20. Felix Bohong

26K 2K 66
                                    

Maaf atas ketidak nyamanannya saat membaca cerita ini.

Aku gak sengaja pencet publis tadi, jadi aku hapus karena masih ada yang kurang.

.
.
.
.

Saat Felix baru saja sampai di kantor, ia menelpon Lira, memberitahu bahwa dia akan pulang besok pagi karena harus ikut lembur bersama karyawan lainnya. Meskipun itu tiba-tiba, Lira bersikap biasa saja, lagipula sebelum Felix ada, Lira sudah terbiasa tinggal hanya berdua dengan ibunya.

Saat Lira ingin memberitahu Ibu bahwa malam ini Felix tidak pulang, bersamaan dengan itu Ibu memberitahu bahwa beliau juga akan bekerja dan pulang besok subuh karena ingin menjadi asisten temannya yang kekurangan tenaga untuk membantu memasak masakan yang acaranya besok harinya, 'lumayan, nanti uangnya bisa untuk pegangan kita.' Kata ibu saat itu. Sebenarnya hal ini bukan pertama kalinya, ibu selalu bersedia untuk bekerja apapun itu yang penting halal, untuk tambahan gaji pokoknya yang memang kurang.

Mungkin jika saat itu Lira punya uang, ia akan melarang ibunya untuk bekerja malam itu dan memberi uang pada ibu agar beliau tetap punya pegangan meskipun tidak memenuhi panggilan temannya yang kekurang tenaga, lagipula setiap orang yang melihat ibu juga tahu bahwa beliau sudah sangat kelelahan setelah satu harian bekerja.

Itulah alasan kenapa Lira bersikeras untuk tetap sekolah 'dulu'. Agar akhirnya ia dapat menggantikan tanggung jawab ibunya sebagai tulang punggung dengan pekerjaan yang layak. Tapi ya mau bagaimana lagi, kalian lihat sendiri kan keadaannya?

Maka setelah kepergian ibu habis Isya tadi, Lira sendirian malam ini hingga pagi.

Kesunyian di rumah itu dengan mudahnya hilang oleh suara dari TV. Sementara Lira di kamar dengan bebas bercermin tanpa baju atasan, melihat perubahan tubuhnya bagian perut bawah yang mulai muncul garis-garis putih beruntai yang dikenal dengan stretch marks. Gadis itu juga meneliti payudaranya yang belakangan ini terasa nyeri. "Nanti kalau ada uang beli yang lebih besar lagi." Gumamnya saat yakin bahwa branya sudah kekecilan. Ia juga menyadari bahwa punggung kakinya sedikit membengkak. Dengan puas gadis itu memeriksa kondisi fisiknya, mumpung tidak ada Felix. Bagaimana tidak, kebiasaan buruk Felix yang tidak pernah mengetuk pintu saat masuk kamar membuat Lira selalu was-was bahkan ragu untuk berpakaian di kamar.

Suasana diluar semakin sepi, hanya tinggal suara truk besar pembawa komoditas pangan yang melewati jalan raya, TV tabung di ruang tamu itu juga mulai memanas. Setelah memeriksa pintu dan menutup celah kecil jendela kaca dengan gorden, Lira memilih untuk mulai tidur. Sebenarnya Lira tetap menunggu kepulangan Felix, masih berharap bahwa malam ini laki-laki itu tidak jadi lembur kerja. Tapi, sudah mau jam 12 dini hari Felix tidak juga pulang. Bukannya Lira takut sendirian di rumah, ia hanya merasa sepi. Mau tidur pun susah karena pikirannya masih teringkat pada kejadian tadi siang. Ada rasa penyesalan kenapa ia tidak membela diri sejak awal, buktinya kejadian di cafe tadi siang seperti berlalu begitu saja, ditambah lagi jambakan Sofiya yang tidak terasa lagi.

***

"Nyebat terus. Kapan ceritanya njir." Protes Daniel.

"Bentar dulu, masih cape gue." Jawab Felix.

"Uda jam 1 woy, besok kami sekolah." Kali ini Hito yang protes.

"Bentarrr, gue bikin kopi dulu, biar kalian ga bisa tidur sekalian." Ucap Felix beranjak dari duduknya menuju ke dapur.

Drrrt drrrt
Suara yang tercipta dari HP Felix yang bergetar.

Daniel dan Hito yang tadinya goleran di kasur jadi terlonjak saat membaca nama penelpon di HP itu. "Lik, mertua lo nelpon." Teriak mereka, ayolah sekadar menyentuh hp itu saja mereka merasa takut.

Teen Unplanned PregnancyWhere stories live. Discover now