#17 : Bersaing

273 42 12
                                    

Hari Minggu jam sembilan pagi Chandra tergopoh-gopoh bersiap diri untuk meninggalkan rumah menuju kosan Meilin. Semalaman ia tidak bisa tidur karena berita mengejutkan dari sahabatnya, ah maksudnya calon istri?! Iya, dokter kandungan itu kembali meneruskan tekatnya yang sempat tertunda. Semoga, semoga saja ia tidak sampai kehilangan kesempatan kedua.

Setelah pamit dan meminta restu pada orang tua. Chandra langsung menekan pedal gas membawa mobil miliknya membelah lalu lalang kendaraan di pagi hari.

Chandra melihat tidak sabaran ke arah rambu lalu lintas yang masih setia berwarna merah. Pagi ini enam puluh detik baginya terasa sangat lama, sempat terlintas di benaknya untuk menerobos rambu tersebut layaknya pekerja kantor yang takut telat masuk kerja.

Lampu berwarna kuning, tangannya bergerak memindah angka perseneling dan menekan pedal gas tepat saat lampu berubah hijau. Baru terbesit dalam otaknya tentang kenapa ia tidak menggunakan motor saja?! Chandra berdecak menyalahkan idenya yang baru saja muncul.

Melihat pertigaan menuju kos sudah di depan mata, Chandra semakin menambah laju kendaraan beroda empatnya. Untung hari minggu, jalanan komplek masih sepi tanpa ada ibu-ibu yang sibuk merumpi.

Setelah membelokkan setir, senyum di wajah Chandra berangsur sirna ketika sepasang netranya melihat sebuah mobil terparkir di depan gedung kos gadis yang akan ia temui.

Dalam hati ia berdoa semoga kendaraan itu milik tamu penghuni kos yang lain. Cepat-cepat ia turun dari mobil setelah mesin mobi ia matikan. Tangannya masih sempat menyugar rambut sambil sedikit berlari menuju ruang tamu kos yang berada di lantai bawah. Seketika langkahnya tersendat begitu melihat Azri sedang duduk membaca koran di sofa ruangan.

Pria berkacamata itu lantas mendongak membalas tatapan Chandra yang masih mematung di depannya. Belum sempat melontarkan pertanyaan. Meilin turun dari lantai dua dan melihat Chandra yang nampak kebingungan.

"Chandra? Ada apa pagi-pagi ke sini?" tanya Meilin berpakaian rapi dengan tas samping yang ia kalungkan di pundak kiri. Otak Chandra sibuk menebak, apakah kedua orang yang berada di depannya hendak keluar berdua, lagi?

"Kamu mau kemana?" Alih-alih menjawab, Chandra malah melempar pertanyaan yang lain.

"Saya dan Dokter Meilin mau mendatangi seminar di aula hotel Immanuel."

Dasar duda nyahut aja lu! Dumel Chandra melirik tidak suka ke arah Azri.

"Iya trus pulangnya ke stasiun," imbuh Meilin mendapat anggukan kecil dari Azri.

Wait ... What? Mereka memiliki jadwal hari Minggu sepadat itu?

Chandra mengerjap tidak menduga. Ia hampir tidak bisa memilah kalimat yang harus terlontar untuk sekedar menanggapi dua kalimat informasi yang menyapa pendengarannya.

"Jadi ada apa, Chand?" tanya Meilin. Chandra masih menyerbu wajah Meilin yang ia rasa nampak full make up hari ini. Bahkan setiap keluar bersama sahabatnya, ia ingat betul jika gadis itu hanya menggunakan pelembab dan lip tint saja. Dan sekarang? Chandra mendengkus pelan, rasa bersaing mulai menggerogoti hati manusianya.

"Cuma mau ngajak kamu main ke rumah, Naresha pengen ketemu kamu!" Ah bodoh! Kalimat itu terlalu sederhana untuk bisa membatalkan kepergian Meilin dengan Azri.

"Maaf, ya. Kalau ada waktu aja aku ke sana," tolak Meilin nampak menyesal.

"Kalau gitu ngobrol sebentar deh, Mei!" ajaknya. Iya, setidaknya ia harus menunda Meilin untuk pergi ke stasiun.

"Maaf, Dokter Julian. Kami harus segera berangkat. Ini juga sudah telat."

Sial! Dasar duda perusak segalanya! Kenapa harus lo sih yang jadi penghalang perjuangan gue! Gerutu Chandra dalam hati. Senyum manisnya melapisi rasa jengkel yang berusaha ia tutupi.

Emergency Mom [END]Where stories live. Discover now