Merayu Pemilik Hati

323 23 0
                                    

Kalau kisah ini memang harus berakhir, aku hanya berharap bahwa akhir dari cerita itu, aku telah membawa segenap cinta pada-Mu.

-Soraya Kusuma-

Udara dingin subuh ini sudah dipenuhi segala aktifitas oleh semua anggota rumah. Ayah dan Ibu membantuku berkemas. Aku masih memastikan beberapa barang agar tidak ada yang tertinggal. Setelah semuanya dirasa beres, Zaki dan Mang Ucup membantu mengangkat beberapa koper ke dalam mobil.

Kami semua pergi menuju Bandar Udara Soekarno Hatta. Mang Ucup duduk di depan dengan Zaki. Sementara aku duduk di kursi belakang dengan diapit oleh Ayah dan Ibu. Mereka berdua dari tadi mengelus lembut keduan punggung tangan. Sentuhan yang mereka berikan memiliki beribu arti. Pemberian semangat, sentuhan sebagai pengingat, dan juga kesedihan akan adanya perpisahan. Sentuhan kelembutan itu akan menjadi kenangan bagiku selama di Malang. Aku akan merindukan mereka nantinya.

"Jaga diri baik-baik di sana, Sayang! Kami akan sering menengokmu," ucap Ibu sambil memelukku.

"Kalian juga jaga diri baik-baik. Jangan risaukan keadaan Aya di sana!"

"Ayah selalu berdoa semoga kamu dan anakmu selalu diberi keselamatan oleh Allah," ucap ayah sambil mengelus lembut kepalaku yang tertutup hijab.

🥀🥀🥀🥀

Kutatap pemandangan luar dari balik jendela kabin pesawat. Aku akan merindukan Jakarta. Banyak hal yang kutinggalkan di sini. Keluarga, sahabat, dan juga kenangan tentang Rey.  Mungkin dengan kepergianku ini akan memudahkan diri untuk melupakannya, walau rasanya itu berat, bahkan mustahil.

Bagaima aku bisa melupakan seseorang, jika setiap urat nadiku mengabarkan kerinduan tentangnya?

Setelah satu jam lebih, pesawat akhirnya mendarat di Bandar Udara Juanda. Setelah keluar dari bandara kutatap langit Surabaya yang hari ini tampak muram. Bahkan matahari enggan untuk menunjukkan wajahnya, padahal jam sudah menujukkan pukul 07.30 WIB. Aku merasa suasana langit Surabaya hari ini senada dengan keadaan hatiku.

Kedatangan kami telah disambut seorang laki-laki paruh baya, berpakaian santai dengan t-shirt berwarna abu-abu dipadu dengan celana bahan berwarna hitam.

"Bagaimana tadi perjalanannya, Tuan?" tanya lelaki itu sambil membawakan koper dan memasukkannya ke dalam mobil.

"Begitulah, lumayan melelahkan," balas Riko.

Setelah memasukkan semua koper ke dalam mobil. Pak Ucok mendekat dan membukakan pintu mobil.

"Saya bisa membuka sendiri, Pak. Perkenalkan dulu, nama saya Bunga." Bunga mengulurkan tangan.

"Wah, ini ternyata yang namanya Bunga. Cantik. Tuan Riko pandai cari istri." Kulihat wajah Bunga memerah. "Panggil saja saya Pak Ucok. Saya sudah lama bekerja sebagai sopirnya Tuan Riko." Membalas jabat tangan yang diberikan Bunga.

"Kalau Nona ini siapa, ya?" tanya Pak Ucok seraya menunjuk ke arahku.

"Dia sepupu saya, namanya Aya. Dia akan tinggal bersama kami," balas Bunga.

Perjalanan selama tiga jam menuju Kota Malang diiringi rintik hujan. Walau hanya rintik kecil, tetapi berhasil memberi suasana dingin yang mampu masuk ke dalam pori-pori. Setelah cukup lama di perjalanan kami akhirnya sampai di rumah Riko.

Kupandangi dengan saksama rumah yang cukup besar dengan gaya minimalis itu. Sebuah taman sangat indah ada di depan, dihiasi dengan berbagai macam tanaman. Sepertinya Riko atau orang di rumahnya memberi perhatian yang baik pada keadaan tanaman-tanaman itu. Mereka benar-benar bisa menjaganya dengan baik.

Dalam DekapanWhere stories live. Discover now