#05 : Ikhtiar

320 45 51
                                    

Minggu ini Chandra disibukkan dengan pertemuan yang dibuat oleh orang tuanya. Setiap pulang dari rumah sakit, ia menyempatkan diri datang ke bakery shop milik ibunya untuk bertemu sejenak dengan wanita yang ingin dikenalkan padanya.

Malam nanti ia juga akan menemui wanita ketiga, anak dari teman ayahnya. Iya, wanita itu adalah anak dari direktur tempatnya bekerja. Ia dengar beberapa ruang VVIP di rumah sakit itu adalah hasil desain dari wanita yang akan ia temui malam nanti. Chandra tidak tertarik dengan latar pendidikan atau jasa yang pernah diperbuat. Ia ingin mencari pendamping hidup yang memiliki tujuan hidup yang sama dengannya.

"Chand, gimana cewek yang kemarin?" tanya Meilin penasaran. Alga dan Bima mencebik sembari menggeleng bersamaan mendengar pertanyaan Meilin setelah mengetahui sebuah fakta bahwa gadis dengan wajah pura-pura tegar itu menyukai Chandra sejak lama. Ternyata perhatian yang dimunculkan pada Chandra selama ini bukan bermakna antar sahabat. Jujur saja, Alga dan Bima merasa kecewa pada diri sendiri karena tidak begitu memaknai sikap Meilin pada pemuda bernama Chandra.

"Kurang cocok." Meilin langsung tersenyum lega. Ia selalu berharap mendengar jawaban tersebut hingga benar-benar siap mengaku pada Chandra jika ia memiliki rasa.

Bima dan Alga hampir tidak bisa menahan tawa saat melihat wajah panik Meilin yang berubah lega dalam hitungan detik. "Kurang cocoknya gimana, Yan?" tanya Bima masih menahan tawa.

"Dia juga trauma sama komitmen makanya minta dijodohin. Tapi level pemilihnya malah menggila setelah di jahatin sama pasangannya dulu."

"Dia tanya berapa mobil lo?" tebak Alga di akhiri kekehan geli.

Chandra mengangkat kedua alis memikirkan ulang pertemuannya semalam. "Berkali-kali bahas tentang prinsip hidupnya soal gak mau punya suami yang suka ngatur, dia ngaku cewek independen yang bisa mandiri, jadi suami bagi dia semacam status doang." Chandra menghela napas pendek lalu melanjutkan. "Kalian tahu lah, gue juga gak suka cewek yang susah diatur. Dari situ gue udah gak tertarik."

"Kalau religiusitasnya gimana?" tanya Bima.

"Gak bahas ke sana sama sekali. Dia hedon, liberal juga orangnya. Masak gue tiba-tiba nyela bahas akhirat!"

"Lagian tingkat religius seseorang gak bisa kamu nilai dalam sekali temu, Chan. Kesan awal itu gak mengartikan siapa dia sebenarnya," sahut Meilin angkat bicara.

"Woh~ Meilin juga lagi memperdalam agama demi seseorang nih, Chan!" Sontak Meilin menginjak kaki Bima yang kini hampir menjerit karena high heel lima senti sahabatnya seakan menembus sepatu kulitnya.

Bima mengatupkan bibir menahan sakit. "Beneran, Mei?" tanya Chandra beralih menatap Meilin yang duduk di hadapannya.

"Gak, aku maunya belajar bareng sama orang yang nerima aku apa adanya, gak nerima aku setelah berubah."

Chandra tersenyum setuju dan sialnya Meilin hampir saja lupa bagaimana cara menghirup oksigen setelah melihat senyum manis itu ditujukan seakan memberi apresiasi. "Boleh juga," tutur Chandra.

"Apanya?" sahut Meilin.

"Pemikiranmu."

"Owh."

Lagi-lagi Alga dan Bima menahan tawa melihat ekspresi Meilin yang berubah-ubah dalam satu waktu. Mereka sudah gatal ingin mengatakan pada Chandra tentang perasaan Meilin tapi gadis itu memintanya agar tidak mengusik perjuangannya terlebih dahulu.

"Gue balik dulu ya, mau lihat jadwal operasi," pamit Chandra, ketiga sahabatnya itu hanya mengangguk.

"Semangat ya, Chand," ucap Meilin.

"Semangat apanya nih? Cari jodohnya apa operasinya?" tanya Chandra berdiri dari duduknya dengan gerakan malas.

"Meilin mah semua tentangmu pasti disemangatin ... namanya juga sahabat, ya, gak, Mei?"

Emergency Mom [END]Where stories live. Discover now