Bab 4

563 60 0
                                    

"Dalam waktu tiga bulan? Yang benar saja?"

Kenya memandang kesal pada Arman, tapi pria itu sama sekali tidak peduli, tetap asyik menyesap kopinya, melihat penandangan lain di sana, yang sama sekali tidak semenarik pemandangan di depannya.

"Arman!"

"Kenapa memangnya kalau tiga bulan? Apa yang salah dengan itu?"

"Ini memang pertama kali aku melakukan kerja sama dengan mall besar milikmu, tapi masa iya begini bunyi perjanjiannya? Yang benar saja, kamu tahu aku kerja sendiri, manajer belum ada..."

"Sudah ada, mungkin sekarang dia sedang menuju Wajik Merah," potong Arman cepat.

"Oke, sudah ada manajer. Tapi counter itu akan di buat dari awal. Kalau konsepnya aku sesuaikan dengan induknya, apa bisa dalam tiga bulan aku mengadakan pembukaan?"

"Kamu lupa berapa lama waktu yang aku perlukan untuk membangun Wajik Merah dulu?"

"Itu kamu, jabatanmu sebagai manajer di sana. Aku mana sekompeten dirimu, ck. Kalau-kalau juga kamu lupa, kamu hanya merenovasinya, menata ulang dengan lebih baik tentunya." Suara Kenya semakin rendah di bagian akhir kalimat pujiannya. Ia kemudian menarik napas dengan kepala di gelengkan. Merasa mustahil melakukan apa yang di minta Arman di surat perjanjian yang ia pegang saat ini. Tiga bulan untuk membuat sebuah counter dan harus rilis, rasanya Key ingin merobek saja kertas yang Arman sodorkan.

Dulu Arman dengan gigih memintanya menyewa jasa arsitek paling bagus untuk memermak Wajik Merah, meminta mereka bekerja cepat dengan iming-iming bayaran besar dan saat itu Key memang memiliki uang untuk mengabulkan permintaan Arman. Hasil dari penjualan rumah yang dibelikan Parhan yang Kenya jual karena merasa kesal dengan pengkhianatan Parhan. Dan sekarang sisa uang itu tidak seberapa untuk membuat sebuah counter dalam kurun waktu tiga bulan. Key paling hanya bisa menyewa tukang rumahan.

"Aku bisa meminta designer interior yang mengerjakan WM dulu untuk membuat countermu."

"Tidak, aku tidak setuju. Itu artinya kita tidak pro kalau kamu ikut campur," tolak Kenya cepat, bahkan lebih cepat dari Arman bicara saat persentasi. Yah, untuk menyamarkan bahwa dirinya tidak mampu, dan alasan profesionalitas sangat membantu.

"Akan ada acara besar dalam waktu tiga bulan ke depan di mall. Itu kesempatanmu agar WM di kenal banyak orang sehingga tidak perlu promosi lagi, dengan sendirinya WM akan menarik perhatian. Sasaran marketingmu juga akan banyak yang datang karena acara ini melibatkan perancang busana wanita. Kamu pasti tahu gambaran berikutnya." Arman menjelaskan dengan nada meyakinkan pada Kenya. Berharap wanita itu mau sepemikiran dengannya. "Acara akan berlangsung tiga hari," hasut Arman lagi.

Kenya menggigit dalam bibir bawahnya pertanda sedang mengalami dilema berat. Harus dia akui, penjelasan Arman sedikit membuatnya tergiur. Sebuah kesempatan emas bagi tokonya untuk menjadi lebih besar, karena sekarang ia sudah menjadi tulang punggung keluarga setelah kepergian Parhan. Tapi di sisi lain, dia benar-benar ingin melakukan kerja sama dengan dasar profesionalitas dengan Arman. Kerja sama profesional, artinya Arman tidak ikut campur dengan usaha pembukaan counter  barunya sama sekali dan artinya lagi menjauhkan Arman sedikit lagi dari kehidupannya.

"Bagaimana?"

Kenya diam. Memikirkan langkah-langkah yang harus ia pilih agar apa yang di rencanakan Arman bisa ia wujudkan tanpa melibatkan pria ini.

"Begini saja," melihat Kenya yang masih bersikap keras, Arman memilihkan jalan tengah. Sangat jelas, Kenya tidak mau melibatkannya sekarang karena ia sudah hengkang dari Wajik Merah.

"Aku hanya akan mencarikan orang yang tepat yang bisa membantumu membuat counter itu dalam waktu cepat. Hanya-mencarikan. Selebihnya, kamu yang urus. Itu sudah profesional bukan?"

Kenya menimbang-nimbang.

"Segala bentuk rancangan, konsep, bahan dan semua keputusan tentang counter, kamulah yang akan melakukannya. Bahkan untuk penataan counter aku tidak akan ikut campur meski seleraku lebih baik, bahkan jauh lebih berkelas darimu,"  ungkap Arman sombong, panjang lebar, dan tentu percaya diri. Pria itu memang tidak munafik, kualitas kinerja dan seleranya jauh di atas Key, tapi tidak perlu di tegaskan juga kan, Key sudah tahu itu.

Menurut Arman,

Asal Kenya segera bekerja dengannya dalam satu gedung, ia rela tidak akan ikut campur meski nanti dirinya akan merasa tidak tahan dengan konsep yang akan di terapkan Kenya dan akan dengan senang hati merubahnya. Wanita ini sedang menjadi incarannya sekarang tanpa Kenya ketahui, atau mungkin sudah tahu tapi pura-pura.

Kemudian, ia, memutuskan.

"Baik, aku setuju."

***

"Senang bertemu anda nyonya Kenya. Saya akan bekerja sebaik mungkin, mohon bimbingannya."

Seorang wanita umur pertengahan dengan penampilan menarik tapi tetap sopan menyalami Kenya di ruangannya.

"Jangan bicara terlalu formal. Santai saja. Silahkan duduk mba Tika," balas Kenya ramah, tersenyum puas dengan manajer baru yang di pilih Arman.

"Terima kasih," wanita itu turut menyunggingkan senyum ramah pada Kenya.

"Mba Tika mau minum apa? Suka minum teh atau kopi?"

"Kopi saja nyo...."

"Kenya, panggil Key juga bisa, jangan pakai embel-embel nyonya atau ibu."

"Tapi..."

"Saya bukan Arman. Jadi tidak perlu terlalu formal di sini."

"Tapi...."

"Saya ambilkan minum dulu, kita ngobrol sambil ngopi."

Wanita itu memelaskan wajah saat Kenya pergi dari hadapannya. Apa dia tidak tahu berapa banyak poin yang harus ia hafalkan setelah Arman memilihnya sebagai manajer di Wajik Merah, termasuk memanggil Kenya dengan sebutan Nyonya Permana, yang membuat Tika mengira Kenya sudah menjadi istri Arman. Meski awalnya merasa senang karena terbebas dari jerat kantor di bawah perintah Arman, Arman memintanya untuk bersikap hormat dan patuh pada Kenya sebagaimana ia bekerja dengan Arman.

Bagaimana ini?

"Saya ga pintar bikin kopi, semoga suka," Key menghidangkan secangkir kopi di depan Tika. Membuat Tika salah tingkah merasa seperti di awasi pasang mata lain.  Bisa saja Arman datang tiba-tiba dan memergoki dirinya yang malah di layani bos baru.

"Mba Tika mau cicip ku..."
"Tidak tidak tidak, kopi ini cukup kok Bu." Sepertinya Tika tidak sadar baru saja bersikap tidak sopan, tapi Key malah melihatnya geli.

"Apa Arman mengancam dengan sejuta peraturan yang harus kamu taati, Tika?" Tembak Key tepat, "Oh iya jangan panggil saya Ibu atau Nyonya, panggil saja 'Mba', kita seumuran kok, saya juga single."

Wajik Merah (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now