2. Luka Lama

5.9K 540 164
                                    

Hallo bucin, apa kabar? Semoga hari kalian menyenangkan 💖

Kalian jangan keluar ya, #dirumahsaja. Kita bantu para medis buat putus rantai penyebaran covid-19. Semoga penyakit ini segera hilang, biar aktivitas kembali berjalan normal.

Tetap jaga kesehatan yaa 🤗

Happy reading!!

------------

Tetap semangat meraih mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetap semangat meraih mimpi. Kamu hebat. Kamu pasti bisa - suara hatimu

---------

Aku masih berkutat dengan pekerjaanku, menyalin materi rapat satu jam lalu ke dalam bentuk dokumen. Sedikit lagi aku akan menyelesaikan pekerjaan ini. Tiba-tiba alat intercom yang ada di depanku berbunyi. Aku langsung menoleh ke ruangan Pak Satya. Dia masih di tempat duduknya, tangannya melambai ke arahku.

Aku beranjak dari dudukku. Tanpa mengetuh pintu aku langsung masuk ke dalam ruangannya dan berjalan ke arahnya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak Satya?” tanyaku.

Tangan Pak Satya terulur, meraih sebuah map yang ada di sampingnya. “Ily, tolong kamu copy kan ini ya? Nanti salinannya kamu simpan jadi satu dengan berkas dari PT. Ahas lainnya dan yang asli serahkan kembali pada saya,” kata Pak Satya sambil memberikan sebuah map berwarna merah kepadaku.

“Baik, Pak,” jawabku. Tanganku terulur menerima berkas yang diberikan Pak Satya. Setelah itu aku langsung keluar. Berjalan ke arah lift. Di lantai ini belum ada mesin fotocopy, jadi aku harus turun ke lantai 29.

Setelah pintu lift terbuka, pemandangan pertama kali yang aku lihat adalah suasana ramai dari divisi marketing. Beberapa orang berjalan kesana kemari untuk mengurus pekerjaannya. Selebihnya sibuk dengan pekerjaan di kubikel masing-masing.

Aku langsung menghampiri kubikel Irma. Sahabatku ini terlihat sangat sibuk sampai dia tidak tau kedatanganku. Aku bersandar di samping kubikelnya. “Sibuk amat, buk,” candaku.

Irma langsung menoleh. Matanya berubah menjadi sipit saat dia tersenyum. “Ya ampun Ily, dua hari gak liat kamu rasanya udah kayak berbulan-bulan gak ketemu,” ucapnya. Irma memutar kursi putarnya, membuat atensinya tertuju padaku.

“Hahaha, bisa aja kamu.”

Aku memang lebih menyukai gaya berbicara ‘aku-kamu’ dari pada ‘loe-gue’. Karena bagiku gaya bahasa ini lebih sopan untuk aku gunakan.

“Gimana di ruangan baru, enak gak?”

Aku meniup poni yang sedikit mengganggu penglihatanku. “Enak apanya. Disana sepi, aku jadi gak punya temen ngobrol. Biasanya kan kalau di sini ada kamu atau temen lain yang ngajakin ngobrol. Lah ini, boro-boro buat ngobrol. Denger lagu yang biasa kalian putar pun sekarang gak bisa,” aduku memasang wajah sedih.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang