32. Kehancuran

1.3K 231 338
                                    

Hola, apa kabar? Semoga kalian sehat selalu yaa ^-^

Mau nodong vote dulu sebelum baca. Tempatnya ada di pojok kiri bawah. Udah belum?

Part ini mengandung hujata dan cacian. Harap menyiapkan diri.

Happu reading!!

----------------------------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

----------------------------

32. Reason - Kehancuran

Mana yang harus kupilih? Menggenggammu tapi berada dalam kehancuran dan sesak, atau melepaskanmu tapi membuatku semakin merasa kehilangan?

Aku masih berharap semua yang terjadi ini adalah mimpi. Kesakitan dan kesedihan yang aku rasakan hanyalah sebuah bunga tidur pengantar malam. Aku cukup terbangun, dan semua akan baik-baik saja. Tapi aroma obat-obatan dan keheningan yang aku rasakan sekarang, sudah menjelaskan betapa remuknya aku saat ini.

Aku sudah bangun, tapi masih terpejam--enggan membuka mata. Aku tidak tahu apa yang setelahnya terjadi padaku ketika aku menangis hebat sendirian, merasakan bagaimana kerasnya hatiku melebur dalam satu waktu. Rasanya masih tidak bisa dipercaya.

Dirgantara membuatku ketergantungan, membuatku selalu percaya padanya. Aku bahkan sudah memasrahkan hidupku pada marga Dirgantara, membuatku merasa bangga bisa menjadi salah satu bagian dari mereka. Tapi akhirnya, Dirgantara menikamku dengan sangat indah. Tepat sasaran. Membuat jiwaku hancur semakin berkeping.

Bahkan untuk membuka mata saja rasanya sangat takut. Aku belum siap bertemu dengan siapa pun bagian dari Dirgantara. Jiwaku masih terkoyak untuk menerima kehancuran yang semakin hebat. Saat ini bertemu dengan Dirgantara hanya membuatku semakin tenggelam dalam kesakitan. Dirgantara sudah merebut lentera dalam keluargaku, membuat isinya pecah penuh amarah.

Air mata saja tidak akan cukup untuk menjelaskan rasa sakit, sesak dan kehancuran yang sedang menyerangku. Ini lebih dari kekecewaan.

Tempat ini sepi, tapi aku bisa merasakan jika bukan hanya aku yang berada di sini. Tarikan napas yang terasa sesak membuatku menahan diri untuk tidak bergerak. Bahkan, hanya dengan mendengar napasnya saja jantungku sudah bergemuruh.

Keheningan terus terjalin, lalu suara pintu yang terbuka berhasil memutusnya. Derap kaki terdengar mendekatiku. "Satya, apa kata dokter? Bagaimana kondisi Ilyana?"

Itu suara Mama. Dengan sendirinya tanganku terkepal di balik selimut. Aku tidak ingin memercainya, tapi semakin aku mengelak kehancuran itu semakin menikamku. Nyatanya Mama penyebab kecelakaan itu terjadi.

"Ilyana baik-baik saja Ma. Dia hanya kelelahan. Seluruh pemeriksaan menujukkan hasil yang bagus. Kandungan Ilyana juga masih sehat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ucap Satya terdengar lembut.

Paling tidak aku bersyukur jika bayiku baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengobati sedikit lukaku. Seditaknya aku tidak sendiri, meski mengalir darah Dirgantara di dalamnya.

ReasonWhere stories live. Discover now