Akhir Kebersamaan

460 33 0
                                    

Sesampainya di restoran, kuedarkan pandangan dan melihat Bunga tengah duduk dengan laki-laki yang tidak lain adalah Riko. Rasanya nafsu makanku langsung hilang setelah melihat laki-laki menyebalkan itu.

"Kalian sudah lama?" tanyaku sekadar basa-basi sambil mengambil posisi duduk berhadapan dengan Bunga dan dan Riko.

"Baru saja," jawab Riko sambil tersenyum.

Aku muak melihat wajah dan senyum yang dia berikan. Aku merasa semanis apa pun senyum yang dia berikan, tetap saja tidak akan meluluhkan hatiku ini.

Kami menyantap makanan yang tersaji, tidak banyak pembicaraan yang terjadi. Pada pertemuan kali ini aku merasa seperti obat nyamuk di antara mereka. Terjebak di antara orang yang sedang memadu kasih. Menyebalkan.

"Kak Aya, kami akan menikah bulan depan," ucap Bunga dengan mata yang berbinar-binar.

"What?"

Aku memebelalakkan mata dan bersuara setengah berteriak. Sadar dengan suara yang keluar dari mulut lumayan keras, aku langsung menutup mulut dengan kedua telapak tangan sambil menengok orang di sekitar yang tengah menatap heran. Memalukan sekali.

"Bagaimana bisa kamu akan menikah dengan dia? Aku tidak akan membiarkan itu," cercaku.

"Kak Aya, kami sudah mengadakan pertemuan keluarga seminggu yang lalu. Insya Allah pernikahannya akan dilaksanakan satu bulan lagi. Bunga mohon hargai keputusan yang sudah kami diambil! Sudah Bunga katakan Mas Riko itu orang yang baik. Dia juga sangat hormat dengan Ayah dan Ibu. Kalau dia cuman main-main dengan Bunga tidak mungkin dia mengajak Bunga untuk serius, Kak," jawab Bunga.

Namun-"

"Pasti masalah masa lalunya," tukas Bunga.
"Sudahlah, Kak. Ayah dan Ibu juga sudah tahu. Coba Kakak lihat bagaimana sikapnya akhir-akhir ini. Sudah baik, kan?"

Aku hanya diam. Memang sejauh ini aku melihat Riko yang sekarang adalah orang yang baik. Namun, tetap saja aku begitu kesal dengannya. Aku menghela napas dengan kasar.

"Lalu kenapa harus secepat ini?"

"Padahal maunya nanti saja. Namun, orang tua Bunga ingin secepatnya. Aku juga setuju. Lagi pula untuk hal-hal yang seperti ini lebih baik disegerakan. Betul, kan?" ucap Riko lalu diakhiri dengan memberi cekungan sabit di bibirnya.

"I-i-iya," jawabku dengan terbata-bata.

"Setelah menikah kami akan tinggal di Malang, Kak," ucap Bunga kepadaku sambil menyantap makanannya.

Aku sontak terkejut. Meminum seteguk juice alpukat yang ada di atas meja.

"Kenapa?"

"Mas Riko kerja di sana, tidak mungkin aku LDR dengannya," jawab Bunga.

"Aku itu sudah terkejut dengan pernikahan kalian yang terkesan mendadak. Ditambah lagi aku harus mendengar ini. Jujur saja, aku begitu terkejut. Menikahnya dengan dia lagi," ucapku sambil menatap Riko dengan mata jengah.

"Kak Aya!" Bunga menyebut namaku dengan lembut.

Drrrt ... Drrrt....

"Sebentar."

Bunga langsung menggapai ponselnya yang berada di atas meja. Setelah membaca pesan yang ada di atas meja Bunga langsung menatapku dan Riko dengan lekat.

"Ada apa?" tanya Riko.

"Aku harus pergi sekarang ke rumah teman. Apakah tidak apa-apa kalau aku tinggal?" tanya Bunga.

🥀🥀🥀

Aku masih menunggu taksi yang sedari tadi tidak ada yang lewat. Berdiri di depan sebuah toko swalayan dengan sesekali menyeka keringat yang membasahi wajah. Cuaca sore ini memang sangat panas. Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tepat di depanku.

Dalam DekapanWhere stories live. Discover now