second home

8.8K 1.7K 425
                                    

“Yuk, masuk.”

Januar yang sudah beberapa langkah kembali memutar badan kala dirasanya tak ada pergerakan di belakang sana. Dan benar saja, Raanan masih terpaku di depan pagar kayu berlumut, menggigit bibir dan menggenggam erat tali tas selempangnya.

Januar berkacak pinggang dibuatnya. “Kenapa, sih?”

Beberapa detik bola mata bersemburat merah itu menatap Januar dalam diam hingga kembali mengalihkan pandangan ke bawah.

“Heh, ditanya tuh ya dijawab, Jimmy Neutron.”

“Nama saya Raanan bukan Jimmy Neutron!” Sungut lawan bicara, kesal. Dirinya tidak suka disebut seperti itu. Memang jambulnya setinggi itu?

Sialnya, Januar malah terkekeh tampan yang tentu nampak begitu menyebalkan bagi Raanan. Laki-laki bertopi replikaan merk branded itu kembali menghampiri, merangkulnya.

“Nggak perlu merasa nggak enak atau takut. Di rumah cuman ada Bunda, dan dia senang kalau rumah rame.”

Makin tertunduklah kepala surai gelap itu. Selain menyebalkan dan suka menggombali perempuan sekolah, ternyata laki-laki satu itu juga observatif terhadap keadaan. Bisa paham, apa yang sedang bergelut di dalam relung hati terdalam Raanan.

“T-tapi....”

“Tapi-tapi mulu lo kayak lagunya Nicki Minaj. Udah yuk masuk,” timpalnya menggiring teman barunya itu memasuki pekarangan sederhana rumahnya.

Raanan mendengus geli. “Itu sih Taki-taki,” gumamnya kecil dan sepertinya Januar tidak dengar.

Netra legam Raanan kontan berpendar kala Januar membuka pintu kayu tua rumahnya, menyambut dengan suasana yang sederhana dan hangat sejauh mata memandang. Interiornya rata-rata terbuat dari kayu dan berwarna coklat eboni, ciri-ciri rumah yang sudah lama ditempati. Seperti rumah nenek dari Ibu Raanan.

Assalamualaikum,” ucap Januar disusul Raanan yang mencicit serupa.

Waalaikumsalam.”

Wanita paruh baya berbaju daster keluar dari salah satu pintu diantara dua pintu yang bersebelahan. Wajahnya nampak lelah, tak lupa mata sayu yang seakan menjadi bentuk nyata dari dampak masalah hidup yang bergelut.

Iya. Januar sudah menceritakan perihal Adara dan Ayah brengseknya saat di motor perjalanan pulang tadi. Karena adam itu merasa tidak enak bila Raanan sudah mau menceritakan masalahnya tapi dirinya malah tertutup pada laki-laki itu.

Januar menyalami Bunda, mencium pipi dan memeluknya singkat. Tanpa mereka sadari, kedua garis bibir Raanan sudah menarik senyum kecut.

Kapan dia akan seperti itu dengan Mama-nya?

Mimpi kamu, Raanan.

“Lho? Siapa ini bujang kasep?” tanya Bunda Januar yang sepertinya baru sadar akan kehadiran Raanan. Mungkin nggak kelihatan karena ketutup bahu lebar Januar, kan mungil.

Raanan mengecup lembut punggung tangan Bunda. “Raanan, tante.”

“Bunda aja Bunda.”

“E-eh? Iya, Bunda.” Raanan mengulum senyum malu.

“Raanan nginep di sini boleh kan, bun?” Ijin Januar yang langsung ditanggapi anggukan semangat Bunda.

“Ya boleh, dong. Bunda senang kalau rumah ramai.”

Raanan tersenyum lebar, sedikit menunduk sopan. “Terima kasih....” Dalam hati bersyukur, pemikiran negatifnya yang melanglang buana dari kontra pemilik rumah hingga pengusiran secara kasar tidak terlaksana.

youth | nct dream ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang