16. Kerkom

53 15 16
                                    

 "Ada sebuah rasa yang tak terkira. Ketika aku dan kamu melebur jadi satu."

***

"Masih ingat ada berapa jenis surat?"

Bu Rika mengedarkan pandangan ke penjuru kelas. Menunggu barangkali ada satu dua muridnya menunjuk tangan.

Satu

Dua

Tiga

Sampai detik ke sepuluh tidak ada tangan yang tergerak, apalagi terangkat. Bu Rika lantas tersenyum masam. Satu kelas mulai meringis, mencari tumbal agar bisa mereka korbankan demi tidak mendengar ocehan panjang kali lebar yang pedas penuh majas dari guru kesiswaan itu.

"Saya bu."

Sekelas menarik nafas lega. Arcelia memang bisa dibilang hampir selalu menyelamatkan mereka.

"Silakan Arcelia."

"Ada banyak jenis surat. Tapi pada dasarnya dibagi dua, formal dan nonformal. Contoh surat formal yaitu surat dari instansi, surat dinas, surat pengesahan dan lainnya. Contoh surat nonformal yaitu surat untuk sejawat, memo dan semacamnya, bu."

Arcelia bisa mendengar ringisan Felis disebelahnya, boro-boro untuk ingat, tentang kata 'sejawat' pun dia tak tahu. Malah tadi sempat sedikit terperangah mendengar kata itu dan berseru, "Apa? jerawat?"

Bu Rika mengangguk membenarkan, "Ada yang ingin ditambahkan?"

"Mana inget lah Ya Tuhan. Itu pelajaran jaman kapan."

"Saya deh bu."

Seperti biasa, jika ada yang menunjuk seperti itu, maka pasang-pasang mata akan spontan menoleh. Kecuali Arcelia yang masih sibuk menyalin dari papan tulis.

"Ada satu lagi bu sebenarnya."

"Apa itu?" Tanya Bu Rika skeptis,

"Ada satu lagi. Namanya surat rahasia. Surat yang hanya diketahui pengirim dan penerimanya."

Arcelia menghentikan gerakan penanya untuk menoleh pada lelaki di sudut kelas sana. Jika matanya tidak salah, Juna sempat meliriknya ketika mengucapkan kalimatnya itu.

"Contohnya tuh surat cinta, bu."

Dengan tanpa berdosa Juna tersenyum setelahnya. Satu kelas sudah tertawa dibuatnya, beberapa di antaranya meneloyor kepala Juna. Seolah tidak peduli dengan muka bu Rika yang berubah di depan sana.

Arcelia menyipitkan mata, mengulas senyum salah tingkah melihat Juna dengan usahanya mencairkan suasana. Sementara kepalanya berpikir.

Apakah Juna memang pengirimnya?

***

"Diem aja?" Juna melirik ke spion, menginterupsi Arcelia yang sedang asyik mengamati jalan raya.

"Nggak tau mau ngomong apa." Jawab Arcelia apa adanya. Mata almondnya itu membalas manik Juna melalui kaca spion.

"Main tebakan aja yok."

"Hah?" Alis Arcelia mengangkat bertepatan dengan warna lampu yang berubah hijau.

"Main tebakan, Ar."

"Iya denger. Tebakan apa?"

Juna berdehem sebentar sebelum menggerakkan bibirnya bicara. "Aku sering disebut sebagai mula manusia sebelum berevolusi. DNA-ku hampir seratus persen sama. Aku siapa?"

Arcelia menaikkan alis, "Kera?" Terkanya terlalu mudah.

Namun Juna tertawa, entah sebab apa.

"Kok ketawa sih kan bener?!"

EPIPHANYWhere stories live. Discover now