Danau yang dingin

135 83 14
                                    

"Kamu kenapa lagi?" Tatapnya. Ia tak berhenti meruncingkan ekor matanya ke arahku.

"Maafin aku," ucapku, kepalaku hanya bersandar di balik kaca mobil.

"Aku bawa kamu pulang!"

"Aku ngga mau pulang." Tatapku dengan mata berkaca-kaca.

"Terus kemana. Ibu pasti khawatir,"ucap nya.

"Suasana hatiku sedang tidak enak, toolong temani satu malam ini." Pipiku masih merah. Sedangkan ia hanya memandangku dengan helaan nafas panjang.

"Baik. Mau kemana?" Dira mempertegas ucapanya.

"Bawa aku kemana aja, asal tidak pulang kerumah." Pintaku.

"Yaudah, aku kerumah sebentar." Ia mengendarai mobilnya, melesat di tengah kota yang sepi. Hingga akhirnya berhenti di depan pagar rumah Dira.

"Tunggu. Aku cuma sebentar." tatapnya tajam, bahkan jari telunjuknya menegang ke arahku.

"Iya." ku hanya berani menganggukan kepala. Tanpa berani menatap wajahnya.

Lima belas menit kemudian, Dira keluar dengan tas ransel besar, peralatan masak, makanan dan minuman di tangan nya.

"Mau ngapain bawa barang banyak begini?" Tanyaku heran

"Jangan banyak tanya. Ikut aja bisa!" Seru Dira dengan muka menggerutu

"baik,"ucapku menyembunyikan muka dibawah bantal yang Dira bawa .

Berkendara melalui lereng gunung ditengah malam. Membuatku bisa sedikit tau Dira akan membawaku kemana.

"Kita mau ke danau ya?" Tanyaku senang

"Ya." jawaban singkat Dira tanpa senyuman membuatku tau, Dira. Laki-laki itu masih saja marah.

"Maaf."

"Sudah lupakan. Aku hari ini akan buatmu senang. Apa yang kamu mau akan kulakukan." Nada marah itu masih saja keluar dari mulut Dira, membuatku bingung apa yang akan dilakukannya malam itu. Bahkan, pikiran jelek sudah merambah batang otak untuk berfikir.

Mobil kami berhenti dipinggir warung yang agak jauh dari danau, kuangkat sebagian barang yang ia bawa.
Berjalan hati-hati karena banyak genangan air, ku bawa tas berisi makanan dan minuman sedangkan Dira membawa peralatan masak, tenda dan lampu, ia berjalan dengan muka yang tetap tetrtekuk.

"Senyum dong Dir,"ucapanku tak dihiraukannya, langkah kakinya berlalu begitu saja. Sepertinya, kesalahan kali ini benar-benar membuat Dira tidak mudah memaafkan ku .

"Disini aja. Taruh barang barang itu nanti aku yang merapikannya." Dira menunjuk tempat mendirikan tenda dan memasang peralatan masak di dekat api unggun kecil yang ia buat didepan tenda.

"Tendanya cuma satu?" tanyaku, setelah kulihat hanya satu tenda yang berdiri didepannku

"Iya." jawabnya singkat

"Terus, aku tidur dimana?"kulihat wajah Dira dengan serius

"Kita. Tidur setenda!" Jawab Dira dengan santai

"Hah. Setenda!" Ku tatap wajahnya yang tersenyum itu. Seakan ada maksud tertentu yang ingin ia lakukan.

"Kenapa. Kamu kan mau senang, akan kukasih kesenangan malam ini,"ucapnya kesal, bahkan melihatku hanya tersenyum jahat .

"Baik. Semoga allah masih melindungiku dari keganasanmu,"ujar ku dengan melipat tangan di dada.

"Kamu Mabuk ditaman. Apa masih bisa berdoa allah melindungimu dari keganasan orang yang tak kamu kenal!" Serunya, nada bicara Dira semakin tinggi, aku hanya bisa memeluknya sambil menangis dari belakang. Berharap pelukan ku bisa meredam amarahnya.

Tentang Rasa  Место, где живут истории. Откройте их для себя