6. Patah Hati

5K 536 320
                                    

Halo, kita ketemu lagi :v
Buat yang belum follow langsung follow ya, biar nanti bisa baca secara lengkap.

Pokoknya aku minta spam komen biar semangat ngetiknyaa.

Selamat membaca!!

-------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-------------------------

"Biarkan seperti ini, saya butuh kamu."

Aku berusaha menormalkan laju jantungku yang masih saja berderu. Ini sudah lima menit berlalu. Sungguh, ini bukan Pak Satya yang aku kenal. Dia benar-benar berbeda. Tidak biasanya Pak Satya bersikap seperti ini.

Aku bahkan merasa kesusahan hanya untuk menelan salivaku. Rasanya seperti ada yang mengganjal. Sebisa mungkin aku berusaha bersikap biasa--meskipun sepertinya gagal. Karena setelah itu Pak Satya kembali pada posisinya semula.

Tanpa sadar aku menghembuskan nafas lega.

Saat aku menoleh untuk menatap Pak Satya, gurat lelah sangat terlihat di wajahnya. Auranya juga sedikit meredup. Entah beban apa yang dipikulnya belakangan ini sampai membuatnya seperti ini.

"Ada yang ingin Pak Satya ceritakan?" kali ini aku bertanya sebagai temannya, bukan bawahannya. Aku tidak tega melihatnya seperti ini.

"Saya bingung," katanya. Tangannya terangkat untuk mengurut pangkal hidungnya, membuat matanya terpejam.

"Saya siap jadi pendengar yang baik."

"Ily, kamu pernah merasakan patah hati?"

Aku mengerut mendengar pertanyaan Pak Satya barusan. Kenapa tiba-tiba dia bertanya seperti itu? Aku jadi berpikir kalau ini ada sangkut pautnya dengan Tara. Atau sampai sekarang Pak Satya belum bisa meluapakan Tara?

Yah, bagaimanapun juga mereka sudah menjalin hubungan yang cukup lama. Pasti tidak mudah untuk melupakan dan merasa terbiasa dengan semuanya.

"Kalau soal asmara belum pernah Pak."

"Maksudnya?"

Aku tersenyum tipis. Aku memang tidak pernah merasakan patah hati soal asmara. Tapi yang aku rasakan adalah patah hati yang berkaitan dengan keluarga. Bahkan aku sudah berteman baik dengannya sejak lima tahun yang lalu.

Dan rasanya jauh lebih menyakitkan.

Asmara, hanya dengan mengucapkan kata maaf dan memperlakukan pasangannya dengan baik, semua bisa terselesaikan dengan mudah. Hanya dengan memberikan dekapan kecil yang hangat, emosi yang awalnya memburu bisa langsung mereda.

Tapi hal itu tidak berlaku untukku. Kata maaf dan semua hal yang aku lakukan selama ini tidak ada artinya. Semua sia-sia. Apapun yang aku lakukan selalu saja terlihat salah di mata Ayah dan Bang Reno. Tidak ada hal yang benar pada diriku.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang