Riki_Ar: kalo kita ga muncul kemaren, udah kali si Arka nidurin tu cewe

Daniel_b: Arkana kan ga doyan cewek, khilaf kali dia kemaren HAHA

Arkana menyimpan kembali ponsel dari genggaman setelah membaca pesan dari teman-temannya. Entah siapa yang memberi nama seperti itu, Arkana tidak peduli.

Jika di ingat-ingat kejadian kemarin sangat membekas dalam ingatan. Dimana ia tidak pernah terlihat peduli dengan siapa pun apalagi dengan seorang perempuan. Namun kemarin seperti bukan seorang Arkana, terlihat sangat peduli dengan perempuan asing yang namanya saja baru ia ketahui akhir-akhir ini. Dan jangan lupa, dengan posisi yang sangat intim.

Sadar sedang memikirkan gadis itu, buru-buru Arkana bangkit dari meja makan dan melangkah menuju garasi.

***

Aruna berlari kecil menyusuri koridor kelas sebelas. Ia tidak kaget melihat tatapan dan mendengar bisikan dari seluruh siswa. Kejadian kemarin sudah ia duga akibatnya seperti apa. Bukan hanya siswa bahkan guru—pun ikut membicarakan kejadian Arkana menggendongnya. Pasalnya seperti sebuah mimpi, melihat betapa peduli Arkana terhadap seorang perempuan. Guru—pun tak ayal mengajak ngobrol laki-laki berhati es tersebut. Tembok es hanya akan mencair jika disinari oleh matahari, apakah Aruna yang akan menjadi matahari bagi Arkana? Kita lihat saja nanti :D

"Wahhhh. Ini nih yang buat sekolah kita heboh." sambut Zoya melihat Aruna memasuki pintu kelas. Tatapan iri maupun sorakan-sorakan terdengar memenuhi ruang kelas. Aruna yang disambut sedemikian rupa menampik senyum elegannya.

"Anjing emang dia. Habis bikin heboh malah ngilang." sambung Ziva memberi tempat duduk Aruna.

"Habis ituan malah ngilang, mana ponsel nya ga aktif lagi." Mishellia mendengus keras.

Aruna hanya bisa menampilkan gigi kelinci. "Hehe. Tenang gais, ga sabaran banget sih."

"Ga etis banget. Masa mau ena-ena di UKS," celetuk Shyla dan mengundang gelak tawa teman sekitar yang ikut mendengar obrolan mereka.

"Bangsat! Gue ga gitu ya!" elak Aruna menggebrak meja keras.

"Haha. Kayak kita ga tau lo aja Run," kekeh Zoya. "Jadi gimana ceritanya bisa sampe menghebohkan seluruh dunia dan seisinya?" lanjutnya.

"Bangsat. Lebay banget."

"Jadi gini....." berakhir lah Aruna menceritakan bagaimana asal mula ia sampai digotong Arkana ke UKS dan berakhir dengan kesalahpahaman.

***

Kringg..

Seperti biasa. Jika bel istrahat berbunyi hanya para jomblo ini yang selalu mengunjungi kantin. Selain membuat perut kenyang, mereka juga hobi menggoda dede-dede gemes agar mendapatkan gandengan. Jangan ditanya kemana perginya sahabat mereka satu lagi. Seperti tidak ada pilihan lain, tujuannya selalu sama yaitu— taman belakang.

"Ar. Serius ga ikut ke kantin lagi?" Daniel bertanya untuk kesekian kali ketika sama-sama keluar kelas. Hanya dibalas gelengan singkat Arkana.

"Kenapa si lo ga pernah mau diajak ke kantin?" tanya Riko penasaran. Seumur-umur sahabatan dengan Arkana, sekali dua kali ia melihat sahabatnya menginjakan kaki ke kantin. Terakhir sih kemarin, waktu Arkana menggendong Aruna.

"Kemarin aja sama Aruna mau. Apa jangan-jangan lo pacaran ya sama Aruna?" pertanya'an bodoh terlontar begiru saja dari mulut Riki. Tatapan Arka yang semula biasa aja berubah menjadi tajam, membuat ke Empatnya kikuk.

