9. Perlindungan

47 24 18
                                    

"Genggamanmu adalah nyaman, aromamu adalah candu, dan dekapanmu adalah kehangatan yang selalu membuatku ingin pulang."

***

Arcelia melepaskan helm ketika motor Rama menepi di parkiran SMA Pembina. Yang dia ingin saat ini adalah cepat-cepat menyelesaikan urusannya dengan Rama. Maka setelah mengucap terima kasih, ia langsung melenggang ke arah gedung-gedung SMA Pembina. Berbaur dengan banyak seragam yang hilir mudik kesana-kemari.

Ia tadi sudah berjanjian dengan Felis dan Gita untuk menunggunya. Arcelia belum pernah masuk ke sekolah ini, omong-omong. Ia tentu sadar betul jika urusannya akan bertambah rumit jika dia tersesat di sekolah yang sekarang sepenuh ini.

Karenanya, Arcelia mengeluarkan ponsel. Membuka chat grupnya dan menanyakan dimana keberadaan dua manusia itu.

Belum jauh langkah kakinya terhitung menjejak bumi, derap langkah yang mendekatinya lantas memundurkan badannya secara tiba-tiba.

Arcelia mengadah. Menemukan tiga lelaki berseragam SMA menghadangnya. Yang satu memegang rokok, yang satu berambut gondrong dengan cat abu-abu terang dan satu lagi menyunggingkan senyuman yang membuat Arcelia menahan nafas ngeri.

"Hai cantik! Lo dari mana nihh?"

Bukan urusan lo gue darimana.

"Cantik-cantik kok sendirian sih?"

"Sama kita aja yuk."

Arcelia mengepalkan tangannya mencegah gemetar menyusup di antara ruas-ruas jari. Sebagai seorang siswa, ia tahu benar tipikal macam apa tiga orang ini.

"Nama lo siapa?"

Belum sempat Arcelia memikirkan satu tindakan, cowok itu dengan santai mengerahkan mata pada dada kanannya. Memicingkan mata, membuat Arcelia merapatkan sisi jaketnya sebagai pelindung.

"Kok mundur sihh?"

"Dari SMA mana sih? Body lo-" cowok bercat abu itu melukiskan lekuk jam pasir dengan kedua tangan, mengode temannnya dengan mengerlingkan mata genit, "Boleh juga, nggak nih?"

Arcelia meremas ponsel yang masih ia pegang dengan nafas memburu. Seharusnya dia tidak sendirian. Muncul penyesalan tentang mengapa ia tidak sabar sejenak  dan menunggu Rama. Walaupun menyebalkan, setidaknya Rama-lah satu-satunya orang yang dia kenal di sini.

Cowok dengan rokok terselip di antara jemari itu mengepulkan asap tebal hasil isapan yang begitu dalam ke wajah Arcelia, membuat gadis itu terbatuk seketika.'

Ketika tangan kiri Arcelia refleks menutup mulutnya, salah satu dari mereka menarik sisi kanan jaketnya hingga tersingkap. Mata lelaki itu menilik dalam-dalam. Mengambil semua keuntungan yang bisa ia dapat.

"Arcelia Tis-"

Belum lengkap namanya diucapkan, Arcelia meraskan punggungnya menabrak tubuh seseorang. Pikirannya gundah. Dia sungguh terjebak sekarang.

Mungkin saja cowok-cowok berandal ini bukan hanya tiga, dan bagimana jika beberapa dari mereka sebenarnya telah mengepung dari belakang? Pikiran itu membawa geliginya beradu takut bersamaan dengan tungkai yang mendadak seperti jelly.

Arcelia menutup kelopak mata mengumpulkan keberanian. Kala itulah indra penciumannya merasakan aroma menyeruak.

Arcelia mengenalinya.

Memikirkan siapa pemilik aroma itu membuat darahnya berdesir dari ujung kaki sampai ubun-ubun. Jantungnya ikut bagian dengan memompa lebih deras.

"Jangan kurang ajar lo jadi cowok!"

EPIPHANYWhere stories live. Discover now