#01 : Bimbang

792 66 58
                                    

Suara berisik dari sebelah ruang istirahat khusus dokter berhasil membuat pria berambut pirang itu memunculkan rasa penasaran, segera ia memutuskan untuk membawa tubuhnya menuju ruang khusus bayi setelah dilahirkan.

Di sana beberapa wanita berseragam serba putih sedang asik membicarakan hal serius. Tak ingin menumpuk terlalu lama keingintahuannya, Julian Chandra—seorang dokter junior spesialis kandungan itu lantas bertanya, "Ada apa?"

Ketiga perawat berjilbab sama itu terjingkat kaget, mereka saling melirik sebelum pada akhirnya memberi jawaban. "Ini, Dok, Ibu dari bayi ini meminta kami untuk memberikan anaknya pda orang yang ingin mencari anak, atau ... menitipkannya ke panti asuhan," cerita perawat berkaca mata sembari menatap iba bayi yang masih terus menangis di dalam box kaca. Chandra ikut memandang penuh simpati ke tubuh mungil berpipi merah yang ia keluarkan dari rahim sang ibu tadi siang.

Setelah memandang cukup lama, Chandra berujar tanpa berpikir dua kali. "Biar dia saya bawa pulang."

Ucapannya berhasil mengejutkan para perawat yang mulutnya kini terasa kaku untuk ditutup. Chandra beralih menatap wanita-wanita yang masih memandangnya tidak menduga. "Kenapa? Saya terlalu ganteng?" guraunya memecah situasi dengan candaan lama.

"Jaga dia, ya," Chandra kembali melirik dengan senyum khas jatuh cinta pada pandangan pertama ke arah bayi itu, "nanti kalau pekerjaan saya sudah selesai dia saya bawa pulang," ulangnya tidak bercanda.

***

Chandra melipat lengan kemeja hingga bawah siku, setelah itu ia meneguk minuman dingin seraya menunggu kehadiran para sahabatnya sesuai janji temu yang telah mereka sepakati bersama. Tak lama gadis bersurai panjang datang terlebih dahulu dengan jas putih sepanjang lutut yang masih menempel di tubuh rampingnya.

Chandra mengangkat pandangan menyambut kehadiran Meilin— salah satu sahabatnya yang berjenis kelamin perempuan. Meilin membalas senyuman Chandra sembari menyeret salah satu kursi dan mendudukinya.

"Alga sama Bima?" tanya Meilin dengan senyum manis yang tak luput dari paras ayunya.

"Mereka belum nyampek, tahu sendiri, Bima itu bukan manusia simple!" ujarnya mendapat anggukan setuju dari Meilin.

"Kamu pesen kopi lagi?"—mata Meilin melirik sekilas ke arah gelas bening milik Chandra—"Bukannya tekanan darahmu kemarin di atas 140/90?" tanya Meilin penuh perhatian. Rautnya terlihat begitu mencemaskan keadaan pria yang kini hanya tersenyum samar.

"Awas, stroke usia muda itu sekarang bukan hal tabu!" imbuh Meilin selaku dokter spesialis jantung dan yang Chandra kenal sebagai sahabat dengan kepedulian luar biasa kepada keadaan orang-orang terdekat.

"Iya, aku kurangi kok!" balasnya tidak ingin berdebat panjang, bukan karena wanita selalu benar atau takut kalah berargumen, tapi Meilin merupakan salah satu kategori dokter rajin yang selalu mengikuti perkembangan penelitian soal penyakit jantung dan kawan-kawannya. Jelas secuil informasi seperti itu telah tertata di alam bawah sadarnya.

"Julian!" pekik Bima yang datang bersama Alga dan langsung ikut bergabung. Chandra juga sering dipanggil Julian oleh teman-teman sekolahnya. Hanya Meilin teman kuliah yang tetap memanggil dengan sebutan Chandra, karena memang pria berambut terang itu lebih suka dipanggil dengan nama tengah.

"Kabarnya lo mau bawa pulang bayi pasien?" Heboh Bima sembari duduk di kursi yang masih kosong. Alga hanya diam menunggu Chandra bersuara.

"Belum juga sehari, kabar itu udah nyebar aja!" ujar Chandra heran.

"Emang bener, ya?" tanya Meilin meminta kepastian. Sebagai sahabat mereka harus mendengarkan cerita langsung dari mulut Chandra. Siapa tahu mereka bisa meluruskan berita miring jika nanti tersebar karena salah paham.

Emergency Mom [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat