#08 : Canda

296 46 45
                                    

Bima melakukan visit ke kamar inap pasien pasca melahirkan didampingi tiga perawat dengan catatan di tangan masing-masing. Sebelum memberi pelayanan pemeriksaan, Bima memiliki jadwal mengunjungi ibu-ibu setelah melahirkan untuk memeriksa keadaan bayi dan memberi keputusan apa pasien sudah diperbolehkan pulang.

"Nyonya Inay?" Seorang perawat memanggil nama pasien dan mencocokkan data di catatan dengan orang yang bersangkutan.

"Iya," sahut pasien tersebut.

"Dokter Bima akan memeriksa keadaan Ibu dan bayi ibu," jelas sang perawat mempersilahkan Bima mendekati pasien.

"Pagi, Ibu Inay," sapa Bima dengan senyum ramah. Tangannya langsung memeriksa bayi pasien yang sedang tidur di box kaca. "Ibu Inay sudah bisa berdiri dan duduk sendiri?" tanya Bima pada pasien.

"Sudah, Dok." jawabnya semangat. "Kata Dokter Chandra tadi, saya sudah boleh pulang. Tapi kalau anak saya gak bermasalah, jadi bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya pasien penasaran.

Bima mengangguk dan tersenyum sembari terus melakoni tugasnya memeriksa keadaan bayi. "Bayinya sudah menerima asi pertama, Dok," lapor perawat memberitahu Bima, "berat badan, tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan lab semua normal, reflek menyusunya juga baik, dan bayi sudah mendapat obat tetes mata, injeksi vitamin K, dan imunisasi Hb-0, Dok," imbuhnya lengkap. Bima kembali mengangguk.

"Tadi Dokter Chandra bilang Ibunya sudah dalam keadaan normal?" tanya Bima pada perawat memastikan. Sebelum mengambil keputusan untuk memulangkan pasien, dokter anak dan dokter kandungan yang bertanggung jawab harus melakukan pemeriksaan secara kolaboratif. Keduanya tidak bisa gegabah memberi keputusan sebelum menyatukan hasil temuan mereka. 

Perawat mengangguk sembari membaca catatan yang ia tulis saat mendampingi Chandra melakukan kunjungan. "Semua normal, Dok. Kemarin Ibu Inay sempat anemia, tapi pagi tadi tekanan darahnya telah kembali normal," jelasnya yakin. Bima lagi-lagi mengangguk.

Dokter spesialis itu menoleh menatap pasien yang menunggu keputusannya. "Karena keadaan Ibu dan bayinya normal. Ibu sudah boleh pulang." Senyum lega seketika tercetak jelas di wajah pasien.

"Terima kasih, Dok!" seru suami pasien.

Bima hanya tersenyum. "Ibu melahirkan anak ke berapa?" tanyanya.

"Anak kedua, Dok. Itu anak pertama saya." Pasien menunjuk seorang anak laki-laki berusia belasan tahun yang berdiri di samping ayahnya.

Bima lantas mengutarakan kata hatinya. "Wah, jaraknya jauh ya?"

"Iya, Dok. Makanya kemarin saya minta sama dokter Chandra, proses melahirkan sesar saja, karena usia saya sudah kepala empat." Bima tersenyum mendengar cerita pasien itu.

"Selamat untuk anak keduanya ya, Pak, Bu. Untuk proses selanjutnya, Ibu akan diberi penjelasan mengenai perawatan bayi dan luka pasca operasi dari perawat. Nanti Ibu juga akan diberi surat kontrol dari rumah sakit. Sekali lagi selamat, saya permisi dulu." Pasien itu kembali berujar terima kasih saat Bima meninggalkan kamar.

Tugas berkunjungnya telah terlewati. Kini ia harus kembali ke ruang pelayanan. Namun saat melewati ruang istirahat khusus dokter, Bima melihat  Chandra sedang duduk bersandar di dalam ruang tersebut, ia pun membelokkan diri untuk menghampiri sahabatnya sejenak. "Julian," panggilnya. Pria dengan pakaian hijau khusus operasi itu menoleh.

"Abis bedah orang?" Chandra mengangguk.

"Lo abis kunjungan?" tanya Chandra balik. Ganti Bima yang menggerakkan kepala.

"Pasien Ibu Inay?" tebak Chandra seraya melepas penutup kepala kemudian menyungar rambutnya beberapa kali.

"Iya."

Emergency Mom [END]Where stories live. Discover now