11 - Terlepas Dari Kata Sembunyi

292 133 66
                                    

Beberapa potong kertas berukuran kecil berserakan di atas lantai, sementara dua orang yang berada di dalam ruangan tersebut sibuk menulis. Pria yang bersama dengan gadis kecil tersebut menghentikan gerakan tangannya. Lantas, ia hanya memusatkan pandangan pada seseorang di hadapannya yang sejak tadi belum juga selesai. Mata pria itu kemudian mengamati benda serupa yang sudah tergeletak secara berantakan di sekitar gadis kecilnya. Meraih satu per satu kemudian membacanya.

"Kau menulis banyak hal yang sama rupanya?"

Suara pria itu berhasil membuat Hyora menoleh dan merebut kertas-kertas dari tangan sang ayah. Anak itu mengerecutkan bibirnya, membawa tangan penuh dengan benda yang baru diambil dari ayahnya itu mendekat dengan dadanya. Sengaja menyembunyikan supaya tidak ada yang membaca apa yang sudah ia tulis.

"Semakin banyak yang kutulis, semakin banyak harapan yang akan dikabulkan," bela Hyora sembari memasukkan kertas tersebut ke dalam balonㅡmengikuti apa yang dilakukan oleh Hajoon, ayahnya, sebelumnya.

Hajoon memangku dagu. "Lalu apa yang kau tulis? Ayah tidak jelas membacanya tadi."

Sambil masih tertunduk, putri kecilnya menanggapi, "Selalu bersama Ayah dan Ibu."

Pria yang menjadi ayahnya itu jelas sudah membaca apa yang ditulis oleh Hyora. Namun, mendengar dari mulut Hyora sendiri yang berbicara ternyata jauh lebih membuatnya bahagia. Tangan Hajoon beralih menuju pucuk kepala Hyora, mengusap rambutnya lembut.

"Tentu. Memang siapa yang mau merebut Hyora dari Ayah? Tidak akan Ayah biarkan!" ujar Hajoon tegas, refleks membuat senyuman di wajah putrinya mengembang. "Karena kau sudah selesai, ayo ikut Ayah! Kita terbangkan balonnya."

Selalu menjadi momen yang dinantikan oleh Hyora saat menjelang pergantian tahun. Hanya kebiasaan ia dan ayahnya, melepaskan balon harapan ke udara. Kedua tangan Hyora sudah memegang erat tali dua buah balonㅡmasing-masing tertuliskan nama Hyora dan Hajoonㅡdan mengikuti langkah kaki Hajoon dari belakang. Dalam hitungan ketiga, balon tersebut sudah dilepaskan ke udara. Kepala Hyora perlahan mendongak ke atas, mengamati harapan-harapannya yang dibawa oleh angin sampai menghilang dari pandangan.

Hanya itu satu-satunya momen yang terlintas di dalam pikiran Hyora. Berusaha memecahkan sesuatu yang tidak seharusnya ia lupakan. Fokusnya terusik ketika seseorang memencet bel rumah, menyadarkan Hyora akan jarum jam yang terus berputar. Tangannya bergegas menutup tas ransel miliknya dan melihat siapa yang datang dari jendela kamar sebelum akhirnya ia keluar. Dua laki-laki sedang berdiri di depan rumah.

Jihyuk melambaikan tangan begitu pintu yang terbuka menampilkan sosok Hyora, sementara seseorang yang lebih muda memunculkan kepalanya dari belakang tubuh lelaki itu. Memberikan senyuman manis kemudian berdiri tegak di samping Jihyuk.

"Oh, kau juga datang bersama Eunso?" tanya Hyora. Gadis itu sama sekali tidak menyadari kalau Jihyuk memesan tiket untuk tiga orang kemarin yang artinya perjalanan tersebut bukan hanya untuk mereka berdua.

Anggukan Jihyuk sudah cukup menjadi jawaban atas pertanyaan Hyora. "Kalau tidak kukabulkan permintaannya, ia akan terus merengek. Kenapa kau sangat ingin ikut?"

Eunso sengaja bergumam dengan satu tangan yang ia lipat di depan dada. Laki-laki itu menopang dagu dengan tangan satunya, mengetukkan jari di pipi seraya berpikir.

"Tentu saja aku juga ingin ikut liburan!" seru Eunso, tapi setelahnya ia mendekatkan wajah dengan telinga Jihyuk. Seolah ingin tahu apa yang ingin dibicarakan oleh adiknya, Jihyuk refleks memiringkan tubuh. "Jangan-jangan kau berharap bisa liburan hanya berdua saja dengan Kak Hyora, ya?"

"Apa?!" Jihyuk menjauhkan tubuhnya dari Eunso, membuat Hyora melihat keduanya dengan heran.

"Di mana tasmu?" tanya Jihyuk, mengalihkan topik pembicaraan. Memang benar, gadis yang bersamanya itu jauh dari kata siap untuk bepergian.

FORELSKET - New Version ✔Where stories live. Discover now