11. Perkara

45 19 12
                                    

 "Touch her? You dare me."

***

Pelajaran terakhir hari ini adalah Kewirausahaan. Berisik telah terdengar sejak sepuluh menit, kelas memang telah selesai lima menit yang lalu, tetapi Pak Irman meminta sedikit waktu menyelesaikan materi.

Arcelia sedang membereskan barangnya. Sedari tadi Felis nampak gelisah. Cewek itu bahkan telah siap untuk pulang sekarang.

"Lo kenapa Fel?"

Felis menggeleng, "Gue pulang duluan ya, Ar."

Teman sebangku Arcelia itu melangkahkan kakinya. Koridor kelas begitu sesak, sudah menjadi pemandangan biasa ketika pulang sekolah. Tetapi Felis yakin, ini tidak biasanya.

Ia melihat beberapa anak sosial, anak kelas sepuluh sampai dua belas. Ini sangat mudah dideteksi. Dari kerumunan, muncul seorang cewek dengan tubuh sintal, rok lebih ketat dari siswa lainnya dengan dua orang lagi di kanan-kirinya.

Felis menarik oksigen sebanyak-banyaknya atas prasangka yang benar.

Cewek itu adalah Sinta. Mengklaim dirinya sebagai dewi-nya Rama. Slogan utama yang dijunjungnya tinggi-tinggi ialah: 'Rama adalah milik Sinta." Mengukuhkan diri sebagai peringkat nomor wahid dalam daftar admirer Rama. Tak lupa, cewek ini handal sekali mencari informasi. Sedikit saja terdeteksi ada cewek yang dekat dengan Rama meski itu hanya sebatas teman satu kelompok, besoknya akan terdegar berita bahwa Sinta melabraknya.

Pernah sekali, anak kelas sepuluh, belum tahu apa-apa. Kepergok ngegibahin Rama ketika Sinta lewat. Saat itu juga, mulut pedas Sinta beraksi. Menyerang adik kelasnya habis-habisan hingga menangis.

Felis tidak mau hal serupa juga terjadi pada sahabatnya. Ia berbalik ke kelas, harus memberitahu Arcelia tentang ini.

Namun sebelum tumitnya bergerak, Sinta menjegal tangan Felis, menariknya untuk berhadapan langsung dengan iris berlapis softlense berwarna abu yang makin membuatnya nampak sadis.

"Mau kemana lo?" Cewek itu mengangkat dagu. Felis berusaha melepaskan tangannya, "Gue mau masuk."

Gerombolan siswa membuat barikade lingkaran. Persetan. Pokoknya Felis tidak boleh takut dengan Sinta.

Sinta terkekeh, "Dev, inikan yang temennya cewek itu?" Tanyanya pada dayangnya.

"Iya Sin." Dayang bernama Devi itu beralih pada Felis, "Lo Felis kan?"

Felis mengusahkan mukanya sejutek mungkin, "Iya! Kenapa lo?"

"Kasih tau gue dimana temen lo itu."

Felis menyeringai, "Lo anak lambe kan? Cari aja sendiri!"

"Heh! Sok melawan banget ya lo!" Sinta berseru tidak terima, meraih rahang Felis dengan jemarinya. Sentuhan kuku panjang berkuteks itu membuat pipi Felis pedas.

"Kasih tau temen lo di mana. Gue pinta baik-baik. Atau lo mau cara yang lebih sadis?"

Dengan segenap keberanian yang tersisa, Felis menggeleng kuat-kuat, berharap Arcelia punya urusan di kelas lebih lama lagi.

Atas jawaban yang tidak diharapkannya itu, Sinta mengeratkan jemarinya, "Sialan lo!"

Arcelia tidak suka keramaian. Seperti biasa, jika ada gerombolan manusia seperti ini, ia akan cepat menjauh. Tetapi kali ini tidak. Mata almond itu melihat Felis berada di tengah lingkaran manusia. Jelas-jelas sahabatnya itu didesak.

EPIPHANYWhere stories live. Discover now