MOURA'S | 2.5

264 45 40
                                    


untuk sebutan mereka maksudnya Narendra dkk (termasuk Julio dan Gani), Jonathan dan Moura ya moms <3

2.5 | Clarification




Moura tersenyum tipis, sambil memandang Tante Laura yang juga memandangnya dalam. Kini semuanya sudah jelas, setelah Moura menjelaskan pada mereka, dibantu Jonathan.

Pun Laura yang sudah mendengarkan semua penjelasan, kini perasaannya malah campuran aduk, antara lega pada Moura, dan juga khawatir pada Jyanna. Adik iparnya itu rela berbuat nekat, demi membalaskan kematian kakaknya.

"Laura."

Semua pandangan beralih pada Aland yang berjalan mendekat dengan tongkat yang membantunya berjalan.

"Bisa kita bicara?" Tanya pria tua itu, yang di balas anggukkan kepala Laura. Pun setelahnya kedua orang dewasa itu pergi, menjauh dari mereka yang duduk melingkar.

"Trus, kakak lo sekarang dimana?" Tanya Ezra enteng, menyeruak diantara kecanggungan yang semakin menjadi.

Bryan di sebelahnya, berdeham sambil menyenggol sikutnya. Sementara Moura tetap diam, tidak melepas pandangannya pada Julio yang juga menatapnya datar.

"Moura."

Lagi - lagi semua pandangan beralih, namun kali ini mereka kompak melirik bingung seorang lelaki asing berwajah datar dengan ujung alis tercukur silet dan tato di bawah mata. Sementara sweater warna lilac bertuliskan 7 rings Ariana Grande melekat di tubuhnya. Cukup kontras antara wajah yang bertampang preman dengan penampilannya.

"What else?" Tanya Moura sedikit menyentak, cukup lelah di buat repot mengurus bayi besarnya ini –semenjak kepergian Davide.

Sementara Theo hanya terdiam, berusaha menyembunyikan jiwa menciutnya karena kemarahan Moura dengan wajah datarnya. "I want to pee."

Moura mendengus, pun ia bangun dari duduknya lalu menarik Theo kembali ke mobil, untuk mengambil tas kecilnya yang berisikan tissue atau semacamnya.

"Itu siapa lagi?" Tanya sinis Ezra yang tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.

"Anak pungut." Jonathan

"Pasti nyusahin." Celetuk Ezra, yang langsung di hadiahi cubitan Kalyca di pahanya.

Tapi Jonathan malah mengangguk setuju, dan disahuti tawa geli mereka kecuali Julio yang sedari tadi hanya diam.

"Tapi ganteng banget. Jadi adek-adek'an bisa kali."

Seketika suasana hening, melirik Gavinna yang tersenyum manis menatap Jonathan.

"Minta hotspot dong, sinyal di gue nggak bagus." Kalyca mengalihkan.

"Sini, paket gue lagi banyak."

"Kenapa pada bubar?" Moura yang baru kembali, melihat teman - temannya kini berpencar. Pun Moura beralih menatap Gavinna yang juga menatap mereka masam.

"Hei!"

Moura tersentak tatkala Gani merangkulnya tiba - tiba. "Hai, Gani. Long time no see." Balasnya, mengingat sama sekali belum menyapa temannya yang satu ini.

Gani merengut. "Minimal senyum lah ya tadi."

"Sorry." Jawab Moura sekenanya, lalu tersenyum. "Do you miss me?"

Gani tergelak, sambil mengeratkan rangkulannya. "Of course!"

"Me too, Gani."

"Btw cowok yang tadi, itu Aaron yang pernah lo ceritain?" Gani melepaskan rangkulannya. Pun kemudian keduanya kembali duduk.

Moura menggeleng. "Aaron masih kecil, kalau tadi itu anak angkatnya Davide."

Suasana sempat hening, sampai kini mereka duduk melingkar kembali dan menatap Moura kompak.

"Sorry ya kita sempet mikir negatif ke lo soal kecelakaan Julio."

Moura beralih menatap Gavinna dan teman-temannya yang tersenyum sungkan. Moura tersenyum. "Nggak papa." Ia mengalihkan pandangannya pada Julio yang malah membuang muka dan bangun dari duduknya, lalu memilih bergabung dengan teman - teman seangkatanya.

Ujung bibir Moura berkedut, berteriak gemas dalam hati. Sebenarnya sedari tadi ia menahan untuk tidak memeluk lalu mencubit gemas pipi sepupunya itu. Sok sok'an membuang muka seperti itu ia malah semakin dibuat gemas.

Pun Moura bangun dari duduknya, lalu mendekati Julio yang sedang bercanda gurau dengan temannya dengan posisi membelakangi. Moura menambah langkahnya, berlari kecil lalu tanpa aba - aba merangkul pundak Julio erat, sampai sang empu tersentak ke depan.

"Sorry." Moura terkekeh, tampak menikmati wajah terkejutnya Julio.

Tapi kemudian tawa kecilnya mereda, mendapati wajah terkejutnya Julio yang kembali berubah datar menatap Moura. Karena gemas sendiri pun Moura mencubit sebelah pipi Julio gemas. "Kamu tatap aku kaya gitu tuh nyebelin tau nggak?! Nggak seram sama sekali!" Cerocos Moura menghiraukan Julio yang mengaduh kesakitan.

Julio mengusap sebelah pipinya yang memerah setelah melepas cubitan Moura, seumur - umur belum ada yang memperlakukanya seperti ini termasuk Mamahnya sendiri. Lagi - lagi Julio tersentak ketika Moura menarik tangannya, dan membawanya menjauh dari anak - anak lain.

Moura tersenyum pada Julio, lalu melepaskan genggamannya, dan duduk di bangku berbentuk batang pohon yang tersedia. Memandang kota Bandung dari atas bukit yang sangat indah ini, cukup menenangkan pikirannya yang sudah di buat meledak oleh kejadian yang terus berdatangan pada beberapa bulan terakhir ini.

"Sorry."

"Buat apa?" Julio mendekat dan berdiri di sampingnya.

"Untuk semuanya.." Moura menggantukan ucapannya, ia mendongak. "Termasuk udah jadi sepupu kamu."

Julio terdiam sejenak. "Itu takdir, bukan kesalahan."

Moura menghela nafas. "I know.. but, kamu suka sama aku."

Keduanya saling mengunci tatapan.

"Ikatan keluarga bukan penghalang. Tante Anna sama Mamah juga bukan sodara kandung."

Moura memutus pandanngannya, menatap lurus ke depan. "Tapi aku udah anggap kamu adek."

"Terserah lo. Perasaan gue tetep nggak bakal berubah." Kata Julio yang ternyata keukeh.

"Tapi nanti kalau aku kenalin pasangan aku ke kalian, nanti kamu,–"

"Ya silahkan,"

Moura menatap dalam Julio.



"Soal perasaan ini ya itu urusan gue."














THE END

______________________________


EASYYY! masih ada epilog and extra part kok.  btw mungkin ada sepatah dua kata pesan untuk para my characters ?

bisa juga kasih saran bagus, dan apa perasaannya selama baca cerita ini? (lumayan buat promosi😁)

OKE DEH, SEE UUUU SAMPAI EPILOG DAN DI NEXT STORY NYA 💐💗


xoxo💗
ryntanbae 🦋🖤

MOURA'S [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang