14. Surat Ketiga

27 12 8
                                    

 "Katakan jika kamu hadir di sini. Katakan jika bukan imajinasiku saja yang berharap demikian."

***

Arcelia mengambil pembersih kaca beserta semprotannya dari pojokan kelas. Sama seperti sekolah lain, sekolahnya juga menerapkan sistem piket mingguan. Hari ini adalah jadwal piketnya.

"Piket ya Ar?"

Arcelia mengangguk pada Juna yang sedang menumpuk-numpuk bukunya.

"Udah. Bolos aja. Perasaan yang piket lo sama Pika mulu."

Benar juga kalau dipikir-pikir. Tapi Arcelia menggeleng, ini kan sudah menjadi tanggung jawabnya. "Nggak boleh. Emangnya lo yang piket pas abis dihukum doang."

"Mana! Rajin gue mah." Jeda dua detik, "Rajin ngerusuh maksudnya."

"Yee!" Arcelia paham betul apa jenis kerusuhan yang sering dilakukan komplotan anak cowok yang kurang kerjaan. Seperti sengaja memberantaki kursi, menarik taplak meja, menyiram lantai dengan air atau-

"Nih Ar! Biar seru gue rusuhin juga."

-mengotori papan tulis yang sudah bersih dengan tinta.

Arcelia menggeram kepada pelaku yang sedang memeletkan lidahnya tanpa dosa.

"Kurang kerjaan! Hapus nggak Jun!"

Juna semakin gencar melakukan aksinya, memenuhi papan tulis dengan tinta hitam pekat dengan nama Arcelia yang di tulis capslock, juga disertai tanda love besar sesudahnya. Juna tertawa bangga atas ulahnya. Memberi ejekan melalui mukanya yang dijelek-jelekkan. Mirip sekali dengan tikus.

"Junaa tikus!"

Arcelia mengejar Juna yang berlarian di antara meja dan kursi, membuatnya berantakan lagi. Membalas perbuatannya dengan menyemprot menggunakan cairan pembersih kaca. "Nih! Minum nih minum biar otaknya bener!"

Kaki-kaki lelaki itu berpindah dari meja ke meja, sesekali melihat pada pijakannya. "Masa marah! Gue kan gue nulis nama lo! Itu ada love nya lagi!"

Juna oleng, kakinya tergelincir. Sontak suara bedebum membuat cowok itu berhenti. Terjungkal dan tertimpa kursi.

"Rasain!"

Dengan kejengkelan mengubun-ubun, Arcelia menyemprotnya sarkatis. Cairan wangi itu menyebar di wajah Juna sesaat sebelum Arcelia melangkah keluar kelas untuk melanjutkan piketnya.

"Ar!"

Belum sampai satu menit, Juna telah berdiri di samping kaca,"Napa lo? minta disemprot lagi?" Arcelia melayangkan semprotan kaca. Heran atas ketengilan cowok itu.

"Judes amat sih mbaknya," Juna menyandarkan badan pada dinding, bersidekap. "Masih lama pulang?"

"Iyalah."

"Yaudah gue nanti juga pulangnya."

"Lo ngapain di sini?"

"Mau nungguin lo lah."

Arcelia berdecih malas, "Dih, gue nggak minta tungguin."

Juna memajukan bibir bawah sok imut, "Biarin."

"Nggak! Paling mau ngerusuh lagi."

Semprotan sudah berada tepat di depan muka Juna, "Pulang nggak lo? apa mau gue bikin ganteng pake ini?"

"Nggak perlu. Kan gue udah ganteng."

"Idiww!" Arcelia mendorong Juna secara paksa dengan semprotan masih sedia sebagai senjata. Juna hanya terkekeh oleh ulah cewek itu. Kemudian pasrah, membalik badannya menutup ujung penyemprot dengan tangan, "Beneran nggak mau nih ditungguin cowok ganteng?"

"IDIHH NAJISS!"

"Nggak boleh kasar gitu sama cogan!"

"Udah sana pergi! Mules gue lama-lama liat lo!"

"Sekarang nggak mau. Besok-besok pasti mau."

