Bab 17

343 35 0
                                    

Waktu rasanya seperti berlari untuk Key. Tiba-tiba saja terhitung hari ini, seminggu lagi rencana pernikahannya akan di laksanakan. Rasanya baru kemarin dia dan Arman berdebat masalah rencana itu. Tepatnya mengenai tempat dan konsep. Sebenarnya konsep mereka tidak jauh berbeda, ingin acara di laksanakan dengan sederhana. Arman ingin menggelar acara di rumah dengan tamu hanya keluarga dan teman dekat. Tapi Key memiliki rencana yang lebih sederana lagi. Key ingin menikah di Kantor Urusan Agama dengan hanya di hadiri empat orang terdekat, masing-masing dua orang dari mereka. Setelah menyampaikan keinginannya itu pada Arman, Arman langsung saja sakit kepala. Mereka tetap pada keinginan masing-masing. Butuh waktu tiga hari hingga mereka akhirnya mendapat titik temu. Akad akan di laksanakan di KUA, dan acara syukuran sederhana di rumah Arman. Untuk masalah itu Key memberi batasan jumlah tamu hanya lima puluh orang dan mendengarnya asam lambung Arman langsung kumat.

Bahkan itu belum sebagian dari jumlah anggota keluarga besar Permana.

"Cung, minta tolong ambilkan kursi!"

Cacung yang saat itu kebetulan menengokkan kepalanya ke dalam dapur khusus Kenya segera di beri perintah. Kepala Key rasanya sedikit bergoyang saat mengaduk adonan wajik di atas loyang.

"Sebentar Mba."

Cacung melesat pergi mengambil kursi di belakang. Bukan tanpa sebab dia bergerak cepat. Mungkin Cacung tidak tahu Key merasakan pening di kepala, tapi Cacung melihat wajah Key yang pucat dan berkeringat.

"Ini Mba, mba Key kenapa? Sakit ya? Sampai pucat gitu, biar saya yang lanjutin Mba."

"Boleh deh, minta tolong ya Cung, mba ga enak badan."

Key menyerah dan membiarkan Cacung mengambil alih pekerjaannya. Dia tidak mau memaksakan diri. Sebentar lagi hari pernikahannya, kalau Arman tahu dia sakit lelakinya akan mengomel.

"Di depan gimana?" Key memegang kedua pelipisnya hingga tertunduk menahan pening.

"Aman Mba, ada manajer Tika, lagian masih lengang juga." Sambil bicara Cacung terus mengaduk adonan yang sudah mulai lengket dan berat, "Mba mending pulang deh, sumpah, Mba lebih nyeremin kalau sakit gitu daripada pas lagi marah."

"Ngawur, memuji atau menghina kamu, jangan berisik deh."
"Muji Mba."
"Makasih lho."
"Hehe..."

Dengan sangat rapi tertutupi, satu pun pegawai wajik merah tidak ada yang mengetahui rencana pernikahan Key dan Arman. Untuk yang satu ini mereka sepakat mengumumkan setelah acara berlangsung.

"Beneran deh Mba, bibir Mba sampai ga berwarna gitu." Key memang jarang memakai kosmetik.

"Ck, namanya juga orang sakit, sejak bangun emang rada lemes, nanti kalau adonan sudah matang, Mba minta tolong belikan obat masuk angin herbal ya Cung."

Sekilas Key melihat Cacung mengeratkan gigi guna menghimpun kekuatan mengaduk wajik.

"Beres Mba," menjawab seperti mengenjan pup, Key tertawa geli sendiri.

***

Counter baru Wajik Merah telah rampung di kerjakan. Dengan sangat ajaib oleh tangan Wong Cosmic. Counter itu selesai dikerjakan kurang dari dua bulan, jauh melampaui target yang Arman tentukan.

Hari itu hari terakhir para tukang bekerja. Wong datang ke sana untuk memeriksa hasil akhir para pegawainya. Tidak ada yang lepas dari pantauan Wong. Semua di amati dari pintu kamar mandi yang menimbulkan bunyi atau tidak, hingga tata letak properti yang telah Wong siapkan. Sekarang Wong mengawasi salah satu pegawainya yang sedang mengepel tempat itu.

"Kerja yang bagus Bapak Wong Cosmic."

Wong menoleh pada Arman yang berdiri di belakangnya. Senyum tipis designer itu mengembang seiring Arman yang semakin dekat.

Wajik Merah (Sudah Terbit)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz