#20 : Proposal

306 43 44
                                    

Siang ini di meja kantin hanya ada Meilin ditemani Alga. Katanya, Bima dan Chandra sedang ada urusan yang membuat Meilin menaruh rasa curiga.

"Ini serius, mereka kemana?" tanya Meilin. Alga tidak bisa menjawab secara detail karena itu ada sangkut pautnya dengan persiapan kejutan Chandra untuk Meilin.

Alga diam seakan tidak mendengar. Meilin pun tidak memberondong banyak pertanyaan serupa membuat Alga menatap gadis itu dengan rasa heran. Apa Meilin tidak bisa menebak jika ini semua tentang dirinya?

"Mei, lo ada apa?" Ganti Alga yang bertanya. Bisa dilihat dengan mudah jika Meilin sedang memikirkan suatu hal tapi bukan soal ketiadaan eksistensi Bima dan Chandra yang tiba-tiba tidak hadir di kantin hari ini.

"Keadaan Mamanya Angga makin parah, Ga. Aku mikir, pasti Mamanya bertahan sejauh ini cuma pengen lihat anaknya nikah," desisnya merasa iba. "Semua gara-gara aku, mereka nunda nikah karena aku," lanjutnya menyalahkan diri sendiri.

"Heh, jangan mikir gitu. Semua Allah yang atur. Lebih positif aja pikirannya. Inget, abis ada kesulitan akan ada kemudahan. Masih kurang percaya lo sama janji Allah yang itu!"

Meilin mengangkat wajahnya memandang Alga. Kalimat sahabatnya itu berhasil menyingkirkan sedikit ketakutan dalam diri Meilin. "Iya ya, suntukku mungkin karena over thinking. Jadi, diserahin lagi nih?!" tanya Meilin, Alga mengangguk.

"Lah apalagi emang. Tugas manusia 'kan, berusaha, berdoa dan berserah diri. Jangan repot-repot mikir yang bukan job desc lo dah. Kayak tugas lo yang meriksa orang sakit tapi tetep yang nyembuhin Allah. Lo yang nerima duit Allah yang ngasih kesembuhan, cakep gak tuh." Meilin terkekeh.

"Sama ya, kamu juga gitu. Kamu yang ngasih imunisasi ke bayi-bayi, tapi Allah yang ngasih mereka kekebalan," balas Meilin.

"Iya bener. Semua kehendak Allah, Mei. Dokter bukan Tuhan, kita cuma bagian dari takdirnya pasien aja."

"Woh~ Alga udah dewasa sekarang," ledek Meilin. Diantara ketiga sahabat prianya, Alga itu paling manja dan tidak bisa pergi seorang diri kecuali ditemani orang lain.

Alga berdecak tapi tidak menyangkal. "Hehehe udah siap nikah juga nih." Meilin menggoda.

"Siap sih siap. Tapi gue malah pengen sekolah lagi."

Meilin terkejut dengan pernyataan Alga barusan. "Mau cari gelar Magister? Atau gelar konsultan?"

"Belum tahu masih dipikirin."

"Eh serius?" Meilin kira Alga hanya sekedar mengisi waktu kosong dengan celetukan asal. Ternyata pria tinggi itu memang berniat memperdalam kemampuannya.

"Iya serius lah mumpung masih umur segini. Tapi masih dipikir aja."

Meilin mengangguk memberi dukungan. "Tapi tetep kerja di sini, 'kan?" tanyanya.

"Udah deh, nanti kalau waktunya tepat lo bakal gue kasih kabar," ujar Alga.

Beberapa saat tidak ada obrolan yang mengisi. Mereka sibuk bermain gawai masing-masing. "Balik yuk, Ga! Hari ini aku ada janji sama Chandra. Biar nanti pulangnya gak kemaleman," ajak Meilin kembali ke ruang pelayanan pasien untuk sesi kedua.

***

Pemberian pelayanan berakhir sampai jam lima sore. Untung saja tidak ada jadwal operasi, setelah salat Magrib Chandra bisa merealisasikan rencana yang harus segera ia tuntaskan.

Meilin sedang menunggunya di tempat biasa, di pelataran rumah sakit beratap pekatnya langit malam. Tidak ada yang berbeda dari Chandra. Ia hanya menggunakan kemeja dan jaket denim favoritnya. Rambutnya tetap pirang dengan poni yang ia rapikan ke bagian atas, membuat dahi tanpa jerawatnya nampak terekspos dengan sempurna.

Emergency Mom [END]Where stories live. Discover now