Arcelia tidak tau apa maksud cowok itu, kembali meneruskan piketnya setelah memastikan Juna benar-benar pergi dari tempat itu.

Ia menyemprot kaca, mengomel dalam hati karena kaca ini sudah sangat kotor. Sepertinya dari sekian banyak siswa yang kebagian piket satu minggu sekali, hanya beberapa yang menjalankan tugas dengan sepenuh hati. Nampak sekali kaca ini tidak pernah di lap. Atau jangan-jangan hanya dia yang mengelapnya?

Disela omelan monolog pada dirinya, dari kaca yang meremang karena debu, Arcelia menangkap bayang seseorang. Tidak yakin, Arcelia kembali menarik gagang pembersih kaca. Sekali, dua kali, lima kali, hingga kaca menjadi jernih. Maniknya tidak slaah, ada bayangan Rama memantul di sana.

Entah kenapa Arcelia menoleh saja, memastikan kehadiran lelaki itu bukan hanya ada pada imajinasinya.

Rama benar sedang berjalan di koridor area IPA ini. Semakin dekat langkahnya, maka Arcelia buru-buru mengalihkan mata.

Matanya tidak mau tertangkap lagi.

***

Setelah bersusah payah menahan hasratnya dengan mandi dan berberes terlebih dulu, Arcelia sekarang duduk di ranjang kesayangannya, berhadapan dengan tas sekolah tempat menyimpan benda yang ia temukan di laci meja. Benda yang membuatnya dalam mood amat baik hari ini.

Bukankah mendebarkan untuk menumpuk ketidaksabaran demi sesuatu yang begitu menyenangkan?

Anggap saja demikian. Hatinya entah mengapa dengan serta-merta yakin kepada pengirim surat itu.

Bukan seperti dua gulungan surat sebelumnya. Kali ini kotak persegi panjang kecil berwarna biru langit yang dibungkus kain beludru berwarna senada.

Arcelia menarik pita yang terikat pada kotak tersebut, membukanya perlahan. Seperti apa yang ia lakukan sebelum-sebelumnya.

Binar di mata almondnya dan gigitan pada bibir bawahnya cukup menjelaskan bagaimana kabar hati Arcelia tatkala mendapati apa yang pengirim surat itu berikan.

Arcelia mengamati kacamata itu lekat-lekat. Seperti melihat benda yang dikirimkan dari planet lain.

Bagaimana bisa begitu mirip dengan miliknya yang hilang? Terlebih mendapati matanya merasa cocok dengan ukuran minus lensanya.

Di antara rautan kertas yang menjaga kacamatanya baik-baik saja, Arcelia meraih gulungan yang persis sama. Membacanya dengan kacamata yang masih terpasang.

Hai Bintang!

Baiklah, mungkin pengirim surat ini senang memanggilnya dengan panggilan itu.

Tadi nggak sabar ya bukanya?

Pertanyaan pembuka itu membentuk sabit pada bibirnya.

Kacamata kamu hilang kan? Hence, that's the new. Nggak ada yang persis sama kayak punya kamu dulu. Tapi semoga kamu suka.

Bahkan Arcelia lebih menyukai yang versi ini.

Simbol bintang mengakhiri kalimat penulis. Setelah melipatnya kembali, Arcelia mengambil jar beling ukuran kecil yang estetik. Mengambil dua gulungan lain yang semula di simpan dalam nakas. Meletakkan ketiga gulungan kembar itu di dalamnya.

Lihat saja, apakah gulungan lainnya akan memenuhi jar itu nanti?

***


Author Note :

Holla! 

Maaf banget sudah ngengantung Epiphany untuk beberapa minggu ini. Sebenarnya naskahnya udah ada, tapi dasaran aja godaan setan yang terkutuk membuat aku ngagret apdet. Once again, sorry.

Sebagai penebus dosa, I'll update one more part!!! Eheeh!

Thanks a lot for waitin'

Karena waitin' itu menyedihkan:)

~Fyraaa

[06.09.20]

EPIPHANYWhere stories live. Discover now