menatap wajahnya

66 43 14
                                    

"Dir !!" Kubangunkan manusia yang ada dipangkuannku sekali lagi, tapi sepertinya Dira tak bergeming dengan suara teriakanku, melihat wajahnya yang teduh membuatku membiarkan Dira tidur.

Malam sudah menunjukan pukul 12.00,  tapi listrik masih saja padam. Sepertinya benar kata pak RT. Lampu akan menyala esok hari.

Ia masih saja terlelap, sedangkan aku masih terjaga memandang sekeliling yang gelap. Melihat dengan cemas lilin yang tinggal diujung, sedikit lagi akan habis dan tak akan ada lagi cahaya yang menyaala.

"Dir !" Kupaksa Dira untuk bangun, menarik tangannya agar ia berdiri.

"Apa ?" Jawabnya terbata-bata, terlihat di raut wajahnya kalau Dira masih mengantuk.

"Lilinnya, udah mau mati! " Gerutuku, karena Dira masih saja memejamkan matanya. Membuataku bangkit dari tempat duduk, sontak saja badan Dira tersungkur jatuh ke bawah "rasain!" Ucapku sedikit tertawa saat melihat Dira jatuh

"Ahh, sakit !" Terlihat raut wajah Dira yang memerah karena marah, lalu ia duduk berjongkok dilantai menatap wajahku dengan menyipitkan kedua matanya. seperti akan ada api yang muncul persis di film avatar.

"Maaf." wajahku mulai mengejekknya, membuat Dira bangkit dan membuka pintu rumah. Sikapnya itu membuatku bertanya tanya apa yang akan dilakukan Dira.

"Mau ngapain ?"

"Mau keluar, nyari Jurig," kata kata nya ketus dengan raut wajah tertekuk membuatku harus mengikutinya dari belakang. 
 
"Ngapain ikut?" Tanyanya, tengokan wajahnya memberhentikan langkahku.

"Ikutt." ku pasang wajah memohon agar Dira mengizinkanku ikut dengannya, sebenarnya aku takut jika gelap datang karena lilin satu satunya sudah mulai padam.

Langkah kaki ku mengiringi langkahnya. Ditengah malam yang gelap, Jam satu malam memberanikan diri keluar mencari sebatang lilin diwarung yang kemungkinan masih ada yang buka. Iya, di tengah malam yang dingin.

Sekitar sepuluh meter berjalan, sepertinya PLN memadamkan setiap sudut kota membuat berberapa manusia keluar dari rumahnya karena kepanasan.
"Untung masih ada manusia yang bangun," ucapku memberhentikan langkahnya, lalu menatapku  dengan tatapan serius.

"Manusia?"

"Iya, itu kamu lihat banyak yang keluar dari rumahnya karena kepanasan." jariku menunjuk berberapa orang yang duduk diteras rumahnya masing masing.

"Aku ngga lihat,"ucap Dira membuatku tercengang, khawatir yang kulihat bukan manusia sungguhan melainkan sebangsa makhluk lain penduduk Bumi.

"Masa? " Terlihat raut wajahnya menahan tawa, tetapi kaki sudah ingin berlari menyapa orang-orang itu untuk memastikan jika mereka  orang sungguhan atau hantu yang menyerupai manusia.

"Mau kemana?" Tanyanya memberhentikan langkahku, menarik sebagian tangan kananku lalu menyeretku menjauh dari rumah yang ingin ku ketuk pagarnya .

"mau mastiin kalau mereka bukan jurig yang kamu cari." Gerutuku, masih dengan tawa Dira yang hampir menggemparkan kompleks.

"Gila kamu. Malam-malam ketawa ketiwi ngga jelas !" Ku tepuk pundaknya, agar Dira berhenti tertawa dan mengganggu warga lainnya .

"Udah tutup semua, gimana nih " wajah Dira terlihat lelah dan mengantuk. "kenapa beli lilinnya cuma satu sih!" Kataku menatap wajahnya kesal sambil menyeret kaki menimbulkan debu seakan memenuhi pikiranku, bagaimana bisa malam ini aku ber dua dengan Dira dirumah dalam kondisi gelap gulita.

"Yaudah, pulang aja." langkahku dan Dira berirama sembari bercanda gurau dalam perjalanan, Dira hanya menggodaku seakan nanti malam akan ada hantu yang benar-benar datang menggangguku.

Jam 2.00 malam ..
Diruang tamu dengan lilin yang hampir padam, redup tanpa membawa cahaya yang terang. Duduk di sofa depan dengan perasaan gelisah dan takut, takut ketika lilin akan mati saat sumbu putihnya habis, takut jika Dira... Pikiranku berhenti seketika setelah mendengar panggilan Dira yang menghamburkan lamunanku.

"Rinjani ! " Suara Dira yang lantang datang dari arah dapur

"Iya... Tunggu ! " Ku hampiri suara laki laki itu, melihat nya sudah berdiri disamping kulkas dengan dua lilin ditangannya membuatku menatap senang wajahnya .

"Ini lilin, katamu ngga ada !" Suara Dira terdengar kesal, karena ku dia berjalan lebih dari sepuluh meter hanya untuk mencari lilin, padahal aku punya dua dirumah.

"Iya, maaf." kutarik tangannya untuk kembali lagi di ruang tengah, memasang satu lilin agar tak begitu gelap, tapi ketika langkahku hampir mendekati sofa tiba-tiba lilin yang tadinya menyala sekarang padam membuat suasana tiba-tiba gelap gulita.

"Dir !" Ku genggam tangannya karena takut, iya aku takut gelap apalagi gelap gulita seperti tak ada satupun cahaya untuk melihat.

"Ada aku !" Mengeratkan lagi genggamannya, setidaknya suasana hatiku bisa lebih tenang. Tetapi, karena gelapnya ruangan membuat kakiku tersandung meja kayu, aku hanya merintih kesakitan tanpa tau harus berbuat apa karena sejauh mata memandang masih saja gelap.

Tanpa komando dengan sigap Dira langung mengangakat tubuhku, meraba gelap mencari sofa untuk menaruh ku.
Ku lihat sepercik api dari korek yang ia nyalakan, membuatku melihat wajah Dira begitu dekat dengan wajahku perasaan itu tiba tiba datang lagi setelah sekian lama, jantung berdebar  mengikuti irama ketika perasaan antara laki laki dan perempuan beradu.

"Dir." ku tatap wajah sayu Dira tanpa berkedip

"Ya."

"Ngga jadi." tiba-tiba suasana romantis itu berubah menjadi tamparan di kepalaku.

Plaakk .. tamparan tangan Dira terasa sakit, memerah didahi ku yang lebar.

"Dira, sakit! " Gerutuku sambil mengusap-usap bagian kepala yang memerah

"Sory, ada nyamuk." tawanya membuatku geram, saat keadaan romantis seperti itu bisa bisanya Dira mengacaukannya, pikirannku sudah kemana mana ketika melihat wajah Dira begitu dekat denganku,. Tapi apa daya tuhan sudah menghadirkan nyamuk untuk merusak suasana.

Dira menyalakan satu batang lilin dan ditaruh diatas meja, wajahku sudah sayup sayup, bibirku pun tak berhenti menguap karena mengantuk. Dira memilih terjaga dan membiarkanku tidur di pangkuannya,  mengusap rambutku yang panjang teruarai dengan lembut, membiarkan mataku terpejam dengan sebuah kecupan di dahi. Aku, hanya membalasnya dengan senyuman lalu memejamkan mata untuk bertemu Dira diruang mimpi.

☀️☀️
Matahari belum tinggi, sinarnya masih redup dislimuti awan. Tiba- tiba Ibu dan Rani datang dari balik pintu tanpa mengetuk dulu.

"Assalamualaikum" sapa Ibu dengan wajah terkejut karena melihatku tidur dipangkuan Dira.

"Walaikumslam Bu." melihat Ibu datang Dira langsung berdiri tanpa memikirkan aku yang masih ada dipangkuannya jatuh tersungkur kebawah. " Auuh " eluhku, bangkit dari lantai lalu memukul lengan Dira tanpa menyadari jika Ibu dan Rani sudah berdiri menatap ku .

"Rinjani ! " Suara ibu lantang membuat aku jadi salah tingkah, merapikan rambut dan secepat kilat mencium tangan Ibu.

"Bu." ku sapa Ibu dengan perasaan malu malu, entah apa yang ibu akan lakukan ketika melihatku dengan Dira ber duaan di ruang tamu.

"Maaf Bu, Dira hanya nemenin Rinjani karena semalaman lampu mati " Dira hanya tertunduk meminta maaf karena merasa belum mengntongi ijin untuk menginap di rumah Ibu.

"Syukur ada kamu, Ibu dari semalam mengkhawatirkan Rinjani, Ibu mau pulang tapi sudah terlalu malam." wajah Ibu berubah menjadi senyuman.

"Bu, Dira pamit pulang ya " Dira hanya mengeluyur begitu saja, meninggalkan aku yang siap-siap mendengar ceramah ketua suku, Dira sudah meninggalkan rumah menyisahkan aku yang terdiam diruang tamu, memikirkan apa yang akan ibu katakan nanti.

☀️ See you next part gays ☀️
   Maaf part ini pendek banget
Authorr lagi gambut, ngga ada ide
 
Sengaja di skip ceritanya biar seru
Hehehehe..

Jadi part selanjutnya langsung loncat ke berberapa bulan berikutnya, saat Rinjani dan Dira sudah di kelas 3 dan Dhani menapaki masa masa kuliahnya.

Jangan Lupa Votemennya ya 🌻🌻

Tentang Rasa  Where stories live. Discover now