalku untuk tahu hal-hal semacam itu."

"Memang, tapi informasi yang kudapatkan ternyata membuatku tahu bahkan sampai hal sekecil itu," jelas Wooyeon seraya menggeser sebuah potret yang menjadi alasan awal dari setiap rencana yang disusunnya.

Manik cokelat tua Hyora melihat jelas sosok yang ada di dalam foto tersebut, pun dengan pikirannya yang masih mengingat bagaimana foto keduanya diambil. Garis lengkung yang terpatri di wajah menyiratkan kebahagiaan. Benda yang sudah terlihat usang itu mengingatkan bahwa perpisahan Hyora dengan Hajoon sudah terlampau sangat lama. Ia sengaja membalikkan kertas untuk menemukan hal apa lagi yang ditulis sang ayah. Sudah menjadi kebiasaan Hajoon yang senang menyampaikan momen berharga melalui tulisan di balik foto. Katanya supaya kenangan itu tidak pernah terlupakan.

FORELSKET - New Version ✔Where stories live. Discover now