Baik-baik Saja

265 26 0
                                    

Kubuka mata perlahan, meski terasa sangat berat. Kulihat sekilas semuanya, terlebih tangan sekarang sudah terhubung dengan selang infus. Masuk rumah sakit lagi. Kalau ada tempat yang paling aku benci, maka jawabannya adalah rumah sakit.

"Bunga!" panggilku dengan suara yang masih lemah.

Bunga yang tengah duduk santai di sofa dengan mata begitu fokus menatap ponsel, langsung menatap ke arahku dengan senyum semringah. Dia berdiri lalu melangkah menghampiri.

"Alhamdulillah, Kak Aya sudah sadar," ucapnya penuh syukur.

"Aku tadi kenapa?" Aku betul-betul tidak ingat hal yang terjadi sebelumnya.

"Kakak tadi jatuh pingsan. Aku langsung meminta tetangga Kakak untuk membantu membawa Kakak ke rumah sakit. Aku sudah menghubungi Om, mungkin sekarang beliau sedang di perjalanan."

"Apakah kau juga mengatakan keadaanku ini pada Rey?"

Bunga menggaruk kepala. "Bunga tahu Kak Aya pasti tidak mau Kak Rey mengetahui keadaan Kakak sekarang, tapi-"

"Sudah aku duga, tukasku. Kau pasti sudah menghubunginya, iya kan? "

Bunga memberikan senyum lebar hingga menampilkan gigi yang berjajar rapi, sementara aku langsung membuang napas kasar.

Kupandangi pintu yang ada di seberang sana dengan pikiran menerawang tentang Rey. Dapat dipastikan, sekarang dia sedang kalang kabut setelah mendengar kabar tentangku.

Bunga menatap layar ponsel miliknya, pada detik berikutnya dia mengalihkan layar ponsel itu ke wajahku. "Kak, panjang umur suamimu." Terlihat ada panggilan masuk atas nama Rey.

Dengan sigap aku bangun untuk duduk, lantas menyandarkan tubuh.

"Bagaimana keadaan Aya sekarang?" tanya Rey dari balik telepon.

"Rey, ini aku. Semuanya baik-baik saja."

"Kalau kau baik-baik saja, tidak mungkin sampai masuk rumah sakit. Lusa aku akan pulang."

"Rey, aku tahu kau masih sibuk. Sudahlah, kau selesaikan saja pekerjaanmu di sana! Aku di sini baik-baik saja. Aku itu bukan kecil yang harus dijaga."

"Kau jangan membantah! Lusa aku akan pulang. Titik."

Dasar keras kepala.

Malas berdebat dengannya, aku tutup saja panggilan itu, kemudian menyerahkan kembali ponsel ke tangan Bunga.

"Kalau dia menghubungimu lagi, reject saja!"

🥀🥀🥀

"Kamu ini sakit apa?" tanya Ayah lembut.

"Tidak apa-apa, Yah. Hanya kelelahan," jawabku.

"Selalu menjawab seperti itu," tukas Bunga cepat. "Om, akhir-akhir ini Kak Aya sering sekali sakit kepala."

Kusipitkan mata seraya bergumam dengan suara rendah, "Wanita ini benar benar cerewet."

"Apakah benar yang dikatakan Bunga?" tanya Ayah.

Aku hanya menggangguk pelan dan tertunduk lesu.

"Kalau begitu besok kita lakukan CT Scan saja. Ayah mau tahu lebih jelas mengenai penyakitmu ini," ucap Ayah.

"Hah!" Suaraku meninggi, mata juga membelalak sempurna. "Ayah berlebihan. Ini cuman sakit kepala biasa. Datangnya hanya sebentar lalu juga akan mereda."

"Kamu jangan menolak!" tegas Ayah.

Setelah melewati perdebatan panjang dengan perbandingan yang tidak setara, dua lawan satu, tentu saja aku kalah telak. Aku hanya bisa pasrah dan mendengus sebal karena itu.

Dalam DekapanOn viuen les histories. Descobreix ara