"Hehe. Hayuk lah, katanya laper." segera Arjuna menarik kerah Riki menghilang dari hadapan Arkana. Sampai-sampai saja telat sedetik, wajah Riki menjadi sasarannya. Pasalnya semenjak kejadian itu sifat Arkana tidak bisa ditebak. Aura-aura dingin semakin keluar.

***

"Mau kemana lo? Ga ke kantin?"

"Engga. Kalian aja, gue bawa bekal." Aruna memperlihatkan bekal yang ia bawa dari rumah dengan senyum yang memgembang.

"Yaudah. Bye."

Langkah Aruna langsung berpusat ke taman belakang. Seolah hafal dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Arkana.
Senyumnya mengembang ketika melihat pujaan hati sedang duduk seorang diri dengan tangan kiri mengapit sebatang rokok dan tangan kanan memegang ponsel. Seujujurnya Aruna paling anti jika dihadapkan dengan asap rokok. Tetapi melihat bagaimana cara Arkana mengepulkan sebuah asap dari bibir sexy—nya menambah kesan hot dimata Aruna. Ah jadi ingin mencobanya. Ia bahkan menghirup asap tersebut dalam-dalam, merasakan sensasi asap bercampur nafas segar dari mulut Arkana.

"Hi Ar." sapa Aruna.

Arkana hanya melirik sekilas. Kemudian melanjutkan aktifitasnya. Ia tidak pernah gusar ketika ada orang memergokinya sedang merokok diarea sekolah. Toh juga tidak akan ada yang berani percaya. Image yang dibangunnya sedari dulu sangat kuat terhadap guru-guru maupun siswa Praharja. Mereka mengenal Arkana adalah seorang ketua geng tetapi tidak terlihat brandalan dan nakal, bahkan semua nilai mata pelajaran hampir sempurna.

"Nih. Gue bawain bekel buat lo," Aruna membuka kotak bekel tanpa melihat reapond Arkana. "Tanda terimakasih karna lo udah nolongin gue kemarin." Lanjutnya.

"Dari pada lo ngerokok, mending makan masakan gue." Disodorkan—nya sesendok nasi bercampur dengan berbagai toping depan mulut Arkana. "Gue bikin sendiri loh, cobain deh."

Aruna tidak menyerah. Ia masih berusaha membujuk Arkana untuk mencicipi hasil masakan yang dengan susah payah ia bikin sendiri.

"Ayo Ar. Sesendok aja."

"Plis, lo harus cobain masakan gue."

"Ga gue jampi-jampi kok, murni masakan gue tanpa aneh-aneh."

"Ahh. Kalo lo ga percaya yaudah gue coba makan." Sendok yang seharusnya untuk Arkana jadi berpindah arah.

"Gapapa kan? Gue ga kasih racun kok, tapi kalo racun cinta sih pasti. Hehe."

"Ayo dong. Aaaaa." Sendok dari genggaman Aruna menyentuh permukaan bibir Arkana. Sontak keduanya saling pandang.

Merasa risih. Tiba-tiba Arkana menghempas keras sendok tersebut dan melangkah meninggalkan perempuan yang mengganggu ketenangannya.

Geram melihat sifat Arkana yang semena-mena. Aruna mencekal pergelangan tangan itu lalu dirampas—nya rokok dari tangan Arkana.

"Gue penasaran. Se-enak apa sih ni rokok sampe lo gamau cobain masakan gue?"

Kesal bercampur penasaran. Akhirnya Aruna memberanikan diri menghisap rokok tersebut. Terlalu meresapi rokok bekas bibir Arkana ia mengsihap dalam-dalam sampai lupa mengeluarkan asap itu kembali. Dan..

Uhukkk..

Uhukkk.. Uhukkk..

Uhukkk..

Mata Arkana membulat melihat tingkah nekat gadis tersebut. Lagi-lagi ia bingung harus merespond bagaimana. Apakah Aruna akan kehabisan nafas? Apa iya harus memberikan nafas buatan? Tidak bisa dicegah, perasaan khawatir menghampiri—nya. Tetapi kali ini Arkana tidak ingin mengulang.
Akhirnya ia meninggalkan Aruna dalam keadaan tidak menyenangkan.

Benci jadi canduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang