19

3.1K 233 2
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Nafis Nay?" Tanya faris

"Iya" Nayla meletakkan maharnya di atas meja. "Dia memberikan mahar yang tertinggal di rumah nenek. Dia juga ingin aku menemaninya main ps" Nayla kembali duduk diatas ranjang.

"Kamu pandai main ps?" Wajah Faris menampilkan ketidakpecayaan.

"Sedikit"

Faris mengangguk paham.

"Kepala abang masih sakit?" Nayla bertanya. Dia khawatir sekaligus merasa bersalah dengan keadaan Faris yang kesakitan akibat ulahnya.

"Tidak terlalu"

"Sini, aku pijitin" Nayla kembali memukul bantal yang ia letakkan di atas pahanya.

Faris merebahkan tubuhnya. Nayla mengambil minyak angin di atas nakas dan ia tuang ketelapak tanganya. Tangan Nayla mulai memijit kepala dan kening Faris.

Faris memejamkan matanya, dia merasa nyaman. Tangan hangat Nayla memijit kepalanya dengan lembut dan menyalurkan kenyaman. Tak ada pembicaraan di antara keduanya untuk beberapa saat.

Hanya suara detik jam yang terus berbunyi. Tiada henti mengingatkan waktu. Suara rintik hujan terdengar merdu diluar sana. Angin yang membawa hujan menciptakan suhu yang sejuk hingga menembus ke dinding rumah. Dan memancarkan kenyamanan diantara mereka.

Nayla menghentikan gerakan tangannya. "Hmm,, bang. Kenapa abang memberikan mahar sebesar ini?" Nayla bertanya penasaran.

"Ooh.. Itu kan keinginan mu" Faris menatap wajah Nayla dari bawah. Faris menatap mata Nayla yang juga sedang menatapnya. Faris baru sadar, mata Nayla terlihat cantik dengan warna kecokelatan. Khas mata seorang wanita Asia.

"Darimana abang tau?" Nayla menunjukkan wajah bingung. Pasalnya, Dia merasa tak pernah membicarakan pada siapapun keinginan maharnya. Kecuali ibunya. Dia pun juga tak tau jika akan menikah dengan Faris. Sudah beberapa kali dia terkejut karena fakta pernikahannya.

"Dari ibumu" Benar saja, ibu Nayla lah yang memberi tahu. "Saat aku meminang mu, aku langsung menanyakan mahar pada ibumu mahar apa yang kamu inginkan, sesaat setelah kamu setuju akan menikah denganku. Tetapi, saat itu kamu kan tidak dirumah. Jadi, aku hanya menitip pertanyaan pada ibumu. Lalu, seminggu setelah itu, ibumu meneleponku lebih tepatnya pada malam hari, beliau mengatakan kalau kamu ingin mahar sebesar 100 juta" Jelas Faris. Dia kembali menatap dinding di depannya. Nayla juga kembali memijat kepala Faris.

"Benarkah?"

"Iya" Faris membenarkan pernyataannya.

Bukankah maharnya terlalu besar, bang?

Tidak.

Nanti Allah marah padaku, jika aku meminta hal seperti ini. Padahal aku tahu hadits yang mengatakan, “Sesungguhnya nikah yang paling diberkahi adalah yang paling sederhana maharnya.” (H.R. Ahmad)

Benar, tapi aku mampu memberikannya padamu. Kamu tau arti mahar?

Pemberian sesuatu suami pada istrinya.

Dalam islam, mahar merupakan hadiah atau tanda cinta seorang suami pada istrinya (QS. An Nisa 4). Jika aku mampu memberikan hal itu padamu dan merasa tidak terbebani, maka aku layak memberikannya padamu. Dulu, Rasulullah saja memberikan mahar yang besar pada istri-istrinya, sebanyak 12 uqiyah dan satu nasy. Kalau di rupiah kan saat ini, bisa saja bernilai 40 jutaan.

"Tapi, dari mana ibumu tau, kalau kamu ingin mahar sebesar itu?" Tanya penasaran.

Nayla berpikir sejenak. "Aku rasa waktu itu, saat aku pulang di malam hari tiga minggu yang lalu" Nayla mulai bercerita mengenai maharnya. Matanya menerawang pada tiga minggu yang lalu.

Wedding Shock ✔Where stories live. Discover now