COMPLICATED~1

1.7K 265 6
                                    


COMPLICATED

"Itu anak, Ra. Anak! Pasti ada ikatan emosional di antara keduanya. Benda macam mobil, rumah, atau kucing aja kadang bisa diributin sampai pengadilan, apalagi anak!" seru Bella di ujung sana.

Karena pening, akhirnya aku menelepon Bella dan menumpahkan masalah Wingko dengan Icha kepadanya. Tentu saja aku tidak menceritakan peranku di sini. Aku bilang ini masalah sahabat dekat yang kebetulan curhat kepadaku.

Sebenarnya kalau memakai Ratri lebih pas sih, tapi Bella tahu sepupuku itu sudah punya anak dan hidupnya happilly ever after. Mereka saling follow di media sosial.

"Tapi ceweknya jelas-jelas salah, La. Nonsense banget kalau cowok itu masih ada rasa sama dia," semburku seolah tidak rela dengan fakta yang diberikan Bella.

Bella mendengkus. "Cinta yang sesungguhnya itu emang nggak pakai logika, Buk. Gue kira lo paham model ginian. Bukannya koleksi romance lo lebih banyak dari gue?"

Aku memutar mata. "Buk, ini bukan fiksi. This is reality."

Perempuan itu cekikikan. "I didn't say it fiction. Meskipun kalau boleh jujur, fiksi juga kebanyakan temanya nggak jauh-jauh dari kenyataan. Mereka hanya menghiperbolis di poin-poin jualnya aja. Tokoh rupawan, harta melimpah, penjahat kejam. Hanya itu, kan?"

"Gue bingung sama jalan pikiran elo,"

"Sama, dong! Gue juga bingung kenapa elo seserius ini ngurusi percintaan orang. Anggap aja mereka film atau novel. Dilihat, dibayangin, kalau ada pelajarannya diambil, lalu move on ke cerita yang lain. Udah, gitu aja. Ngapain harus dipusingin?"

Aku serius karena ini menyangkut perasaan aku, La.

Aku terlalu pengecut untuk mengakui semuanya pada Bella, tapi juga terlalu overwhelmed untuk memikirkannya sendirian. Sejenak, pikiranku melayang pada peristiwa tadi pagi, saat kami sarapan setelah Arum berangkat sekolah.

"Sampai sekarang pun masih seperti mimpi," Wingko menghela napas, "gimana saya bisa begitu cepatnya tertarik sama dia dan dengan bodohnya menurut begitu aja dengannya." Dia mendesah lirih. Berkali-kali bahunya menurun lesu. "Iya. Sampai sekarang saya bahkan belum mendapatkan jawabannya," keluh Wingko setelah menyesap kopi keempatnya.

Aku melihatnya penuh kasihan. "Jadi kalian kenal lewat Facebook di tahun pertama kalian kuliah, lalu jadian, making out, dan muncul Arum. Lalu karena Ika ingin meniti karir di dunia keartisan, kalian putus. Gitu, kan?" aku berusaha senetral mungkin. "Hei, it's normal, Dude! Manusiawi banget, apalagi kalian memang masih muda."

Aku harus membuatnya berhenti merutuki diri. "Siapa sih, yang nggak pernah membuat kesalahan ketika muda?!"

Dia menaikkan sudut bibirnya sebelah kiri. "Kamu ngucapinya kayak baca pancasila, saja. Ndak sesimpel itu, tahu?"

"Itu sebabnya sekarang kamu nggak punya akun sosial media?"

Dia mengangguk. Ada senyum kecil yang terbit di bibir tebalnya.

"Dia seangkatan sama kita, kan? Seharusnya aku kenal, sih." Aku memutar otak, mencari-cari nama Ika Candra di memoriku, tapi tetap tidak ketemu. "Sumpah, nggak ingat," keluhku.

"Meski beda sekolah, dia itu priyayi juga. Semestinya kamu kenal. Mungkin kamu lupa, kali."

Aku memberengut. "Kamu bisa nggak sih, melupakan kata itu?"

Dia mendesah. "Tapi karena status itu, hidup saya berantakan."

"Maksudnya?"

Setelah hening beberapa saat, dia menjawab. "Karena statusnya yang priyayi, saya ndak bisa menikahi ataupun melawannya."

DESIGNING US (COMPLETED)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant