Chapter 22

147 18 9
                                    

Tenang, aku hanya memalingkan wajah agar tak kau lihat tangis yang keluar karena emosiku, sementara hatiku masih tetap terjaga hanya untukmu.

Unedited//; Story of A;//Chapter 22
Easypenawrite

🥀🥀🥀

"Apa ngga apa-apa kita tinggalin mereka?" Ucap gadis itu gugup.

Rasanya dia ingin meminta maaf pada orang yang sudah merasa tersakiti itu. Apalagi sampai ada adegan kekerasan, semuanya terkikis banyak. Tentang rasa yang dia pendam untuk seseorang di depannya, dan semua hal yang berhubungan dengan itu rasanya mulai memudar. Entah mungkin karena dia tidak suka dengan kekerasan. Apalagi kekerasan laki-laki terhadap wanita.

"Kak, kamu kenapa kayak gitu tadi?" Ucapnya kemudian.

Dia hanya diam membisu melihat Alfian memasang wajah datar dibalik spion motornya. Kia merunduk sambil mencengkram jaket bagian bawah milik Alfian merasa gugup seperti sedang dalam bahaya.

Sementara Alfian menyadarinya, dia hanya bersikap acuh tak acuh berusaha mengabaikan. Bahkan memang banyak yang perlu diungkapkan, hanya saja sesuatu belum mendukung sepenuhnya. Dia takut semua yang berpikiran positif dulu, akan menjadi orang yang pertama kali menuduhnya.

Mereka melanjutkan perjalanan tanpa sepatah kata. Kia hanya diam, sedangkan Alfian merutuk diri dalam hati, menyesal.

🥀🥀🥀

"Heh!" Kaget seseorang
"Apaa??"

Fatya tersenyum polos lalu mendekatkan diri ke sebelah Rai yang berada di pojok kiri kursi angkot.

Satu, dua sampai hitungan beberapa detik tetap hening.

"Udah kali nangisnya.."

"Air mata Lo jatuh udah kayak air terjun. Ngga ada habisnya, deres pula. Berasa pengen mandi,"

"Terus datang deh matahari. Mataharinya terik banget euy, mmbuatku ingin makan."

"Biar apa gue makan ya?"

Rai melirik terus-menerus ke arah Fatya tanpa menggubrisnya sedikit pun. Namun dapat dilihat bahwa air matanya berhenti bercucuran.

Sepatah kata Rai ucapkan untuk menghargai Fatya, sahabatnya yang berusaha menghibur. Mengembalikan semuanya ke keadaan semula. Dia tersenyum memberi semangat.

"Biar kenyang?" Celetuk Rai.

Fatya terkekeh pelan mendengarnya.

"Lah itu mah kalo makannya sampe kenyang"
Ucapnya sambil sedikit tertawa.

Shit! Rai memutar bola mata lalu tak berniat lagi memperhatikan Fatya. Pikirannya benar-benar tak jernih. Banyak hal terlintas namun Rai merasa dirinya sekarang sangat lemah. Dia selalu bertanya dimana Rai yang tetap tertawa meskipun seisi sekolah mengejeknya.

"Bia.... Gak lapar. Hehehe..."

Rai refleks memukul kepala Fatya dengan buku tebal di pangkuannya. Dia kesal dengan jawaban serandom itu.

"Oke oke ampun mbakkee..."

Rai tetap memukulnya pelan sampai dia jera membuat lelucon yang sama sekali engga lucu.

"Ra," ucap Fatya

Rai yang sedang asyik memukulinya lalu bersitatap serius dalam beberapa detik. Dia mengambil kesimpulan bahwa ada yang ingin dibicarakan oleh sahabatnya saat ini. Terlihat dari sorot matanya yang banyak memendam suatu suara tak terdengar.

Waktu berlalu beberapa detik.

Rai membenarkan posisi lalu memasang wajah semestinya.

"Ya?" Balasnya pendek.

Fatya menatap Rai intens.

"Jangan menciptakan pelangi, dengan air mata. Maaf gue sok bijak. Tapi banyak yang ngga Lo tahu, ngga Lo ngerti, ngga Lo pahami, semuanya. Terkadang gue sembunyi dari semuanya, karena gue tahu, ini ga baik bagi Lo."

Rai terdiam.

Tak bisa berkata, dia hanya memandang lutut Fatya dengan tatapan tajam. Mencoba berpikir apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Fatya.

Jika memang fakta itu benar-benar menyakitkan, nyatanya dia harus menguatkan diri terlebih dahulu agar bisa mendengarkannya, kan?

Dia tak sekuat yang orang lain kira. Segelintir jawaban yang tepat untuk pertanyaan mengapa dia harus bersiap diri.

Tetapi, apa pun itu yang terpenting dia bisa tahu bukan?

🥀🥀🥀

Apa yang terlihat dari sebuah pertengkaran, selain emosi dan egoisme? Apa yang terlihat dari perdebatan, selain ambisi dan rasa terlihat benar?

Semuanya bagi pria itu terlihat semu. Bahkan orang yang dicintainya sampai dilukai hanya karena emosi dan egoisme orang lain.

Tetapi kenapa mesti dia? Selama ini memangnya tak ada lagi orang yang lebih baik dibanding dia? Tak ada lagi orang yang lebih segalanya ketimbang dia?

Rega mulai berpikir. Memutar otak.

Kejadian yang barusan terjadi memang menimbulkan banyak tanya. Kenapa dia sebenci itu terhadap Rai? Apa salah Rai? Apa hanya karena dia mencintai Alfian, Alfian jadi membencinya?

Apa hanya karena Rai suka mengejar-ngejar Alfian, Alfian jadi risih dengannya? Gak mungkin! Tegasnya dalam hati.

Jelas ada yang lain yang gak pernah diketahui walaupun udah terlihat jelas. Tapi apa? Ahk.. mungkin matanya ketutupan sesuatu mangkanya ngga bisa lihat:(

Jelas banget ada masalah lain yang harus diselesaikan. Ini bukan waktunya berdiam diri bagi Rega. Atau pun memikirkan caranya mendapatkan hati pujaannya yang, boleh dikata telah memuja orang lain.

Sayangnya itu si Alfian. Kenapa harus dia (lagi)?

Entah. Tanda tanya besar untuk misteri kecil.

🥀🥀🥀

TBC.

Jangan lupa komen dan share ya..
Tinggalkan jejak sahabat.

5 Oktober 2020

Sorry ya telat terus sampai berbulan-bulan.. author banyak kerjaan dan yang handel cuma #author1. Hufft... Mereka bekerja di belakang.

Maaf ya, kita masih pelajar.. banyak tugas. Apalagi sekarang kita kelas 12. Mungkin bakalan lebih jarang update soalnya juga pembelajaran terus-menerus daring. Mata lelah lihat hape Ferguso...

Ah udahlah kepanjangan.. see you

Story Of A [Revisi]Where stories live. Discover now