blood ties

7.8K 1.6K 398
                                    

Ada kalanya sang adiguna, Kaili Raanan Andhika berharap hidup ini fiksi yang penuh akan imaji. Walau mengoposisi logis yang terpatri, ingin rasanya untuk kali ini.

Ia mau saat menarikan kuas di atas kanvas, objek karyanya dapat hidup hanya dengan bisik kalimat mantra. Seperti Inojin Yamanaka di serial Boruto kesayangan si picisan, Januar Nakhla Adinata.

Tidak usah muluk-muluk, deh. Si teguh hanya ingin apa yang ia tulis pada media bisa terkabulkan begitu saja seperti Aladin yang mengusap teko ajaibnya dan merapal ingin pada jin.

Tapi tentu semua itu hanya angan belaka. Karena hirupnya bayu ini berasal dari manjapada yang ramai akan kisah pahit tanpa berusaha menjaja panggung sandiwara.

Buktinya, satu ahad sudah berlalu namun si manis masih bungkam setelah dilantunkannya secarik sajak. Masih bungkam saja walau jemari penuh lukanya didorong pelan.

"Kak Raanan, ayo makan dulu."

"Iya sebentar, tanggung."

"Jangan sebentar-sebentar terus, ih! Ini udah malam dan kakak belum makan sedari pulang sekolah!"

Si adiguna merengut tak suka melihat kertas warna-warninya berpindah tangan paksa. Ingin protes, tapi keburu ciut nyali bersitatap dengan netra membola laki-laki di hadapan.

Jadi mau tak mau, Raanan menghela napas. "Iya-iya. Sini bangau-nya saya masukin toples dulu."

Ciko hanya berkacak pinggang memerhatikan Raanan yang dengan telaten memasukkan lipatan bangau origami ke dalam toples kaca di atas nakas, kemudian berpamit lirih pada Hardi tuk menyudahi temu rindu kali ini yang tentu tak berkebalasan.

"Buat apa sih ngelipetin bangau kayak gitu?" Tanya yang lebih muda akhirnya.

Kini mereka tengah menempuhi koridor rumah sakit yang masih cukup ramai walau petang sudah berlalu.

"Katanya kalau melipat seribu bangau, keinginanmu bisa terkabul. Saya ingin memohon agar Hardi cepat siuman."

"Memangnya percaya sama gituan?"

Raanan mendengus miris. "Tidak juga. Saya hanya berusaha melakukan segala cara agar si ceria bangun dari tidur indahnya."

Setelahnya tak ada lagi percakapan di sepanjang langkah. Ciko tercenung atas penuturan tulus yang entah dari sedalam dan sisi dasar apa itu.

"Akhirnya dateng juga. Dibujuk pakai apa, Ko? Sampe dia mau."

Celetukan Januar menjadi sapa pertama sesampainya mereka di tenda pecel ayam depan rumah sakit.

"Duduk samping kakak aja, Nan. Biar Ciko di samping Januar. Yang ada nanti ribut terus kalian," titah Mark yang langsung dipatuhi Raanan.

Semua Teman Perkumpulan ditambah Mama Ciko sudah hadir di warung beratapkan terpal mentereng ini. Dengan pesanan yang sudah terjaja masing-masing di atas meja, Raanan yakin mereka menunda makan hanya untuk menunggu dirinya. Ia jadi tak enak hati.

"Nah udah komplit, kan? Sekarang kalian makan yaaa," ujar Mama Ciko yang bersambut antusias remaja sekitar.

"Sikat!"

"Akhirnya Ya Allah udah laper banget Jian."

"Gara-gara Jimmy Neutron nih emang!"

Mereka bersantap lahap sesekali diiringi canda tawa atas guyonan Januar, seperti....

"Menurut gue nih ya, babaturan. Hidup itu nggak singkat."

"Ah masa? Atas dasar apa lo ngomong gitu?"

youth | nct dream ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang