FINALLY~b

4.7K 338 17
                                    


Aku menengok jam di layar ponsel sekali lagi. Sudah tiga puluh menit aku duduk di sini. Di bangku panjang berbahan batu pualam di taman Bungkul. Taman kota Surabaya yang konon pernah meraih penghargaan PBB sebagai taman terbaik se-Asia.

Aku memilih taman ini karena dekat dengan rumah Ratri yang letaknya masih di jalan Darmo sini. Rencananya setelah dari sini aku ingin mampir ke sana sebentar untuk bertanya-tanya tentang Surabaya sekalian mendiskusikan masalahku dengan ibunya.

Di belakangku ada lapangan bundar yang luas tempat beberapa anak bermain kejar-kejaran. Di ujung lapangan ada beberapa pelajar yang sedang berlatih menari dengan musik dari speaker kecil di lantai.

Di bangku pinggiran yang merupakan sisi lain dari tempat dudukku, beberapa orang dewasa bercengkerama. Aku sendiri memilih menghadap ke tulisan "Taman Bungkul" putih yang berada di bagian terluar taman agar mudah terlihat bila Wingko datang.

Seperti rencanaku dengan Bella, minggu lalu aku mengirim SMS kepada Wingko. Aku memberitahukan kedatanganku ke Surabaya dan bertanya apakah dia bisa datang menemuiku sebentar. Aku juga mengatakan ada hal penting yang ingin kubicarakan dengannya yang tidak bisa kukatakan di telepon atau SMS.

Aku mengetiknya rapi menjadi lima SMS. Di SMS terakhir aku menuliskan alamat tempat dan waktuku menunggunya agar dia tidak menggunakannya sebagai alasan gagal menemukanku.

Aku sengaja tidak meneleponnya. Melalui SMS aku bisa menuliskan pesan itu dengan runut dan terencana. Edit sana-sini, agar dia tertarik membacanya dan aku terhindar dari kecanggungan.

Satu lagi, aku takut mendengar penolakannya secara langsung. Terkadang memang ada satu dua hal yang lebih enak disampaikan secara tertulis daripada terucap.

Sepuluh menit kemudian, aku masih belum melihat tanda-tanda kedatangan Wingko. Mungkin kegigihanku memang harus berhenti sampai sini. Setelah menenggak sisa minuman dalam botol, aku membereskan barangku yang berupa tas ransel dan tote bag berisi gaun Arum. Aku celingak-celinguk sebentar untuk memastikam sekali lagi sebelum akhirnya menghela napas panjang dan beranjak pergi.

Aku dapat lima langkah ketika sayup-sayup terdengar teriakan anak perempuan kecil di kejauhan. "Tante Mara!"

Aku berhenti tapi masih belum berani menoleh. Aku takut kalau teriakan itu hanya halusinasiku saja. Lalu aku mendengar panggilan kedua dan ketiga hingga akhirnya aku mantap untuk berbalik dan melihat sumber suara.

Wingko yang menggandeng Arum tengah berjalan cepat ke arahku. Wajah gelapnya yang berkeringat tersenyun simpul. Iya, aku tidak salah lihat. Wajah Wingko Hutomo tersenyum kepadaku.

Seperti terbangun dari mimpi, aku mengerjap beberapa kali sebelum berjalan mendekati mereka. "Kupikir kalian nggak datang," ucapku setelah kami bertemu dan duduk di bangku terdekat.

Lelaki itu mengenakan kaus hitam polos dan luaran kemeja flanel biru kotak-kotak dengan bawahan jeans hitam straight leg yang mulai memudar warnanya. Sedangkan Arum memakai gaun Elsa yang kubelikan waktu itu lengkap dengan sepatunya. Syukurlah anak itu tidak memakai wig putihnya atau dia akan lebih kepanasan.

"Macet. Padahal belum jam pulang kerja, lho," ucap Wingko ringan, memamerkan gigi putihnya, "kayaknya di kota itu memang lebih enak pakai motor. Bisa salip sana-sini. Efisien." Wingko si David Gandy sederhana telah kembali.

Aku belum sempat menjawab, Arum sudah menggelayuti lenganku. "Gaun Arum, Tante bawa, kan?" Meski wajahnya memerah penuh keringat, anak itu masih tersenyum riang.

Aku membungkuk di depannya lalu menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Tentu, dong. Kan Tante udah janji sama Putri Elsa." Aku meraih tote bag dan mengambil bungkusan pink dari dalamnya.

DESIGNING US (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang