arkana!

22.5K 874 195
                                    


Drtt... Drtt...Drttt...

Dering telpon berbunyi. Mengusik ketenangan sang empu dari alam bawah sadar. Ia mengabaikan ponsel tersebut. Bahkan mengabaikan Shinta yang sedari tadi pagi menggedor pintu kamar. Arkana malah membungkus seluruh tubuh menggunakan selimut tebal. Dan kembali terlelap.

Drttt.. Drrtt.. Drttt..

Kebisingan dari pintu kamar sudah tidak terdengar lagi. Tetapi dering telpon masih saja berbunyi. Dengan berat hati Arkana mengangkat ponsel tersebut tanpa melihat nama siapa yang tertera.

"Hm," deheman Arkana suara khas bangun tidur.

"Arkana!" suara cempreng diseberang mengagetkan Arkana sedang mengucek mata. Namun ia abaikan panggilan itu.

"Ih Arkanaaaaa.." rengekan manja gadis tersebut.

Sepertinya Arkana tahu. Suara siapa ini. "Apa."

"Jemput gue dong. Cepetan."

"Maksudnya?" Arkana menaikan sebelah alis.

"Iya jemput gue sekrang. Kan tadi malem lo sendiri yang bilang kalau lo mau ikutin apa aja perintah gue."

"Oh."

Balasan santai tak selaras dengan pikiran. Ia merutuki diri nya akibat perjanjian bodoh itu. Bahkan ia tak mengingat satu pun yang dikatakan gadis itu semalam.

"Arr—"

Tuttttt.. Panggilan diakhiri sepihak oleh Arkana.

• • •

"Morning Ma."

"Morning sayang,"

"Gimana sekolah? Aman?"

Arkana hendak menyuap sarapan terpaksa berhenti. "Aman ma."

Setelah itu tidak ada pembicaraan. Mereka melakakukan aktivitasnya masing-masing. Sampai akhirnya Rama berpamitan kepada Shinta.

"Ma. Papa pergi dulu ya," menyodori tangan dan di raih oleh Shinta.

"Hati-hati Pa," mata Shinta tertutup ketika Rama mencium Shinta tepat di bagian kening. Begitulah kebiasaan orang tua Arkana jika ingin berpisah.

"Arkana juga mau berangkat," ucap Arkana menghentikan ritual kedua orang tua nya.

Setelah salim. Arkana langsung bergegas keluar. Namun tidak lupa untuk mencium adik kesayangan—nya, Rena.

Rama dan Shinta lalu tertawa melihat tingkah Arkana. Ia selalu tidak suka jika melihat orang tua nya dalam mode romantis. Apa lagi di hadapan nya. Ck alay.

• • •

"Run. Belum berangkat? Nanti telat lho," ucap Devina.

Aruna tidak merespond. Ia masih saja sibuk memencet tombol call pada nomor Arkana. Sembari melirik jam tangan. Dan menengok kiri kanan. Menunggu tanda-tanda kehadiran laki-laki yang ia telpon pagi-pagi buta.

"Aruna! Kamu dengerin Bunda gak sih!" bentak Devina.

Aruna tersentak. "I—iya Bund,"

"Kamu nungguin siapa sih?!"

"Nungguin temen Bund. Bentar."

"Gak jadi jemput kali. Ini udah mau masuk lho Arunaa," geram Devina.

"Sana gih berangkat sama Pak Somad."

"T—tapi.." belum sempat Aruna menolak. Devina langsung bergegas memanggil supir pribadi, Pak Somad.

"Pak. Cepetan antar Aruna sekolah ya. Bentar lagi masuk."

Benci jadi canduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang