15. Pantang Menyerah

1.6K 292 261
                                    

Hola, kita ketemu lagi. Gimana, cepet kan updatenya? ^-^

Mau tanya, udah ada yang lihat trailer Reason di instagramku?

Udah siap buat part kali ini?

Udah siap buat spam komen lagi, kan?

Kalo ada typo mantion aja yaa. Selamat membaca!!

********

Uwukan yang jadi RP nya Pak Satya ><Ada yang mau gabung buat chatingan sama Pak Satya?

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Uwukan yang jadi RP nya Pak Satya ><
Ada yang mau gabung buat chatingan sama Pak Satya?

-------------------------------------

Mobil Pak Satya berhenti di halaman vila yang sangat luas. Aku tidak tahu kenapa Pak Satya mengajak ke puncak. Saat aku bertanya, dia hanya menjawab jika sedang penat dan butuh udara segar. Suasananya sangat asri, sekitarnya terawat dengan bersih. Sepertinya, beberapa hari sekali ada seseorang yang membersihkannya. Keadaan saat ini sangat sepi, hanya kicauan burung yang terdengar.

Aku berjalan di samping Pak Satya, dia kembali menggenggam tanganku. Aku menatap sekilas tautan tangan kami, kemudian menatap Pak Satya. Dia hanya tersenyum. Pak Satya tidak masuk ke dalam vila, dia membawaku melewati jalan setapak.

"Ini vila keluarga saya," katanya.

"Kita ngapain ke sini, Pak?"

"Berduaan sama kamu, sekalian cari udara segar," jawabnya santai. Dia terus membawaku sampai belakang vila. Ada pohon besar di depanku. Mataku tertuju pada rumah pohon yang ada di atas sana. Aku langsung menatap Pak Satya, mengernyit bingung. Dia hanya membalasku dengan anggukan kecil dan seyum simpul.

"Iya, itu punya saya. Dulu waktu SMA, setiap saya penat dan banyak pikiran, saya selalu kemari. Saya suka suasana dan udara di sini. Itu bisa bikin pikiran saya jadi tenang."

"Jadi, Pak Satya sekarang sedang banyak pikiran?" tanyaku. Dari cerita yang dijelaskannya, aku menarik kesimpulan jika ada banyak hal yabg sedang dipikirkan Pak Satya dan itu mengganggu ketenangannya.

"Betul. Saya lagi mikir, kapan lamaran saya kamu terima," balasnya. Refleks aku langsung memukul lengan Pak Satya. Dia hanya tertawa lebar. "Ayo. Kamu bisa manjat, kan?" ajaknya. Aku mengangguk. Dulu, aku dan Bang Reno sangat suka memanjat pohon mangga di belakang rumah. Kami berlomba mendapatkan mangga yang paling matang.

Aku dan Pak Satya sudah sampai di atas, pemandangan di sini benar-benar indah. Seluruh kota seakan terlihat jelas dari atas sini, belum lagi tebing yang ada di sekitar sini, juga pohon yang tumbuh hijau, sangat sempurna. "Cantik sekali," bisikku.

"Mau lihat isi rumah pohon saya?"

"Boleh?"

Pak Satya tidak menjawab, dia langsung merogoh saku celananya, mengambil kunci yang tersimpan di dalamnya. Aku sedikit merunduk saat melewati pintu rumah pohon, Pak Satya menyusul di belakangku. Aku melihat sekitar, isinya tidak jauh berbeda seperti rumah pohon anak laki-laki pada umumnya.

ReasonHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin