Kuatkan Hatiku

308 21 0
                                    

Bunga yang biasa terlihat indah di taman, hari ini seakan berganti warna menjadi abu-abu. Aku tidak bisa menemukan warna yang menarik, bahkan dari lobelia kesayanganku.

-Soraya Kusuma-

Matahari pagi ini tampak tersenyum semringah, setelah beberapa hari terperangkap dalam kemurungan karena terhalang awan hitam. Lobelia yang mulai banyak ada di pekarangan rumah juga menampakkan warnanya dengan begitu indah. Hampir setiap akhir pekan, Riko akan mengajakku untuk membeli tanaman. Tentu saja pilihanku adalah lobelia. 

"Non Aya, mau lauk yang mana?" tanya Bi Aning setelah meletakkan piring nasi tepat di depanku.

"Saya bisa ambil sendiri," jawabku lalu meraih sebuah mangkok yang berisi sayur.

Terkadang aku merasa seperti sangat dimanjakan oleh Bibi Aning. Banyak hal yang sebenarnya aku bisa melakukan sendiri, tapi wanita ini selalu ingin melakukannya untukku.

"Kak, Bunga minta maaf tidak bisa menemani hari ini," ucap Bunga yang kini duduk di depanku dengan sebuah meja makan sebagai penghalang di antara kami.

"Iya tak apa," jawabku sambil tersenyum lalu menyantap makanan yang sudah tersaji.

"Kalau kamu mau diantar Pak Ucok, biar aku naik taksi," ucap Riko usai menyantap makanannya pada suapan pertama.

Aku langsung menggeleng. Jangan! Lebih baik aku saja yang naik taksi. Aku sudah hafal dengan seluk beluk Kota Malang.

🥀🥀🥀

"Bibi ikut juga, ya?" tanya Bi Aning di depan pintu.

"Tidak usah. Bibi juga sibuk, kan? Percayalah, Aya bisa sendiri!" balasku, lantas berlalu melangkah mendekati taksi yang sudah menunggu di depan pintu pagar. Aku masuk ke kursi belakang, membuka kaca jendela dan melambaikan tangan ke arah Bi Aning seperti anak kecil yang hendak pamit pergi dari ibunya sendiri.

Setelah sepuluh menit perjalanan, kami akhirnya sampai. Jalanan di kota Malang memang tidak padat seperti Jakarta, sehingga untuk perjalanan ini memang tidak memakan waktu yang lama.

Aku melangkah melewati koridor, lalu duduk di salah satu kursi yang sudah disediakan untuk menunggu antrean. Kuedarkan pandangan ke sekitar, terlihat beberapa ibu hamil yang datang ke sini ditemani oleh suami--sepertinya--atau sanak keluarga.

Contohnya saja ibu hamil yang duduk tepat di sebelahku. Dia datang juga diitemani oleh suaminya. Aku dapat mendengar mereka bercanda dan berbicara berbagai macam hal. Sesekali terdengar suara tawa kecil di dalam percakapan itu. Keluarga yang bahagia.
Melihat itu, tentu saja ada rasa iri dan rindu yang bergelayut di hati. Kalau saja jalan kehidupanku normal seperti yang lain, mungkin saat ini aku juga tengah duduk dengan Rey tepat di sampingku. Sudahlah, mungkin takdirku memang seperti ini.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanyaku sambil melihat monitor yang menampakkan wujud si kecil.

"Dia sehat, semuanya dalam keadaan baik. Apakah Anda ingin tahu jenis kelaminnya?" tanya si Dokter. Aku langsung mengangguk semangat.

🥀🥀🥀🥀

Aku duduk di halte bis yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit. Memandangi jalanan dari sini dengan suara deru mesin kendaraan yang berlalu seperti tidak ada habisnya. Sesekali aku mengelap keringat yang membasahi wajah. Sebelumnya, aku sudah menghubungi salah satu taksi online untuk menjemput tepat di depan rumah sakit. Mungkin, tidak lama lagi akan sampai.

Dalam DekapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang