katakutanku ada diujung kasur.

86 51 18
                                    

Langkahku berat menuruni mobil, seperti anak perempuan yang dipaksa nikah oleh orang tuanya .

"Dir, aku masih umur enam belas tahun " tatapku bergetar.

"Emang aku umur berapa sekarang?" Jawab Dira

"Sama enam belas tahun. "

"Terus apa bedanya sama kamu?" Ia berjalan menuju Loby, menghampiri meja resepsionis dengan santainya. Dira, menyuruhku lebih dulu masuk ke kamar sedangkan ia menunggu berberapa menit agar tak menarik perhatian karyawan hotel .

"Gimana nih, mau kabur udah ngga bisa. Bodoh banget sih mau aja di ajak kesini." gerutuku kesal, aku hanya bisa bergumam dengan diri sendiri. Membuat ku melamun di delan pintu kamar hotel berwarna putih itu.

"Ngga masuk?" Dira datang, tiba-tiba menggenggam jemariku. Membuat perasaan tak enak menggeluti hati yang gundah.

"Eh, iya." mukaku memucat memasuki kamar dengan Dira dibelakangku.

"Kutaruh dikulkas ya minumannya "Dira menata satu per satu minuman yang kita beli.

"Aku mau mandi dulu." Dira memasuki kamar mandi. Dengan handuk lebar berwarna putih ia balutkan pundak.

"Iya." aku hanya duduk di sofa sudut dekat jendela. Manik mataku memandang kota yang tak lagi menarik saat itu.

Lama sudah Dira didalam kamar mandi. Pikiranku sudah berkelana kemana-mana, ketika ia keluar hanya memakai handuk menutupi tubuh bagian bawahnya.

"Dir, pakai baju!" Tatapku kesal

"iya , aku lupa mengambil baju ganti." Dira meencari baju di tasnya. Meraba setiap sisi tas ransel yang ia taruh dekat dengan pintu kamar mandi.

"Ngga mandi ? " Tanya Dira memakai baju namun belum dengan celana.

"Kamu ngga pakai celana ? " Tanyaku terbata bata

"Mau lihat ?" Goda laki-laki utu.

"Ngga!" Seruuuku sedikit berteriak.

"Yaudah mandi sana, biar aku ganti celana dulu!" Senyumnya karena berhasil menggodaku .

Membersihkan diri saat itu benar terasa menyenangkan. dibawah shower yang hangat membuat sendi yang tegang mulai rileks kembali. sedikit lama agar bisa menenangkanku dari rasa takut dan gelisah yang berlomba untuk keluar dari otakku yang tak sebesar albert enstein.

"Rinjani, belum selesai?" Ia mengetuk dari luar kamar mandi terdengar sedikit berteriak, membuatku maju mundur untuk memberanikan diri menemuinya .

"Eh bentar lagi." aku keluar dengan baju gombrong dan celana pendek, membuat Dira menatapku

"Mau menggodaku ya." Sindir Dira

"Ngga, Aku lupa bawa baju."

"Oh, sini lihat tv bareng." Dira memegang cemilan dan sesekali meneguk Bir yang ia pegang.

"Dir, .... "

"Iya."

"Aku takut kamu ... " Kata kata ku terputus karena ada yang mengetuk pintu.

"Bentar." Dira berjalan membukakan pintu.

"Makanannya pak " seorang pelayan membawakan nampan dengan dua porsi steak yang dipesen Dira

"Makasih mas " Dira memberikan uang tips dan pelayan berlalu pergi

"Ini makan dulu, kita belum makan malam." Dira menata makanan diatas meja untukku, kebetulan perutku sudah mengamuk untuk diisi. Mencium aroma steak yang masih mengepul.

Tentang Rasa  Onde histórias criam vida. Descubra agora