Arti Buah Hati

348 23 0
                                    

Cinta tetaplah cinta walau dia terbungkus luka.

-Soraya Kusuma-

Sudah dua minggu ini, Bunga dan Riko rutin melakukan pemeriksaan di dokter kandungan. Kasihan laki-laki itu, harus menangani sifat manja istrinya. Namun, aku juga tidak bisa menyalahkan Bunga.
Aku sadar bahwa yang dilakukan Bunga itu tidak salah. Aku pernah di posisinya yang begitu khawatir tentang anak yang tak kunjung hadir. Namun sangat disayangkan, ketika buah hati telah hadir pada keluarga kecilku, Rey malah telah pergi. Hal yang lebih menyakitkan hati, kini dia tengah menikmati kehidupan barunya bersama wanita lain.

Aku tahu, cinta tidak hanya terletak pada lisan yang berkata Aku mencintaimu. Bukan pula pada raga yang saling memiliki. Cinta adalah cinta, walau dia terbungkus luka. Cinta bagiku adalah pengorbanan. Memberi kebahagiaan pada yang dicinta, dan tetap diam agar tak merusak kesenangan itu. Cinta yang aku definisikan memang begitu rumit.

"Non Aya, mau dibawakan apa lagi?" tanya Bibi Aning.

Aku terkesiap setelah mendengar suaranya. Sejak kapan Bi Aning ada dihadapanku? Terlalu tenggelam berkhayal tentang Rey, aku sampai tidak sadar kehadiran wanita ini.

"Tidak, sudah cukup," balasku setelah memandangi teh yang sudah tersaji di atas meja.

"Non Aya, jangan suka melamun! Nanti kesambet," ucap Bibi Aning sambil tertawa renyah.

"Ih, Bibi, bicaranya gitu, balasku dengan nada sedikit manja. Aya tidak melamun, cuman lagi berpikir."

"Memangnya, Non Aya sedang memikirkan apa?" tanya Bibi Aning sambil ikut duduk di sampingku.

"Kepo, deh," balasku.

"Kalau ada apa-apa, bilang sama Bibi! Mau curhat juga bisa. Kalau curhat sama Bibi, dijamin aman," ucapnya sambil memberikan jempol tepat di depan wajahku.

Aku menggelengkan kepala. Wanita ini walau sudah berumur, tapi cara bicaranya seperti anak muda saja.

Di sela candaanku dengan Bi Aning, Riko dan Bunga  tiba-tiba pulang. Mobil mereka berhenti tepat di depan teras. Melihat mereka yang turun dari mobil, aku lemparkan senyum ke arah keduanya. Bunga berlalu begitu saja ke dalam rumah dengan wajah murung.

Ada apa dengan wanita itu?

Riko masih mematung di depan mobil. Pandangannya juga seperti tidak bersemangat. Dengan langkah lesu, perlahan dia beranjak ke arah pintu. Aku langsung berdiri dan menghampirinya.

"Ada apa, Riko?" tanyaku karena khawatir.
Riko mengalihkan pandangan ke arahku. Terlihat wajahnya benar-benar sangat lesu. Tidak ada gairah. Nanti saja kita bicarakan, jawab Riko, lantas juga berlalu meninggalkanku.

Tok ... tok ... tok ....

Aku berdiri di depan pintu kamar Bunga dan Riko. Beberapa kali aku mengetuk pintu. Kugigit ibu jari, sambil menunggu respon dari Bunga.

Ayo, jawab ketukan pintu ini!

"Itu Kak Aya, ya?" tanya Bunga dari balik pintu. Akhirnya, ada juga respon darinya.

"Iya, Dek. Apakah Kakak boleh masuk?"

Sedetik, dua detik, sampai lima detik, tak kunjung mendapat jawaban. Nekat kubuka saja pintu perlahan, lalu mengedarkan pandangan. Kulihat Bunga tengah berdiri di dekat jendela dengan tatapan nanar ke arah luar. Matanya sudah sembab, sepertinya dia habis menangis. Sangat memprihatinkan melihat kondisinya.

"Ada apa, Dek?" tanyaku.

Bunga langsung memelukku. Tentu saja aku bingung. Dia semakin mengeratkan pelukannya sembari menangis tersedu. Aku elus dengan lembut punggungnya. Terasa badannya sedikit bergetar. Aku semakin yakin bahwa permasalahan yang dia alami benar-benar hal yang serius.

Dalam DekapanWhere stories live. Discover now