Bab 6

435 52 1
                                    

"Yogi mau buku mewarnai lagi."

Dalam perjalan sepulang dari tempat terapi, Yogi mengutarakan keinginannya untuk pertama kali pada Kenya. Antara kaget bercampur senang, Kenya harus membagi perasaan itu dengan lalu lintas yang di lewatinya saat ini.

"Yogi mau buku mewarnai? Mama yang belikan?" Tanya Key tak percaya.

Hal biasa bagi orang tua lain membelikan apa yang menjadi kesukaan anak-anaknya, tapi tidak bagi Kenya. Pertama kali ini Yogi meminta barang dari dirinya setelah sekian lama ia sangat ingin Yogi melakukan itu. Sebelumnya, Yogi hanya ingin di belikan buku mewarnai atau barang apapun yang ia inginkan oleh Yuni atau Parhan.

"Iya, Mama yang belikan."

Tanpa melihat wajah Kenya, Yogi menjawab. Tak mengapa, asal mulai saat ini Yogi mau mengatakan apa yang ia inginkan pada dirinya. Yuni benar, Yogi berkembang pesat setelah menjalani terapi.

"Baik, kita beli sekarang."

Kenya tersenyum haru dengan dada bergemuruh. Sebagai anak pengidap autis, Yogi memiliki aturan sendiri dalam dunianya. Pun hanya orang-orang tertentu yang bisa bicara sangat akrab dengan Yogi, tak sekedar bicara pastinya. Dua di antara orang tersebut adalah Parhan dan Yuni.

Akibat dulu Kenya menolak kondisi Yogi yang sebenarnya, ia jarang bicara dengan anaknya sendiri. Jarang mau mengantar jemput Yogi ke tempat terapi kalau bukan Parhan yang meminta. Bukan tidak peduli dengan Yogi, tapi Kenya menolak autis yang di derita Yogi dan cenderung menganggap Yogi layaknya anak normal pada umumnya.

"Sudah sampai, ayo kita beli buku mewarnainya. Nanti Yogi boleh pilih sendiri berapapun yang Yogi mau."

Saking senangnya Kenya saat itu, ia lupa kalau Yogi jika meminta sesuatu, maka hanya akan ada satu. Satu. Tidak lebih tidak kurang. Tawarannya untuk Yogi membeli buku lebih dari itu tentu sia -sia.

Tidak sulit menemukan buku mewarnai di toko itu. Key menghadapkan Yogi dengan beberapa pilihan.

"Yogi ga mau buku yang lain, yang gambar buah tau bunga ini kan bagus juga nanti kalau Yogi warnai," tawar Kenya tak menyerah.

"Yogi mau yang profesi, yang ini, yang ini." Yogi memegang erat buku mewarnai dengan gambar berbagai profesi di dalamnya.

Kenya tersenyum.

"Baik, kita beli yang ini saja."

***

Arman melonggarkan dasi yang melingkari lehernya karena merasa sesak. Sudah dua hari setelah pembicaraan terakhirnya dengan Kenya, mereka belum bertemu. Pertimbangan yang cukup lama sedang dilakukannya untuk menyetujui usul bos Garis Estetika untuk memakai jasa Wong Cosmic sebagai designer interior counter baru Wajik Merah dan sekarang keputusan harus di ambil. Waktu terus berjalan.

Jika sebelumnya Arman langsung setuju ketika telah tahu pasti track record orang yang akan bekerja untuknya, tidak kali ini. Entah kenapa ia masih bimbang.

"Garut! Masuk ke ruangan saya!" suara Arman mengarah pada interkom di atas meja kerjanya.

Garut datang tak sampai semenit setelah mendengar perintah Arman.

Wajah sekretaris itu memancarkan kesiapan apapun perintah yang akan ia terima meski di atas meja kerjanya masih bertumpuk perintah Arman sebelum-sebelumnya.

"Hubungi pihak GE, katakan aku bersedia memakai jasa desainer itu, pastikan ia datang hari ini ke kantor, besok aku akan mengajaknya bertemu Kenya."

Ada nada terpaksa tersirat dari Arman yang di tangkap pendengaran Garut. Meski begitu, tidak ada niatnya untuk bertanya tentang apa yang ia pikirkan. Garut mengangguk.

"Akan saya hubungi sekarang, ada lagi yang ingin tuan sampaikan?"

"Tidak ada, hanya saja aku mau pulang lebih cepat, katakan pada desainer itu untuk datang secepatnya."

Pulang cepat adalah salah satu password surga bagi Garut. Arman seorang gila kerja. Sebuah hal langka mendengar bosnya itu mau pulang lebih awal. Lembur adalah nasi baginya, karena Arman melakukannya hampir setiap hari dan Garut mau tidak mau harus mengikuti.

"Apa kamu tidak senang kita pulang cepat?" Tanya Arman.

"Eh, t-tidak Pak, saya senang kok, sangat senang malah."

"Berarti kamu tidak senang kalau aku meminta lembur?"

"Hah?" Wajah pintar Garut mendadak tolol mendengar gurauan si bos.

"Jangan terlalu bekerja keras Garut, sisakan waktumu untuk kehidupan lain, manusia itu makhluk sosial, harus berinteraksi dengan manusia lainnya?"

Jadi siapa orang yang membuat Garut mendekam di kantor melibihi jam pulang normal selama ini?

Wajik Merah (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now