#09 : Proses

274 44 18
                                    

Bima dan Alga sedang berada di taman belakang rumah sakit mencari angin segar. Meskipun berjenis kelamin pria mereka tetap suka membicarakan berita terhangat termasuk menggibahi temannya sendiri.

"Beberapa hari lalu gue cerita ke Julian kalau Meilin suka dia," beber Bima mengawali obrolan.

"Hah, lo berani banget. Meilin 'kan nyuruh kita diem dulu!" tukas Alga memekik. Alisnya menukik tajam. Padahal dia sendiri juga gatal ingin menceritakan rasa suka Meilin pada Chandra.

Bima meneguk kopi susu di botol kemasan hingga habis tak tersisa. "Udah lo diem aja,"-Bima menutup botol kosong itu dan membuangnya-"Jangan bilang Meilin biar dia gak canggung kalau ketemu Julian. Dan lo lihat sendiri, Julian juga gak ada reaksi apa-apa selama dua hari ini. Waktu ketemu Meilin pandangannya gak berubah. Masih nganggap Meilin itu sahabat."

Alga menunduk memainkan botol kosong di tangannya. Tanpa memalingkan wajah ia berujar, "Soalnya emang Meilin baik sama semua orang, Bim. Perhatian dia rata gak peduli siapa itu. Ya, 'kan?"

"Iya, sih. Tapi kalau nunggu Meilin berani bilang, ya sampek terompet sangkakala bunyi dia gak bakal ngomong," geram Bima.

Alga mengangguk sependapat. Lalu membuang botol plastik bekas kopi itu dengan melempar ke tong sampah. "Ya udah, kita ngomong lagi aja ke Julian, ditambah bujuk rayu sama bumbu drama gitu. Siapa tahu mempan." Kini Bima yang mengangguk.

"Dari KKN lho, Ga. Lo gak mikir itu lama banget, Meskipun Meilin gak ahli agama, tapi dia setia banget, gue yakin."

"Halah, masalah ibadah bisa diubah, asal bener-bener niat. Julian itu gak terlalu pemilih kok orangnya. Cuma sempet goblok aja karena cinta," sahut Alga mengutarakan pendapat. "Eh tapi, gimana kelanjutan proposal nikah sama kenalan dia si Rayya itu?" Alga menoleh memperhatikan Bima dengan ekspresi ingin tahu.

"Setiap Julian cerita tentang Rayya, gue kek no komen gitu sih, seolah-olah gak dukung. Menurut gue, Rayya bakal jadi tipe-tipe istri yang lebih ngeduluin karir daripada keluarga. Gue denger dia juga dipaksa ketemu sama Julian karena Bokapnya yang minta. Itu tandanya, dia gak lagi nyari jodoh dan artinya, dia masih belum niat nikah." Selain menyandang dokter anak Bima juga tergolong dokter paling ramah dan mudah bergaul, kadang ia suka ikut nimbrung merumpi dengan para perawat saat jeda istirahat. Maka dari itu ia selalu mendapat berita terbaru mengenai segala hal tentang rumah sakit.

Alga mengangguk-anggukkan kepala paham. "Kalau proposal nikah dari guru ngajinya itu gue tahan dulu. Gue bilang ke Julian kalau masih gue selidiki latar belakang para akhwat itu hehe. Padahal kagak."

"Sinting lu," sembur Alga, "tapi gue dukung." Keduanya tertawa bersama. Mereka memang kompak dan cocok dalam segala situasi.

"Kalau ada yang deket ngapain nyari yang jauh sih. Ya, gak?" ujar Bima menggerakkan kedua alisnya meminta persetujuan.

"Iya lah. Tinggal nikah doang kalau sama Meilin, gak perlu ta'arufan."

"Nah iya, poin pentingnya itu."

***

Seperti malam-malam biasanya.  Selepas adzan Magrib Meilin menunggu pesanan Grabcar-nya datang menjemput. Waktu menunggunya ia habiskan dengan membaca jurnal penelitian di ponsel yang kini ia genggam. Fokus membaca, Meilin mulai merasakan kehadiran orang lain. Kalau dicium dari aroma parfum, Meilin bisa menebak jika itu Julian Chandra.

Perlahan ia menoleh, dan benar dugaannya, Chandra telah duduk manis di sebelahnya tanpa permisi. "Mau pulang?" tanya Chandra. "Malam minggu, jalan-jalan dulu, yuk?"

Yang benar saja. Kalimat ajakan itu seakan menjadi pil penambah semangat hidup bagi Meilin. Sudah pasti gadis yang mengikat rambutnya menjadi satu itu akan menyetujui. "Kayak orang pacaran aja pakek acara malam mingguan!" dalih Meilin tidak langsung mengiyakan ajakan Chandra.

Emergency Mom [END]Where stories live. Discover now