Bab 40

471 51 0
                                    

Keadaan Arman tergantung dirimu Kenya, kalau kamu menjauh atau menolak, Arman akan semakin terobsesi. Rasa obsesinya mungkin tidak akan menyakiti kamu. Arman tidak akan berbuat sesuatu yang merugikan kamu, tapi dia akan menyakiti dirinya sendiri. Sebaliknya, jika kamu memutuskan menerimanya, Arman akan membaik, meski kamu tidak bisa memaafkannya sepenuhnya, saya harap kamu bisa memberi setitik maaf. Saya mohon bantu Arman melewati keadaannya.

Kenya menarik napas dalam ke sekian kali untuk mengurai gundah. Permintaan  Elia kembali menyapa pikirannya meski Kenya mendengar kalimat itu berjam-jam yang lalu. Akibatnya sekarang dia sendiri merasa sulit memejamkan mata dan melewati jam tidur yang biasa ia terapkan.

Satu hal yang Kenya syukuri, Kenya belum memiliki ponsel lagi setelah ponselnya hilang setahun lalu saat kecelakaan. Jika sekarang dia memiliki benda itu, Arman mungkin akan terus menghubunginya dan semakin membuatnya tertekan. Menerima sambungan dari ponsel Cacung saja untuk membujuk Arman agar beristirahat makan siang membuatnya kesal. Bisa-bisanya harus Kenya yang membuat pria itu memperhatikan dirinya. Ia sudah berpesan pada Cacung untuk tidak mengangkat telpon dari Garut atau Arman saat jam makan malam.

Aneh memang, dulu Armanlah yang paling ketat untuk urusan jam makan saking disiplinnya pria itu. Satu tahun ternyata bisa merubah kebiasaan pria itu.

Masih pukul sembilan dan Kenya mengutuk matanya yang belum juga mau terpejam. Kenapa sekaranag kepalanya di penuhi anggota keluarga Permana? Kenapa juga dirinya yang menurut Arman mirip mendiang ibunya? Apa perli dirinya melakukan penelitian jumlah wanita yang memiliki keterampilan membuat kue tradisional seperti dirinya, mencari yang masih lajang dan menjodohkannya dengan Arman?

***

Arman melempar ringan map coklat yang ia pegang. Jari-jarinya masing-masing memeijat dua sisi pelipisnya. Memelototi ribuan angka dalam sehari ternyata bisa semelelahkan itu. Tubuhnya terasa lebih lelah dari melakukan olahraga berjam-jam. Terbersit penyesalan dirinya yang telah menjajikan kenaikan profit pada dewan pimpinan perusahaan. Sekarang janjinya itu menjadi bumerang untuk Arman.

Sesekali Arman menatap pintu. Garut belum juga datang mengantar pesanan makan malamnya. Ia teringat kalimat Kenya saat di telpon tadi. Makadari itu, dia sudah meminta Garut untuk membelikan makam malam dan asistennya itu belum juga kembali sejak sejam lalu.

Tidak suka merawat orang sakit.

Arman terkekeh kecil mengingat suara Kenya saat mengatakannya. Omong-omong masalah Kenya, sedang apa dia sekarang? Tangan Arman terasa geli ingin menelpon Cacung agar bisa bicara sebentar dengan wanita itu. Arman yakin semangat kerjanya akan meningkat jika mendengar suara Kenya seperti tadi siang. Arman menghadapkan ponselnya di depan wajah. Ingatkan dirinya besok agar Kenya mau menerima ponsel yang akan ia belikan.

Tiba-tiba saja sebuah kotak putih, air mineral dan gelas kopi tersedia di atas mejanya. Arman mengernyit. Wajahnya terangkat melihat sang asisten yang sudah berdiri di depan mejanya.

"Kenapa tidak ketuk pintu?"

"Sudah Pak, beberapa kali, saya kira bapak tidur."

Arman menggeleng samar menyadari kebodohannya, "kenapa lama sekali?" tanya Arman lagi.

"Saya mencari menu yang di minta Nyonya Permana untuk Bapak, setelah saya mengetahui tempatnya, saya ternyata harus mengantri."

"Nyonya Permana?" Dahi Arman mengernyit tajam saat mengucap tanya.

"Nyonya Kenya yang saya maksud."

Seketika wajah Arman berubah cerah, "Kenya menyuruhmu mencari menu khusus?"

"Iya Pak, menunya harus seimbang kata Nyonya."

Tanpa aba-aba Arman membuka kotak makanan yang Garut bawa. Ia menyantap makanan itu dengan lahap. Meski makanan itu bukan Kenya yang memasak, Arman merasakan campur tangan Kenya dalam rasanya.

"Saya permisi kembali bekerja, Pak." Garut tidak mendapat tanggapan karena Arman fokus pada makan malamnya.

Garut menggeleng dengan wajah prihatin. Dewa Bos ternyata bisa ia kibuli. Garut segera keluar dari ruangan itu dengan wajah datar. Yang sebenarnya terjadi saat dia menunggu pesanan adalah Garut tidak sengaja bertemu dengan teman wanitanya semasa sekolah dulu.

Ingat! Dia hanya berusaha mengamankan bonus akhir tahun.

***

Sudah pukul dua dini hari saat Arman baru menyelesaikan memeriksa dokumen terakhir. Senyumnya terbit saat menyadari kemampuannya menyelesaikan semua pekerjaan dalam satu hari. Ia menghela napas sejanak, menarik tubuhnya ke atas untuk meregangkan ototnya yang tegang. Setelahnya Arman segera beranjak, mengambil jas dan tas kerjanya di atas meja.

Di luar ruangan, ternyata Garut melakukan hal yang sama.

"Kita pulang sekarang, Pak?"
"Iya, sudah siapkan supir?"
"Sudah, sedang menunggu di bawah."
"Selamat istirahat Garut, maaf sudah membuatmu lembur hingga jam segini."

Sejenak Garut terperangah, tadi pagi Arman memperhatikan sarapannya, menanyakan pengalaman jatuh cinta, dan sekarang Dewa Bosnya itu mengucapkan terima kasih. Rasanya Garut ingin membenturkan kepala karena perubahan Arman.

"Tidak apa-apa, Pak. Kembalinya anda rasanya membuat kantor ini kembali hidup."

"Oh ya? Apa maksudnya?"

"Hanya di bawah pimpinan anda saya lembur hingga jam dua pagi."

Arman manggut-manggut mengerti.

"Aku anggap itu pujian."
"Tentu, Pak. Saya memang memuji anda."

Garut memutar bola mata mendengar ucapan Arman. Ia bersumpah tidak akan berbohong lagi tentang menu pilihan Kenya. Cukup hari ini dirinya membuat Arman menggebu-gebu bekerja. Paling tidak bayaran setimpal ia dapatkan, target perusahaan tercapai dan bonus akhir tahunnya aman.

Gedung Permana Jaya sudah tidak berpenghuni. Lampu di lobi menyala otomatis saat Arman dan Garut muncul. Security gedung membuka pintu untuk mereka. Di luar, seorang supir sudah menunggu dengan pintu mobil terbuka.

"Selamat malam Garut, istirahat yang benar."
"Selamat malam Pak, anda juga."

Mobil yang membawa Arman berlalu meninggalkan Garut dan si asisten itu menghembus napas lega.

Di dalam mobil Arman memejamkan mata sejenak. Dia benar-benar lelah setelah memforsir segala kemampuannya hari ini.

"Sudah bawa yang saya pesan?" tanya Arman pada supirnya.

"Sudah Tuan, ada di bagasi."

"Bagus, kita ke rumah Nyonya."

Sejak membuka mata di pagi hari, Arman sudah berencana menginap di rumah Kenya. Tentu saja tanpa sepengetahuan Kenya, karena sudah pasti Kenya tidak akan membiarkannya.

Sekelebat bayangan rencananya untuk mengajak Kenya melakukan pengobatan di luar negri muncul di kepala. Arman masih menduga-duga apa rencananya akan berhasil. Sekarang saja Kenya belum menerimanya sepenuh hati. Kenya mungkin terlihat nyaman dengan keadaannya dan Arman takut kalau Kenya lebih suka dengan kondisinya yang sekarang hingga menolak untuk di obati. Semoga nanti begitu mereka resmi menjadi pasangan Kenya bisa ia seduce untuk mewujudkan rencananya.

Wajik Merah (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang