sisi intuisi diri

7.4K 1.5K 444
                                    

"Halo?"

"Lo dimana, sih? Yang lain udah pada kumpul!"

"Haduh, maaf. Aku ketiduran."

"Tiga puluh menit, ya. Kalau gak datang, fotokopi lo yang tanggung semua!"

"Iya iya."

Helaan napas bertepatan dengan nada sambung yang diputus sepihak. Jemari jenjang dibawa menyugar rambut dengan retina tak lepas pandang dari refleksi diri di hadapan. Merapihkan kerah kemeja kotak-kotak tersayang pemberian Bunda, berfinalkan raihan tas hitam yang telah dipersiapkan.

Bibir penuh nan mungil tak hentinya menggerutu pada diri sendiri perihal kecerobohannya hari ini.

Sudah tahu mau kerja kelompok, pakai lupa minum obat segala. Jadi kambuh, kan. Untung pulihnya cepat.

Iya, ia dusta barusan.

Padahal tadi giliran si asma kambuh.

Langkah tergesa selesat ke kamar samping. Tak lupa berdeham kecil guna mengenyahkan sisa bunyi aneh kambuhan penyakitnya, serta guna menjaga intonasi.

Tok! Tok! Tok!

"Kak Clara?"

Berjawab senyap dihalau udara tanpa batas.

"Jian mau kerja kelompok dulu. Kak Clara mau makan apa? Seharian belum makan, kan?"

Bak ajeg familiar bagi Jian. Berpola suara-hening seperti biasanya.

Entah mengapa, dirinya mengulas lengkung tipis. "Kalau mau titip apa-apa bilang Jian aja ya, Kak. Jian udah bawa kunci juga, kok."

Kalau kata Januar sih, "ngomong sama candi! Komunikasi itu dua arah, bukan searah!"

Tapi seperti inilah perwujudan komunikasi bagi Jian dan sang kakak. Walau Clara tak mau berbalas ucap, tetap gadis itu memiliki telinga yang tak dapat menolak suara bariton Jian.

"Jian pergi, ya. Assalamualaikum."

Salam telah terucap, tumit telah diputar, bahkan ujung jari kaki sudah mengawang di tepi tangga. Tapi entah mengapa serasa ada segan di palung diri tuk tinggal lebih lama.

Maniknya kembali melirik pintu coklat yang berketuk tanpa jawab si puan. Seakan alam bawah sadar yang mengendali, tiba-tiba Jian sudah menjulang di hadapan lagi.

Entah. Ada yang... mengganjal. Di pusat hati.

Tok! Tok! Tok!

"Kak?" Lagi. Berbuah serupa. Hening. "Eum... Jian ijin masuk, ya?"

Selekas jemari mendorong, selekas jua pupilnya membola kala disambut potret semrawut kamar Clara. Beberapa barang tergeletak bebas di lantai serta ranjang dengan seprai yang tak berpola.

Tak biasanya.

Begitu-begitu, kakak bersurai birunya itu cukup apik. Terlebih pada ruang pribadinya sendiri.

Dan Jian baru sadar bahwa tak ada presensi lain di dalam sini. Padahal saat Jian berganti baju tadi, ia masih mendengar samar suara sang kakak yang berbicara melalui pesawat telepon.

Luput sudah peringatan dari kawan seberang. Seakan lupa dengan dirinya yang dikejar waktu, Jian malah meraih benda-benda yang berserakan guna ditaruh kembali pada tempatnya.

Dugh!

"Aduh!" Spontan mengelus telapak kaki yang tak sengaja menginjak benda tumpul. "Heh kamu! Ngapain di situ, sih? Bikin sakit aja!"

youth | nct dream ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang